Share

Kelaparan

Author: Ricny
last update Last Updated: 2022-09-21 11:20:15

Tatapannya kembali kosong, seperti sedang menerawang sangat jauh.

"Semuanya? Jadi semua orang suka pukulin kamu?" Aku memastikan lagi.

Lusi kembali menatapku, ia lalu mengangguk, air matanya kemudian jatuh mengaliri pipinya yang dekil.

Aku paham bagaimana perasaanya jika memang benar semua orang melakukan kekerasan sama Lusi aku bersumpah akan membuat mereka semua bersujud di kaki Lusi.

Tak kecuali ibu, entah kenapa ibuku sekejam itu pada Lusi? Apa karena Lusi bukanlah anak orang kaya seperti yang beliau harapkan begitu?

Lusi menangis lagi kali ini semakin kencang, jujur saja semua itu membuatku semakin kesulitan saat aku mengintrogasinya.

Tapi aku tak menyerah, kebenaran harus kuketahui dengan jelas. "Lusi Lusi tenanglah, sekarang katakan sama Abang, kenapa kamu dipukul?" Aku kembali mengguncang kedua bahunya.

Untuk sesaat ia kembali diam dan kembali berpikir.

"Gak mau mandi," jawabnya seraya kembali menangis dan sibuk menyeka air matanya.

Aku menyipitkan mata. "Gak mau mandi saja sampai dipukul?"

"Mandi jauh, sungai, sungai, Bang," katanya lagi, Lusi lalu memegangi kepalanya seperti sangat kesakitan.

"Yassir ... Yassir ...." Lusi makin histeris dan terus berteriak memanggil nama anakku.

"Lus, Lus, kamu tenang dulu, tenang dulu. Ada Abang di sini." Aku memeluknya erat, walau bau apek dari rambutnya menyengat ke hidungku.

Tetapi Lusi lalu ambruk ke sisi ranjang.

"Lusi gak gila, Bang, Lusi gak gila, Lusi gak mau mandi Bang, gak mau mandi Bang, Lusi takut," ucapnya lagi dengan tatapan kosong.

Ya Tuhan, sakit sekali rasanya hatiku, kenapa istriku sekarang begini? Ia pasti benar-benar terpukul dengan kepergian anak semata wayang kami.

Aku lalu duduk di lantai bersamanya.

"Lusi, Abang tahu kamu sangat terpukul, kepergian Yassir pasti sangat mendadak dan membuat kamu merasa sangat bersalah, tapi mau bagaimana lagi? Mungkin ini memang udah takdirnya, jangan terlalu disesali Lus, nanti kamu malah tambah parah, terus kalau kamu sakit Abang sama siapa?" ujarku panjang lebar. Tak terasa air mata juga lolos di pipiku.

Aku lalu ambruk di pangkuan Lusi.

"Kenapa kamu begini Lus? Abang sedih, Abang pulang dari Taiwan jauh-jauh cuma mau melanjutkan hidup sama kamu, tapi kamu nya malah sakit Lus."

Lusi tak bicara tetapi air matanya terus saja jatuh ke rambutku dan perlahan kurasakan tangannya mulai membelai rambutku.

"Abang, Lusi enggak gila, Yassir enggak tenggelam, Bang," katanya pelan.

Aku pun bangkit dan kembali duduk di sampingnya.

"Gak tenggelam? Gimana maksudnya?" tanyaku serius, tapi lagi-lagi Lusi malah menangis.

Kutarik napas dalam-dalam, aku memang harus sabar dan pelan-pelan, aku tidak boleh gegabah meski aku sangat penasaran dengan apa yang diucapkannya soal kematian anakku, tapi kalau aku terburu-buru Lusi pasti malah tambah akan merasa takut dan sedih.

Kutengok nampan berisi makanan dan air yang kutaruh di atas nakas, sampai lupa tadi aku akan memberinya makan dan minum dulu. Mungkin nanti saat perutnya sudah terisi Lusi juga akan merasa lebih tenang.

"Ya udah sekarang makan dulu ya." Kuambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya itu.

"Lusi aja, Bang," katanya kemudian seraya mengambil piring dan sendok yang tengah kupegang dengan cepat.

Aku sampai terkejut, tapi kubiarkan saja, mungkin Lusi memang ingin makan sendiri tak mau disuapi.

Dengan cepat ia lalu memasukan nasi serta lauk pauknya itu ke dalam mulut seperti orang yang sangat kelaparan.

"Astagfirullah Lus, jangan cepet-cepet begini, nanti gusimu bisa luka," ucapku sambil berusaha mengambil kembali piring berisi nasi itu dari tangannya, tapi dengan cepat Lusi menariknya lagi.

"Laper Bang, laper," katanya seraya terus memasukan sendok demi sendok yang penuh ke dalam mulut.

Ya Tuhan hatiku kembali sakit rasanya, istriku benar-benar kelaparan atau memang dia biasa bertingkah begini?

"Minum Bang, minum."

Aku segera mengambil segelas air dingin yang tadi kubawa. Dan cepat direguknya hingga tandas tak tersisa.

"Kamu haus banget apa Lus?"

Dia hanya mengangguk sambil terus sibuk melahap makanannya.

"Pelan-pelan aja Lus, masih banyak di dapur kalau kamu mau."

Lusi tak mengindahkan, setelah nasi sepiring itu habis, ia lalu mengambil susu dan buah-buahan yang kubawa juga.

Hap hap hap. Dalam waktu 5 menit saja semua makanan itu sudah ludes tak tersisa.

Aku melongo, setengah tak percaya, nasi sepiring penuh, pisang satu serip, anggur kira-kira setengah kilo dan susu UHT 1 liter habis dalam waktu sesingkat itu?

"Kamu laper banget Lus? Apa emang ibu gak pernah kasih kamu makanan enak kayak gini?"

Lusi menggeleng. "Gak boleh makan enak, makan garem aja," jawabnya dengan tatapan yang kembali kosong.

Ia bersender di sisi ranjang.

Aku kembali terhenyak, walau emosinya tak stabil bahkan mereka bilang istriku gila, tapi entah kenapa aku sangat percaya dengan semua yang diucapkannya.

Lebih-lebih saat tadi kudengar sendiri bagaimana ibu dan kak Tuti itu bicara di dapur.

"Jadi selama ini kamu cuma dikasih makan sama garem gitu maksudnya?" tanyaku memastikan.

Lusi mengangguk, kemudian kembali menangis.

Ya Allah kenapa keluargaku sangat keterlaluan? Sebetulnya ada masalah apa mereka sama istriku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Vachirawit
kasian istrinya. kerasa sampe sini sedih nya
goodnovel comment avatar
Elin Marlina
lanjutan membaca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Menyesal

    "Lusi! Biarkan laki-laki tak berguna itu dibawa, kamu tidak perlu halang-halangi petugas melakukan tugasnya!" Mama mertua berteriak.Lusi menggeleng-gelengkan kepala."Gak Ma, jangan lakuin ini Ma, Lusi mohon, Lusi mohon, Ma."Peristiwa tarik menarik antara polisi dan Lusi pun terus terjadi. "Lus, biarkan Abang dibawa dulu, nanti kita akan jelaskan, takut kamu kenapa-napa," ucapku.Lusi tetap tak mau mengalah, ia terus saja menarikku."Lusi gak mau Abang, Lusi gak bisa hidup tanpa, Abang," katanya mulai terisak."Sudah cukup Lusi! Drama macam apa ini?!" Dengan paksa Mama mertua menarik tangan Lusi.Dan brak gedebughhh. Tangan Lusi terlepas hingga kepalanya terpental ke tembok, sementara tangannya menghantam kaca hingga retak, parahnya saat itu juga Lusi langsung jatuh tak sadarkan diri."Lusiii!" Aku dan Mama mertua teriak spontan."Tante Lusi, ya ampun bangun, Tan." Dara dengan sigap meraih kepala Lusi."Ya ampun Lusi? Lusii maafin Mama Nak, Lusi bangun Sayang, Lus ... Lusi? Lusii!

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Cerita

    PoV SandiFaaz tertawa, "haha ya tentu saja aku kenal."Lanjut Faaz menceritakan tentang pertemuannya denganku saat itu, seminggu setelah aku kecelakaan, Lula mengantarku datang ke sekolah anaknya Faaz."Heiii keluar kau lelaki hidung belang!" teriak Lula saat itu.Buru-buru Faaz keluar dari mobilnya."Maaf ada apa ini?" tanya Faaz, ia terlihat kebingungan karena kami menghadang mobilnya setelah ia mengantarkan anaknya."Halah enggak usah banyak omong kau hidung belang, kemana Kakak iparku sekarang? Kau kemanakan dia, hah?!" sembur Lula berkacak pinggang.Kening Faaz mengerut, sementara aku yang tak sabar cepat mencecarnya juga."Hei apa kau tuli? Kau kemanakan istriku? Di mana dia sekarang?!""Tuggu dulu, kalian jangan emosi begini, istri? Kakak ipar? Siapa yang kalian maksud?""Wanita yang seminggu lalu mengantar anakmu ke sini, dia adalah istriku, kau dengar? Dia ISTRIKU," tegasku tepat di depan wajahnya."Siapa? Lusi maksud Anda?" "Ya tentu saja, siapa lagi, asal kau tahu dia adal

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Pulang

    Aku menggeleng tak percaya. "Apa Mama setega itu sekarang?""Ya, Mama harus tega dan ini demi kebaikan kamu Lusi.""Lusi cuma mau tahu kabar Bang Sandi, Ma.""Enggak!"Aku bergeming menatap beliau sebelum akhirnya melengos pergi dengan rasa kecewa.Aku berusaha untuk sabar menghadapi Mama, berharap beberapa hari ke depan beliau akan terbuka hatinya dan membiarkan aku kembali pada Bang Sandi, tapi ternyata aku salah.Mama malah semakin mengurungku bagai tawanan. Aku tahu beliau sangat menyayangiku tapi caranya sangat salah. Aku tidak dibiarkan pergi kemana pun hanya karena takut komplotan Mas Yono datang menculikku lagi. Akhirnya, setiap hari selama aku tinggal bersama Mama, tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah, berharap ada seseorang yang bisa menolongku dan menyadarkan Mama bahwa tindakannya itu salah.Siang itu aku sedang bersender di jendela besar kamarku, sambil kuelus perut yang makin membesar ini aku menangis menumpahkan kesedihanku.Air mata luruh tak tertahan, bagaimana

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Pulang ke Rumah Mama

    "Lus ... Lusi ... bangun Sayang." Suara itu menarikku dalam kesadaran.Spontan aku bangkit saat ternyata Mama ada di sampingku."Ma?" Kutengok lagi di belakangnya Faaz sedang berdiri sambil menundukan kepalanya."Kamu baik-baik aja, Lus?" tanya Mama lagi. Aku mengangguk pelan lalu cepat memeluknya erat."Mama, tolongin Lusi Ma, Lusi takut, Lusi takut, Ma.""Iya Sayang, kamu tenang Nak, kamu sudah aman di sini."Faaz maju selangkah."Tolong maafkan mantan istri saya, dia memang wanita gila," ujarnya pelan.Aku mengangguk pelan, dan terus berlindung dalam dekapan Mama."Siapa yang bawa Lusi ke sini, Ma?""Faaz, dia menemukan kamu di toilet kamar Maisa."Aku melirik lelaki itu sekali lagi, hidupku jadi mengerikan begini gara-gara aku masuk dalam kehidupannya. Ya Tuhan, andai aku bisa secepatnya lepas dari Faaz."Mulai besok kau gak usah tinggal lagi di rumahku." Ucapan Faaz membuatku mengangkat wajah. Dan mendadak senyumku terbit tanpa aba-aba."Ya, pulanglah bersama ibumu, maaf saya sud

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Ketidaksukaan Cio

    "Maisaa! Maisaa!" Mereka berdua berlomba memeluk Maisa, kemudian berusaha membuat anak itu sadar."Awas! Jangan sentuh anakku!" sentak Faaz sambil mendorong mantan istrinya."Mas, apa maksud kamu? Maisa sedang membutuhkanku sekarang.""Enggak!" teriak Faaz lagi, kali ini lebih kencang.Cio memaksa memeluk anaknya alih-alih pergi menuruti keinginan Faaz. Tak heran jika hal itu membuat Faaz naik darah hingga akhirnya lelaki itu membanting lampu meja yang ada di sisi ranjang Maisa."Biarkan dia, aku gak sudi anakku dipeluk oleh perempuan sepertimu! Pergii!! Atau kau akan ku-""Tapi aku Ibunya Mas, aku berhak memeluknya sampai kapanpun," potong Cio.Aku dan bibi saling menatap tak percaya. Bisa-bisanya mereka saling mempertahankan ego masing-masing di saat keadaan genting begini.Karena tak tahan, akhirnya mulut ini refleks berteriak, "sudah cukup! Kalian gak lihat gimana keadaan Maisa sekarang?!"Kedua orang yang sedang berselisih dan adu mulut pun diam."Bisa-bisanya kalian sibuk berten

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Kedatangan Mantan Istri Faaz

    Aku hanya tersenyum sekenanya.Sampai di rumah aku dan bibi langsung melakukan tugas masing-masing. Mendekor dan menyiapkan acara kecil-kecilan untuk Maisa. Sementara Faaz menjemput anaknya itu ke sekolah."Non Lusi, kok diem aja? Ada apa? Apa Non masih kepikiran suami, Non?" bisik Bibi.Aku menggeleng lesu, "gak Bi, bukan itu, saya hanya sedang mikirin tadi, saya 'kan makan dulu setelah belanja eeh terus ketemu mama saya, Bi.""Wah bagus dong Non, terus gimana?""Masalahnya kok mama saya kayak beda ya sekarang, masa saya tanya soal kondisi suami saya beliau bilang gak tahu apa-apa dan parahnya mama bilang saya harus lupain suami saya mulai sekarang karena beliau anggap suami saya sudah lalai, beliau anggap suami saya yang bertanggung jawab atas kondisi saya sekarang, terus masa iya mama saya malah dukung keberadaan saya di rumah ini, aneh 'kan? Saya jadi kepikiran sebetulnya ada apa di rumah, apa suami saya baik-baik aja?" jawabku panjang lebar.Bibi mendengarkan dengan baik semua ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status