Share

Mandi

Author: Ricny
last update Last Updated: 2022-09-21 11:21:13

"Lusi, Abang kirim uang buat kamu tiap bulan, kamu ambil tidak?" Aku kembali bertanya walau Lusi sedang menangis.

Ia lalu menggelengkan kepalanya lagi, dipeluknya kedua lutut itu dengan tangannya.

"Jadi selama 5 tahun Abang kirim uang kamu gak pernah dikasih? Tapi kamu bilang ditelep--." Hampir saja aku ikut terbawa emosi andai aku tidak cepat melihat istriku yang semakin ketakutan di tempatnya.

"Eh enggak maaf maksud Abang, Abang bukan mau sentak Lusi, Abang cuma--kesel sama keluarga Abang."

Keterlaluan! Bener-bener keterlaluan! Jadi bener selama ini aku kirim uang dan Lusi gak pernah dikasih, pantas saja jika sekarang istriku stres bisa jadi penyebabnya karena dari sana juga.

Lusi kemudian mengangkat wajah dan menatapku pilu. "Lusi gak gila Bang, Lusi gak gila," katanya dengan suara serak dan pelan, digeleng-gelengkan kepalanya itu seperti sedang menolak sesuatu dengan cepat.

Aku berusaha menenangkannya, kupeluk ia, kuciumi keningnya juga.

"Iya iya Abang percaya kok Lusi gak gila, Lusi sehat, Lusi baik-baik aja."

Setelah Lusi sedikit tenang aku lalu membawanya mandi, kasihan badannya sudah dekil banget gak beda jauh sama ODGJ yang sering kulihat di jalanan, entah ibuku tidak memandikannya berapa bulan, aku pun tidak tahu tapi jika kucium dari bau nya memang menyengat sekali.

"Bang, Lusi takut." Lusi menghentikan langkahnya saat sudah di luar kamar.

"Kenapa takut? Ada Abang di sini, Lusi gak usah takut lagi ya."

Kubawa ia perlahan, untunglah di dapur tidak ada siapa-siapa jadi Lusi tidak ketakutan lagi untuk melangkah ke kamar mandi.

Di kamar mandi air hangat sudah disiapkan Kak Tuti dalam ember. Segera kumandikan istriku, kuberi sabun, sampo dan sikat gigi tentunya.

"Ya ampun Lusi, ini kamu gak mandi berapa bulan sih? Kok kotor banget," tanyaku sambil sibuk mengguyurkan air pada kepalanya.

Lusi tak menjawab, ia justru terlihat senang bermain-main dengan air seperti anak kecil.

Kemudian ia berteriak. "Yassir sini, Nak."

Hatiku mencelos ada luka terselubung yang kemudian membentuk kepompong. Sakit sekali rasanya, sakit lebih dari yang bisa kugambarkan hingga tak terasa sudut mataku basah oleh air mata.

"Yassir," teriaknya lagi.

Aku mengusap air di sudut mata kemudian berbisik di dekat telinganya. "Yassir lagi tidur, jangan teriak-teriak dulu ya."

Barulah setelah itu Lusi diam, tetapi sorot matanya kini kembali kosong.

"Aw perih Bang." Ia meringis kesakitan tatkala air sabun mengenai punggungnya.

"Sakit banget ya Lus? Sebentar ya, kalau kamu gak mandi lukamu malah bisa infeksi."

Lusi mengangguk, kali ini seperti memahami apa yang kuucapkan padanya.

Butuh waktu hampir 1 jam aku di kamar mandi, semua daki-daki dan kotoran di tubuh Lusi sangat mengerak dan susah hilang, mungkin aku perlu beli spons khusus atau sabun khusus perontok daki agar badan Lusi kembali bersih seperti dulu.

Setelah memandikan Lusi aku memakaikannya baju baru, baju yang kubelikan dari Taiwan tepatnya.

Karena saat kubuka lemari baju Lusi sudah tak ada baju bagus yang tersisa, semuanya robek, lusuh dan bahkan kotor karena berantakan di lantai kamar ber rantai itu.

"Bagus, Bang," ucap Lusi sambil menciumi lengan bajunya.

"Bagus kan? Sekarang udah seger?"

Ia mengangguk. Aku tersenyum getir, kuraih pipi istriku.

"Maafkan Abang ya karena gak bisa jagain kamu."

Lusi diam, kemudian menundukan kepalanya tetapi sejurus kemudian lagi-lagi dia tertawa seperti ada yang lucu di depannya.

Hatiku kembali tersayat. Ya Tuhan, benarkah istriku ini gila?

"Lusi ayo antar Abang ke makam Yassir," pintaku kemudian. Ia lalu diam menatapku.

"Makam?" tanyanya seperti tak memahami apa yang kumaksud.

"Iya makam, makam anak kita."

Lusi menggeleng. Aku menarik napas berat kucoba menghadapi dirinya lebih sabar lagi.

"Ya udah ayo ikut Abang."

Lusi lagi-lagi menolak ketakutan saat akan dibawa keluar kamar.

"Gak apa-apa Lusi, ada Abang di sini."

Kubawa istriku pelan-pelan meski langkahnya makin berat dan gemetar, kebetulan di teras rumah kak Tuti dan ibu sedang sibuk bermain ponsel masing-masing, segera kuhampiri mereka.

"Bu, kami mau ziarah ke makam Yassir, ada di sebelah mana, ya?" tanyaku pada beliau.

Ibu mengangkat wajah menatapku dan Lusi. "Mau pada ke makam Yassir?"

"Iya."

"Di taman pemakaman umum blok E10."

Aku pun segera membawa istriku ke sana dengan hanya berjalan kaki karena letak makam yang ibu maksud tak terlalu jauh dari rumah, ya mungkin hanya berjarak sekitar berapa puluh meter saja.

Selain itu rasa rinduku pada kampung halaman membuatku betah berlama-lama menghabiskan banyak waktu seperti ini, aku juga berharap Lusi akan merasa lebih baikan saat kubawa ia jalan-jalan keluar rumah sambil menghirup udara di sore hari.

Tepat pukul 5 sore kami sampai, kutatap pembaringan terakhir anakku tanahnya masih merah, bunga-bunga juga masih bertabur di atasnya meski sudah mulai layu dan mengering.

Kulantunkan do'a dan kata-kata terakhirku untuknya meski setiap melihat nisan papan nya ada rasa sakit yang menyelubung hingga ke ulu.

Di sampingku Lusi bergeming, ia kemudian memeluk gundukan tanah merah itu sebelum akhirnya ia menangis juga di atasnya.

Rasa pilu yang teramat kulihat jelas dalam isakannya, kehilangan seorang anak memang hal terberat bagi manusia bergelar orang tua, tak heran jika hal itu sampai membuat istriku stres bahkan gila kata mereka.

"Maafin Bunda ya, Sir," lirihnya. Kutengok istriku sekali lagi.

Katanya istriku gila sampai harus dipasung tapi kenapa aku seperti merasa ia baik-baik saja? Hanya memang emosinya naik turun dan tak terkendali.

Atau apa perlu besok kubawa saja dia ke dokter untuk memastikan keadaannya? Istriku benar gila atau hanya sedang mengalami stres berat.

"Sir, Bunda udah bilang kamu jangan jauh-jauh dari Bunda, di dekat kita banyak orang jahat, tapi kamu nya gak denger kenapa, Nak?" isaknya pelan, nyaris tak terdengar oleh telingaku andai aku tak cepat mendekati wajahnya untuk memberi dia semangat.

Kuelus punggung Lusi. "Yassir lagi bobo, kita pulang dulu ya, besok ke sini lagi."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Menyesal

    "Lusi! Biarkan laki-laki tak berguna itu dibawa, kamu tidak perlu halang-halangi petugas melakukan tugasnya!" Mama mertua berteriak.Lusi menggeleng-gelengkan kepala."Gak Ma, jangan lakuin ini Ma, Lusi mohon, Lusi mohon, Ma."Peristiwa tarik menarik antara polisi dan Lusi pun terus terjadi. "Lus, biarkan Abang dibawa dulu, nanti kita akan jelaskan, takut kamu kenapa-napa," ucapku.Lusi tetap tak mau mengalah, ia terus saja menarikku."Lusi gak mau Abang, Lusi gak bisa hidup tanpa, Abang," katanya mulai terisak."Sudah cukup Lusi! Drama macam apa ini?!" Dengan paksa Mama mertua menarik tangan Lusi.Dan brak gedebughhh. Tangan Lusi terlepas hingga kepalanya terpental ke tembok, sementara tangannya menghantam kaca hingga retak, parahnya saat itu juga Lusi langsung jatuh tak sadarkan diri."Lusiii!" Aku dan Mama mertua teriak spontan."Tante Lusi, ya ampun bangun, Tan." Dara dengan sigap meraih kepala Lusi."Ya ampun Lusi? Lusii maafin Mama Nak, Lusi bangun Sayang, Lus ... Lusi? Lusii!

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Cerita

    PoV SandiFaaz tertawa, "haha ya tentu saja aku kenal."Lanjut Faaz menceritakan tentang pertemuannya denganku saat itu, seminggu setelah aku kecelakaan, Lula mengantarku datang ke sekolah anaknya Faaz."Heiii keluar kau lelaki hidung belang!" teriak Lula saat itu.Buru-buru Faaz keluar dari mobilnya."Maaf ada apa ini?" tanya Faaz, ia terlihat kebingungan karena kami menghadang mobilnya setelah ia mengantarkan anaknya."Halah enggak usah banyak omong kau hidung belang, kemana Kakak iparku sekarang? Kau kemanakan dia, hah?!" sembur Lula berkacak pinggang.Kening Faaz mengerut, sementara aku yang tak sabar cepat mencecarnya juga."Hei apa kau tuli? Kau kemanakan istriku? Di mana dia sekarang?!""Tuggu dulu, kalian jangan emosi begini, istri? Kakak ipar? Siapa yang kalian maksud?""Wanita yang seminggu lalu mengantar anakmu ke sini, dia adalah istriku, kau dengar? Dia ISTRIKU," tegasku tepat di depan wajahnya."Siapa? Lusi maksud Anda?" "Ya tentu saja, siapa lagi, asal kau tahu dia adal

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Pulang

    Aku menggeleng tak percaya. "Apa Mama setega itu sekarang?""Ya, Mama harus tega dan ini demi kebaikan kamu Lusi.""Lusi cuma mau tahu kabar Bang Sandi, Ma.""Enggak!"Aku bergeming menatap beliau sebelum akhirnya melengos pergi dengan rasa kecewa.Aku berusaha untuk sabar menghadapi Mama, berharap beberapa hari ke depan beliau akan terbuka hatinya dan membiarkan aku kembali pada Bang Sandi, tapi ternyata aku salah.Mama malah semakin mengurungku bagai tawanan. Aku tahu beliau sangat menyayangiku tapi caranya sangat salah. Aku tidak dibiarkan pergi kemana pun hanya karena takut komplotan Mas Yono datang menculikku lagi. Akhirnya, setiap hari selama aku tinggal bersama Mama, tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah, berharap ada seseorang yang bisa menolongku dan menyadarkan Mama bahwa tindakannya itu salah.Siang itu aku sedang bersender di jendela besar kamarku, sambil kuelus perut yang makin membesar ini aku menangis menumpahkan kesedihanku.Air mata luruh tak tertahan, bagaimana

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Pulang ke Rumah Mama

    "Lus ... Lusi ... bangun Sayang." Suara itu menarikku dalam kesadaran.Spontan aku bangkit saat ternyata Mama ada di sampingku."Ma?" Kutengok lagi di belakangnya Faaz sedang berdiri sambil menundukan kepalanya."Kamu baik-baik aja, Lus?" tanya Mama lagi. Aku mengangguk pelan lalu cepat memeluknya erat."Mama, tolongin Lusi Ma, Lusi takut, Lusi takut, Ma.""Iya Sayang, kamu tenang Nak, kamu sudah aman di sini."Faaz maju selangkah."Tolong maafkan mantan istri saya, dia memang wanita gila," ujarnya pelan.Aku mengangguk pelan, dan terus berlindung dalam dekapan Mama."Siapa yang bawa Lusi ke sini, Ma?""Faaz, dia menemukan kamu di toilet kamar Maisa."Aku melirik lelaki itu sekali lagi, hidupku jadi mengerikan begini gara-gara aku masuk dalam kehidupannya. Ya Tuhan, andai aku bisa secepatnya lepas dari Faaz."Mulai besok kau gak usah tinggal lagi di rumahku." Ucapan Faaz membuatku mengangkat wajah. Dan mendadak senyumku terbit tanpa aba-aba."Ya, pulanglah bersama ibumu, maaf saya sud

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Ketidaksukaan Cio

    "Maisaa! Maisaa!" Mereka berdua berlomba memeluk Maisa, kemudian berusaha membuat anak itu sadar."Awas! Jangan sentuh anakku!" sentak Faaz sambil mendorong mantan istrinya."Mas, apa maksud kamu? Maisa sedang membutuhkanku sekarang.""Enggak!" teriak Faaz lagi, kali ini lebih kencang.Cio memaksa memeluk anaknya alih-alih pergi menuruti keinginan Faaz. Tak heran jika hal itu membuat Faaz naik darah hingga akhirnya lelaki itu membanting lampu meja yang ada di sisi ranjang Maisa."Biarkan dia, aku gak sudi anakku dipeluk oleh perempuan sepertimu! Pergii!! Atau kau akan ku-""Tapi aku Ibunya Mas, aku berhak memeluknya sampai kapanpun," potong Cio.Aku dan bibi saling menatap tak percaya. Bisa-bisanya mereka saling mempertahankan ego masing-masing di saat keadaan genting begini.Karena tak tahan, akhirnya mulut ini refleks berteriak, "sudah cukup! Kalian gak lihat gimana keadaan Maisa sekarang?!"Kedua orang yang sedang berselisih dan adu mulut pun diam."Bisa-bisanya kalian sibuk berten

  • ISTRIKU DISIKSA SAMPAI GILA   Kedatangan Mantan Istri Faaz

    Aku hanya tersenyum sekenanya.Sampai di rumah aku dan bibi langsung melakukan tugas masing-masing. Mendekor dan menyiapkan acara kecil-kecilan untuk Maisa. Sementara Faaz menjemput anaknya itu ke sekolah."Non Lusi, kok diem aja? Ada apa? Apa Non masih kepikiran suami, Non?" bisik Bibi.Aku menggeleng lesu, "gak Bi, bukan itu, saya hanya sedang mikirin tadi, saya 'kan makan dulu setelah belanja eeh terus ketemu mama saya, Bi.""Wah bagus dong Non, terus gimana?""Masalahnya kok mama saya kayak beda ya sekarang, masa saya tanya soal kondisi suami saya beliau bilang gak tahu apa-apa dan parahnya mama bilang saya harus lupain suami saya mulai sekarang karena beliau anggap suami saya sudah lalai, beliau anggap suami saya yang bertanggung jawab atas kondisi saya sekarang, terus masa iya mama saya malah dukung keberadaan saya di rumah ini, aneh 'kan? Saya jadi kepikiran sebetulnya ada apa di rumah, apa suami saya baik-baik aja?" jawabku panjang lebar.Bibi mendengarkan dengan baik semua ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status