Share

Ikatan Batin Yang Kuat

Miranda menyuguhkan secangkir kopi susu untuk Rudi, sementara Rudi terus menatap ke arah bagian tubuhnya yang menonjol.

"Aku itu sebenarnya nyesel, loh, nikah sama Ferdi," ucap Miranda sembari menyandarkan kepala di bahu Rudi.

"Ke..kenapa nyesel? Dia udah mapan, loh, hidup kamu sekarang sudah enak."

"Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai aku sering merasa kesepian."

"Andai saja dulu kamu menikah sama aku, ya. Aku gak mungkin membiarkan istri secantik kamu merasa kesepian. Tiap malam pasti aku dekap hangat."

"Iya, Rud, aku nyesel, padahal kamu sama Mas Ferdi masih gantengan kamu, terus kamu juga perhatian, pengertian, dan romantis."

Naluri kelelakian Rudi semakin meronta-ronta saat Miranda terus memuji sembari mengelus-elus wajahnya. Wajah Rudi semakin menegang saat Miranda mendekatkan dadanya, keduanya saling bertatapan, lalu Rudi langsung memiringkan wajahnya.

Namun, tiba-tiba aksi mereka terhenti saat ponsel Rudi berdering, betapa terkejutnya ia saat melihat satu panggilan video dari ibunya. Tanpa pikir panjang ia langsung menolak video call dari ibunya itu.

[Angkat video call dari ibu atau ibu tak akan lagi menganggapmu anak.] Rudi semakin panik saat membaca pesan dari ibunya.

[Rudi lagi di jalan, Bu.] Tangan Rudi tampak gemetaran saat membalas pesan dari ibunya.

"Kenapa, Rud? Mau dilanjut, gak?" tanya Miranda sembari menduduki tubuh Rudi.

"I..iya.." Rudi menjawab dengan wajah yang semakin menegang.

[Ibu tau kamu sekarang sedang bersama pelakor itu, kamu benar-benar sudah menyakiti hati ibu.] Rudi tampak terhenyak saat ibunya kembali mengirimkan pesan.

Gegas ia beranjak dari tempat duduknya hingga Miranda langsung terjengkang.

"Ya ampun, Sorry, Mir. Aku harus segera pulang."

"Ada apa?" tanya Miranda sembari meringis karena terjatuh ke lantai saat Rudi bangkit secara tiba-tiba.

"Ibuku punya indra keenam. Dia tahu apa yang sedang kita lakukan."

"Rud, aku akan meminta cerai pada Ferdi, aku ingin hidup sama kamu."

"Maaf, aku gak bisa melawan ibuku. Lagipula aku sangat mencintai Anisa, aku tak mungkin menceraikannya."

"Tapi, Rud, bukankah kamu bilang kalau aku jauh lebih menarik dari Anisa?"

"Iya, tapi maaf aku harus segera pulang!" ujar Rudi lalu bergegas pergi.

"Tunggu Rud!" teriak Miranda yang mencoba menghalangi kepergian Rudi.

Namun, Rudi tak mau durhaka pada ibunya, ia langsung berlari ke arah motornya lalu tancap gas. Saat di perjalanan, tiba-tiba Rudi berpapasan dengan sebuah mobil. Tiba-tiba mobil berhenti tepat di depan Rudi hingga membuatnya mengerem secara mendadak.

Jendela mobil itu terbuka setengah, lalu seorang lelaki mengeluarkan kepalanya.

"Hai Rud!" sapa lelaki itu hingga membuat Rudi terhenyak.

"Hai Fer!" Ia menyapa balik.

Lelaki itu menepikan mobilnya lalu keluar untuk menghampiri Rudi.

"Darimana Rud? Kok kayak dari arah rumah gue?"

"Hah, iyakah? Gue gak tau kalau lu tinggal di komplek ini. Tadi gue nyasar kesini."

"Nyasar gimana maksudnya?"

"Gue janjian sama klien katanya di komplek ini, eh ternyata gue salah alamat."

"Mampir dulu, yuk! Udah lama kita gak ngobrol bareng."

"Sorry banget, tapi gue harus segera cabut."

"Oh, oke, deh."

Setelah itu Rudi segera bergegas pergi dengan dada yang semakin bergemuruh. Ia menarik napas lega karena tadi mengikuti hati nuraninya untuk menuruti ucapan ibunya, andai saja ia tadi melanjutkan aksinya dengan Miranda, mungkin sekarang dia sudah bonyok bahkan masuk penjara.

Saat di perjalanan, tiba-tiba ia melihat seorang wanita berpakaian terbuka tengah berjalan sendirian.

"Hai cantik!" sapanya sembari memelankan laju motornya.

Wanita itu menoleh ke arah Rudi. Namun, seketika Rudi langsung terhenyak saat melihat sosok tersebut yang ternyata wanita berjakun.

"Hai juga, Bang, mau ngasih tumpangan?" tanyanya dengan nada manja dan suara sengau.

Tanpa pikir panjang Rudi langsung tancap gas dan melaju dengan kecepatan tinggi, hingga tiba-tiba motornya hilang kendali lalu menabrak pohon. Rudi melompat dari motor lalu terjebur ke kubangan air berwarna hitam pekat berbau busuk.

Beberapa orang yang berada di tempat kejadian langsung menolong Rudi.

"Kagak kenapa-kenapa, Bang? Ya Allah, ngapain malam-malam mandi air got?" Mereka menolong Rudi sembari menahan tawa.

Sementara Rudi tak banyak bicara karena menahan malu. Setelah mengucapkan terimakasih, ia segera bergegas pulang.

"Loh, apa yang terjadi?" tanya Anisa saat melihat suaminya yang basah kuyup dan berbau got.

"Tadi aku jatuh ke got," ujar Rudi sembari bergegas menuju kamar mandi.

Saat tengah mencuci pakaiannya tiba-tiba ia teringat ucapan ibunya yang mengatakan bahwa suami tukang selingkuh itu akan selalu sial. Ia menghela napas dan menyesal karena tak mendengarkan nasihat ibunya. Namun, tiba-tiba bayangan wajah Miranda kembali mengganggu pikirannya.

"Mas Rudi lagi nyuci? Biar aku aja, Mas," ucap Anisa.

"Gak apa-apa biar aku aja." Rudi menyahut.

"Mas, mandinya pakai air panas, ini aku lagi masakin," ucap Anisa.

Tiba-tiba Rudi termenung dengan sikap istrinya yang begitu baik, padahal ia selalu bersikap kasar padanya. Beberapa saat kemudian setelah selesai mencuci pakaian dan mandi air hangat, Rudi bergegas menuju kamar lalu meraih pakaian yang sudah disiapkan istrinya.

"Kamu gak apa-apa, Mas? Ada yang luka, gak?" tanya Anisa.

"Ada sih memar-memar dikit, tapi gak apa-apa lah."

"Mau aku pijitin, gak?"

"Gak perlu, kamu tidur aja," ujar Rudi.

Setelah itu keduanya langsung terlelap.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Rudi telah mandi dan berpakaian rapi.

"Mau kemana kamu, Mas? Hari ini kan libur."

"Ada urusan bentar," jawab Rudi.

Sebenarnya Anisa sedih melihat sikap Rudi yang kini kurang perhatian padanya, padahal sebelum melahirkan, Rudi sangat manis dan sangat perhatian. Sementara itu Rudi bergegas menuju rumah temannya. Setibanya di sebuah rumah, Rudi langsung menekan bell, rumah itu milik Faridz teman sekantor Rudi.

"Mas Rudi ya? Silahkan masuk, Mas Faridz sedang nyuci piring," ucap seorang wanita berparas cantik.

Rudi langsung mengernyitkan dahi mendengar ucapan wanita itu, ia tak menyangka kalau temannya ternyata tipe suami takut istri.

"Hai Rud!" ucap seorang lelaki yang mengenakan kaus sedikit basah karena baru selesai mencuci piring.

Tampak dua orang anak lelaki yang terus mengikutinya sembari memegangi ujung bajunya.

"Papaaa, jadi kapan kita ke time zone?" rengek seorang anak yang tampaknya berusia sekitar 5 tahunan.

"Dedek juga mau ikut." Anak yang tampaknya berusia 3 tahun langsung ikut merengek lalu duduk di pangkuan Faridz.

"Lagi sibuk kayaknya?" tanya Rudi yang mulai merasa tak enak.

"Enggak juga, gue kalau lagi libur emang gini. Bantu-bantu kerjaan istri dan ngajak main anak-anak," sahut Faridz.

"Mas, aku berangkat dulu, ya," ujar istrinya yang tampak sudah rapi lalu mencium tangan suaminya.

"Iya, hati-hati, Sayang."

Rudi mengernyitkan dahi saat istri Faridz pergi begitu saja tanpa membawa kedua anaknya.

"Istri lo mau kemana?" tanya Rudi.

"Ke salon."

"Loh, terus anak-anak lo?"

"Ya gue yang jagain."

Dahi Rudi kembali mengkerut mendengar ucapan Faridz, konsep berumah tangga yang dilakukan Faridz sama sekali tak sesuai yang diajarkan ayahnya.

"Sebenarnya kedatangan gue kemari buat curhat, gue mau minta pendapat lo," ujar Rudi.

"Jagoan papa main dulu sebentar, ya. Nanti kalau papa sudah selesai kita ke time zone." Faridz membujuk kedua anaknya yang sejak tadi terus bergelayut di tangannya.

Kedua anak lelaki itu mengangguk lalu bergegas meninggalkan papanya.

"Boleh, apa yang mau lo ceritain dan apa yang mau lo tanyain?" tanya Faridz

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status