Terimakasih sudah mampir. See you next part...
Rencana sekolah yang Alvaro ajukan, berdampak baik pada komunikasinya dengan sang anak. Berkat itu, Cecilia jadi sedikit percaya lagi dan yang lebih penting mengizinkan Alvaro berdekatan dengan Saira kembali.Setidaknya Alvaro tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi jika ingin bertemu dengan Istrinya itu.“Jadi dari banyaknya sekolah tadi, kira-kira Lia sukanya yang mana?” Saat ini Alvaro duduk di ranjang Cecilia dengan sang anak berada dalam pangkuannya. Keduanya cukup serius melihat-lihat gambar dari ponsel milik Alvaro.“Bingung Papa. Semuanya bagus-bagus." Kedua alis anak itu berkerut samar, seolah tengah dihadapkan sama pilihan yang sulit.“Ambil yang paling dekat saja Mas,” Saira yang baru selesai sarapan turut masuk dalam obrolan.Sejak Alvaro masuk kamar Cecilia dari setengah jam yang lalu, Perempuan itu memang langsung menyibukkan diri dengan merapikan tempat tidur kemudian pamit ke bawah untuk sekedar membantu Rossa menyirami tanamannya sekalian sarapan juga.“Karena setelah kupi
Alvaro mengundang keluarga Saira, untuk hadir di acara ulang tahun perusahaan yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Itulah yang Laki-laki itu bicarakan kepada Bimo lewat sambungan telepon, dengan Saira yang setia mendengarkan obrolan-obrolan keduanya.Perempuan itu menguping hanya takut Alvaro mengatakan hal-hal yang sekiranya akan membuat Saira malu. Tapi syukurnya tidak.“Terima kasih ya Pak, saya akan sangat menunggu kehadiran Bapak sekeluarga disana.” Ini suara Alvaro“Iya Nak, sama-sama,” Bimo langsung menimpali.Beruntungnya suami Saira itu sedikit mengeraskan volume panggilan, hingga Saira masih dapat mendengar jawaban dari seberang.“Kalau begitu saya tutup dulu teleponnya, atau Bapak mau bicara kembali dengan Saira?” Alvaro melirik sang Istri yang ternyata sudah menggeleng dengan melambaikan tangan seakan ia sudah tidak perlu berbicara apa-apa lagi dengan Sang Ayah.“Oh, gak usah Nak. Ini sudah cukup malam, sebaiknya kalian Istirahat saja. Bapak masih bisa berbicara denga
Di seberang panggilan, Saira masih sibuk berbincang dengan Cecilia. Sementara Alvaro diam-diam mencari sekolah yang sekiranya cocok untuk usia anaknya saat ini. Ternyata sudah banyak, bahkan sekolah khusus anak 2tahunan juga ada.Kenapa ia baru tahu? Ada sekolah untuk anak sekecil itu. Memang apa yang bisa dipelajari oleh anak 2tahunan?Mengenai sekolah sebenarnya Alvaro juga sudah kepikiran. Tapi, niatnya nanti akan menerapkan metode home schooling saja. Karena tidak siap jika harus membiarkan anaknya beraktivitas di luar rumah. Terlebih pada saat itu Alvaro belum memiliki seseorang yang bisa dipercaya.Setelah memiliki Saira, sepertinya ia tidak perlu merisaukan apapun. Alvaro percaya, Istrinya itu akan melakukan yang terbaik. Meski Saira hanya sebatas Ibu sambung, atau Ibu tiri, atau apapun itu, Alvaro yakin perempuan itu memiliki kasih sayang yang tulus.“Hallo Mas….”Alvaro tersenyum, mendengar bisikan dari dalam ponselnya.“Iya Sayang, Mas masih di sini. Gimana? Lia sudah tidur?
“Mamanya lagi makan, Papa.” Jawaban dari sang anak membuat perasaan Alvaro mencelos seketika. Jika hanya sedang makan, kenapa Cecilia seakan enggan menjawab pertanyaannya dari tadi? Alvaro mengembuskan napasnya dengan gusar, kemudian berjongkok—mensejajarkan tinggi dengan sang anak untuk merengkuhnya dalam pelukan. “Maaf. Papa hanya takut Mama kenapa-napa,” ujarnya disertai menepuk punggung anak itu dengan pelan. “Biasanya kan Lia selalu sama Mama, ini enggak. Jadi Papa sedikit khawatir saja tadi.” Tidak ada sahutan, bahkan anak itu tidak membalas pelukan karena sudah menunduk, mencoba menyembunyikan tangisnya. Dari awal pun dirinya bukan tidak mau menjawab, namun bingung mau menjawab apa. Jika langsung menjawab Mama Saira sedang makan. Pasti Papanya langsung menyusul ke bawah. Tetapi jika Cecilia berbohong dengan mengatakan Mama Saira sedang di toilet atau sedang melakukan kesibukan yang lain, pasti Alvaro akan marah. Laki-laki itu sendiri yang selalu mengingatkan supaya Cecili
Pintu kamar mandi terbuka, disusul dengan kemunculan Cecilia dan Saira yang sudah selesai dengan kegiatan berendam bersamanya.Si anak keluar dengan mengenakan jubah mandi orang dewasa, hingga badan kecilnya itu hampir sepenuhnya tertutup, menyisakan kepalanya saja. Sementara Saira, sudah berpakaian lengkap hanya kepalanya saja yang tertutup handuk.“Utu utu utu … Anak kunti dari mana ini. Lucu sekali.” Alvaro hampir mendekat untuk sekedar mencubit kedua pipi anaknya yang sangat terlihat menggemaskan jika dalam mode marah seperti ini. Lihatlah rambut pirang setengah basah, yang dibiarkan kusut begitu saja. Belum lagi jubah mandi raksasa berwarna putih, yang semakin mendukung Alvaro untuk memanggilnya anak kunti.Siapa sangka, Cecilia langsung menghindar dengan berpindah ke depan Saira. Ia rasa, penjagaan kepada Mama Sairanya harus lebih diperketat dari waktu-waktu sebelumnya.“Oh, kamu masih marah ni sama Papa karena tadi gak sengaja liat Mama mandi, begitu? Papa gak liat apa-apa, ser
Tangis Cecilia sempat reda, ketika melihat Saira yang baik-baik saja.Ternyata Papanya benar, wanita yang ia cari tengah mandi. Tapi kenapa mandi sendiri? Kenapa tidak menunggu dirinya? Kenapa tidak mandi di kamar mandinya? Alhasil pemikiran-pemikiran tersebut berhasil membuat matanya memerah kembali.“Mama Saila kok mandi di sini?”“Kamu mau ikut mandi juga? Sini….” Saira coba membujuk dengan merentangkan tangannya.Biasanya ia dan Anak Sambungnya itu memang suka mandi bersama hingga Saira tidak canggung lagi untuk memperlihatkan tubuhnya di hadapan anak itu.Anak itu menggeleng. “Nanti Papa malah.” Karena seingatnya, Alvaro memang tidak suka jika Cecilia menggunakan barang-barang miliknya.Terlebih, Alvaro sudah memenuhi semua kebutuhan anak itu. Jadi tidak ada alasan Cecilia untuk menggunakan milik orang lain.Sementara, Laki-laki yang dibicarakan sedang pergi ke kamar Cecilia untuk mengambil pakaian Saira.“Enggak. Papa gak akan marah, nanti Mama yang bantu bilang sama dia, ya? Ay