Melihat Sydney tidak bereaksi, pria asing itu menghela napas dan berkata, “Walau aku senang kita berada dalam posisi seperti ini, tapi tolong bangun dari tubuhku, Nona.” Dia mendorong Sydney menjauh sebelum akhirnya membantu wanita itu berdiri.
Morgan Draxus melihat Sydney hanya menatapnya dalam diam. Sepasang manik hitam indah wanita tersebut seperti mempertanyakan kenapa pria itu memedulikannya, dan hal itu membuat tatapan Morgan yang tadi tajam mulai melunak.
“Sekali lagi, aku akan mengingatkanmu. Jangan merepotkan orang lain jika ingin mengakhiri hidup,” ucap Morgan. “Aku orang yang sibuk, jadi aku tidak punya waktu untuk menjadi saksi kasus bunuh diri seorang wanita yang tidak kukenal.”
Sydney mengerjapkan mata beberapa kali dan memindai Morgan. Walau wajahnya terpahat dengan begitu sempurna, tapi tubuh besarnya yang penuh tato dan bekas luka membuat Morgan begitu cocok menjadi kambing hitam bagi para polisi.
Sydney mengerti keresahan pria itu. Namun, alih-alih membuat gestur meminta maaf, Sydney justru merebut ponsel pria itu yang tidak terkunci di sebelah mereka.
Melihat aksi Sydney, Morgan mengerjapkan mata. Jujur, dia yang awalnya kesal menjadi sangat terhibur dengan bagaimana wanita di hadapannya ini terus-menerus mengejutkannya.
“Sekarang kau mencuri ponselku?” Morgan menaikkan alis kanannya.
Sydney mengabaikan Morgan dan terus mengetik di sana.
“Bagaimana cara bunuh diri tanpa merepotkan orang lain?” Sydney menunjukkan layar ponsel ke depan wajah Morgan.
Morgan mengernyitkan dahi. “Kau ternyata gila dan bisu?”
“Ekkh!” Sydney bersuara dan menggoyangkan layar ponsel supaya Morgan menjawab pertanyaannya.
Alis tebal Morgan semakin tertaut. Matanya yang seperti elang justru bergerak memindai Sydney dari ujung kepala hingga kaki.
Saat itulah Morgan melihat baju Sydney sangat basah di bagian dada. Pria itu segera melepas jas dan memakaikannya ke bahu Sydney.
“Urus dulu dadamu yang basah,” sahut Morgan sambil mengulurkan tangan, meminta ponselnya kembali.
Sydney membelalak dan segera mengembalikan ponsel Morgan. Lalu, dia menutup rapat jas yang dipinjamkan Morgan. Pipi Sydney memerah.
‘Apa dia melihat sesuatu? Apa bajuku tembus pandang?’ batin Sydney.
Dalam sekejap, Sydney melupakan niat bunuh dirinya. Dia jauh lebih malu karena ada seorang pria yang melihatnya seperti ini.
Di saat yang sama, Sydney juga merasa hidupnya sangat ironis. Isaac sudah pergi, tetapi Sydney masih harus rutin memompa ASI setiap beberapa jam sekali. Jika tidak, beginilah keadaan dadanya.
Morgan menatap Sydney bingung. “Apa yang terjadi padamu?”
“Permisi, Tuan Morgan.” Seorang pria berbadan besar dengan pakaian serba hitam tiba-tiba saja hadir dari pintu rooftop dan menyela percakapan mereka.
Sydney dan Morgan sama-sama menoleh.
“Mohon segera turun, Tuan. Dokter membutuhkan tanda tangan persetujuan tindakan pada si kembar,” lanjut pria berwajah datar itu.
Morgan mengangguk. Wajahnya berubah menjadi lebih serius. Tanpa mengatakan apa pun lagi pada Sydney, pria bertubuh tinggi dengan punggung tegap itu pergi.
‘Si kembar?’ Sydney menyoroti kata itu dalam hatinya.
Alhasil, tanpa dia sadari, Sydney memutuskan untuk mengikuti Morgan.
Sambil melangkah, Sydney mengancingkan jas yang masih beraroma maskulin itu supaya orang lain tidak melihat dadanya yang basah.
Beberapa kali Morgan sedikit menoleh ke belakang dan melihat Sydney. Pria itu sedikit menarik salah satu sudut bibirnya. Dia baru saja melakukan tugas mulia dengan menggagalkan orang bunuh diri.
Sesuatu yang tidak sangka akan pria itu lakukan dalam hidupnya.
Di sisi lain, Sydney yang menangkap senyuman Morgan tampak bertanya-tanya. ‘Dia tersenyum? Dia pasti sedang bahagia,’ batinnya.
Kepala Sydney menunduk, sedikit iri dengan Morgan yang pasti sangat bahagia karena memiliki anak kembar. Rumah tangga Morgan dan istrinya pasti sangat harmonis, tidak seperti rumah tangganya.
Sydney teringat satu tahun lalu saat dirinya tengah berjuang melahirkan Isaac, Lucas tidak datang. Baru Sydney tahu setelahnya bahwa di malam dia melahirkan Isaac, itulah pertama kalinya Lucas tidur dengan Vienna.
Hati Sydney masih terasa sesak setiap kali mengingat itu.
Namun sekarang, tiap kali dia mengingat nama Lucas dan Vienna, hati Sydney menjadi sangat dingin.
Kebencian dalam hatinya terlalu dalam untuk hilang begitu saja!
“Tuan Morgan,” sapa seorang dokter pria paruh baya yang baru saja keluar dari ruang NICU.
Morgan menghentikan langkah di dekat dokter itu. Sementara Sydney sembunyi di balik tembok terdekat.
“Ya,” sahut Morgan singkat, siap mendengarkan penjelasan dokter.
“Jade dan Jane mengalami sindrom gangguan pernapasan karena paru-paru mereka belum matang sempurna saat dilahirkan, Tuan. Hasil tes darah mereka juga menunjukkan bahwa si kembar alergi susu sapi,” jelas dokter.
Mata Sydney melebar. Penjelasan itu membuat Sydney merasa sedikit bersalah karena sempat berpikir bahwa hidup Morgan baik-baik saja.
“Apa yang harus saya lakukan?” tanya Morgan menatap dokter, sedikit mengintimidasi.
“Saya akan mengurus paru-paru mereka, sementara Tuan bisa menandatangani persetujuan tindakan,” jawab dokter dengan lugas.
Morgan mengangguk dengan dahi yang masih mengernyit.
“Dan,” lanjut dokter. “Untuk alergi susu sapi, saya sarankan Tuan segera mencari pendonor ASI dalam dua hari.”
“Apa?!” Morgan menaikkan salah satu alisnya, tidak percaya.
“Jade dan Jane lahir prematur. Saya tidak ingin mengambil risiko dengan memberikan mereka jenis susu lain. Jadi mencari pendonor ASI adalah saran terbaik yang bisa saya berikan, Tuan,” sahut dokter sedikit membungkuk.
‘Kenapa mereka butuh pendonor ASI? Memang ke mana ibu mereka?’ tanya Sydney dalam hati sambil mengernyitkan dahi.
“Beberapa mantan anggota Echelon Vanguard sudah menandatangani kontrak dengan perusahaan lain, aku tidak bisa membujuk mereka kembali,” lapor Jerry begitu ditemui di paviliun belakang mansion Ravenfell. Morgan mengernyitkan dahi. Tatapan lurus itu menajam. “Bukan karena kau yang kehilangan wibawa hingga mereka tidak mendengarmu lagi?” tuding Morgan curiga. Morgan mencengkeram gelas yang ada di atas meja. Sementara Jerry dengan santai meneguk air dalam gelas lebih dulu. Sengaja membiarkan Morgan menunggu lebih lama. “Mungkin saja begitu,” sahut Jerry sambil mengedikkan kedua bahunya. “Kewibawaan itu pergi bersama kejantananku.” Jerry mencondongkan tubuh ke depan. “Tapi anehnya, ternyata setelah kejantananku dikebiri, setiap pagi aku masih merasakan seolah bagian itu masih ada di sana dan tengah berdiri tegak, Morgan!” Morgan menajamkan tatapannya pada Jerry. “Aku sedang bicara serius, Jerry!” tegur Morgan sambil mengepalkan tangan. “Terserah apa kesulitanmu, yang aku tahu perj
Irene tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya. “Setelah memikirkannya baik-baik, aku tahu kalau sebenarnya kalian adalah orang baik. Tidak ada alasan bagiku untuk mendendam lagi,” tukas Irene melanjutkan. Sydney membalas senyum Irene. Kedua wanita itu banyak berbincang bersama dan saling memberi kabar. Bahkan Chessa tampak senang dalam gendongan Sydney. Bayi perempuan itu memeluk Sydney dengan erat. Morgan yang baru saja kembali bersama Ken tertegun melihat itu. “Tuan Morgan, Ken,” sapa Irene seraya sedikit membungkuk sopan. Morgan mengangguk. “Kau mau menggendongnya?” tawar Sydney, lebih ceria dari sebelum Morgan meninggalkannya. Morgan tersenyum tipis. Itu menandakan pertemuan Sydney dan Irene berjalan baik. Chessa mengangkat tangan ke arah Morgan dengan mata berbinar. “Pa!” seru Chessa antusias. Morgan menegang. Mendengar Chessa memanggilnya seperti itu, justru mengingatkan kesalahan pria itu yang sudah mengeksekusi Chester. “Tuan Morgan bukan Papa, Sayan
“Negara Suri?” ulang Sydney terperangah. “Kau akan–”Morgan meremas tangan Sydney pelan.“Jangan menyebutnya di sini. Banyak mata yang melihat dan telinga yang mendengar.” Morgan memotong ucapan Sydney.Sydney spontan menutup mulutnya rapat-rapat.Negara Suri adalah negara terjauh dari dari Highvale.Bahkan masih termasuk negara berkembang karena pemerintahnya tidak banyak melakukan pembangunan.Tiba-tiba Sydney kembali merasa gelisah.Wanita itu menelan ludah dengan sudah payah.Morgan segera bangkit dari duduknya.“Kami pergi dari sini,” tukas Morgan dengan tegas.“Ayo, Darling.” Pria itu menggenggam tangan Sydney kuat.Walaupun masih bingung, Sydney mengikuti permintaan suaminya.Morgan menarik Sydney menjauh dari orang tua Nirina.“Tuan Morgan,” panggil Simon tidak kalah tegas.Simon sengaja menggunakan sapaan Tuan lagi, supaya Morgan memahami betapa dia menghormati pria itu walaupun berusia lebih muda darinya.Morgan menghentikan langkah, begitu pula Sydney.Saat Sydney menoleh k
Di ruang tamu VVIP, semua interiornya terlihat lebih elegan dan mewah dengan sentuhan budaya yang tidak begitu Sydney pahami.Hanya ada beberapa orang di sana, dan semuanya menoleh ketika Sydney masuk ke area itu.Mereka melihat ke arah Sydney dan Morgan sambil tersenyum sopan.Sydney membalas senyum itu sambil sedikit mengangguk.“Tuan Morgan, Nyonya Sydney,” sapa seorang wanita paruh baya yang melangkah mendekat bersama suaminya.Mereka adalah Simon dan Abigail.Abigail memeluk Sydney dan mencium kedua pipi wanita itu.Sementara Simon menjabat tangan Morgan.“Terima kasih sudah mengundang kami ke area VVIP,” ucap Morgan.“Tidak perlu berterima kasih. Nyonya Sydney adalah kakak sepupu mempelai pengantin pria, seharusnya menantuku itu sejak awal memasukkan nama kalian ke dalam daftar tamu VVIP,” sahut Abigail yang terus tersenyum.Mereka duduk bersama di satu meja bundar yang sama.Meja paling depan yang dekat dengan akses ke pelaminan utama.Orang kalangan atas sering terlihat hidup
Malam harinya, Morgan meminta Ken untuk memeriksa kondisi Sydney sebelum mereka berangkat ke pesta pernikahan. “Beberapa jam lalu aku baru diperiksa. Itu pun atas permintaanmu, Honey,” ucap Sydney sambil membiarkan Ken mengecek tekanan darahnya. “Kondisimu bisa saja berubah sewaktu-waktu,” sahut Morgan yang berdiri di sisi sofa. Sydney duduk di sofa itu, sementara Ken duduk di sebelahnya. “Kalau bisa, dia pasti ingin aku memeriksamu setiap detik, Sydney,” desis Ken penuh sarkasme. “Atau bahkan, dia akan masuk jurusan kedokteran supaya bisa memeriksamu sendiri,” lanjut Ken. “Lalu, dia akan mengambil alih Rumah Sakit Terasehat.” Morgan mengangkat salah satu alisnya. “Ide bagus.” Ken hanya memutar bola mata, tidak menjawab lagi. Sydney tertawa renyah. “Apa kau juga menyediakan seorang dokter di tempat pengungsianku?” tanya Sydney pada Morgan. Niat awalnya, Sydney hanya ingin mencairkan suasana. Namun ucapannya berhasil membuat Morgan terdiam. “Belum,” jawab Morgan penuh penye
Acara pemberkatan pernikahan Timothy dan Nirina dilaksanakan pagi hari. Karena belum sempat ke hotel, Sydney dan Morgan langsung menghadiri pemberkatan itu di gereja. Dengan gaun sederhana dan riasan tipis, Sydney tetap memancarkan aura kecantikan yang kuat. “Kau datang!” seru Nirina sambil memeluk Sydney. Wanita dengan gaun pengantin itu bahkan meloncat kegirangan di depan Sydney. “Terima kasih, Kak Sydney dan Kak Morgan!” Timothy tersenyum lebar di sebelah Nirina. “Adik sepupu dan sahabatku jatuh cinta, lalu menikah. Bagaimana bisa aku tidak datang?” Sydney tertawa pelan. “Selamat atas pernikahan kalian,” ucap Morgan sambil tersenyum tipis. “Ya, selamat atas pernikahan kalian. Siapa sangka ternyata kalian berjodoh?” Sydney menambahkan. Pipi Timothy dan Nirina memerah malu. “Kalian berdua saja?” tanya Nirina, mata pengantin wanita itu terus berbinar. Ken muncul dari balik punggung Morgan sambil melambaikan tangan. “Perkenalkan, aku anak pertama Morgan dan Sydney,” sahut K