Share

BAB 23

Author: Fredy_
last update Last Updated: 2025-07-14 09:35:05

Leo berdiri mematung.

Papih Arlene tahu soal proyek Berlin? Bahkan tahu kalau proyek itu adalah bagian dari janjinya untuk Zoya?

Matanya menyipit, menatap tajam Arlene yang kini tengah tersenyum kecil—senyum kemenangan yang memuakkan.

Dari dulu wanita itu memang bukan wanita sembarangan. Manja, dominan, dan terlalu percaya diri seolah dunia hanya punya dua pilihan—tunduk padanya atau kalah darinya. Arlene anak tunggal dari Budiman Surya, konglomerat senior yang tak segan menggunakan pengaruh untuk membersihkan jalan anak semata wayangnya.

Pernah suatu waktu—saat mereka masih sama-sama lajang—Leo menolak undangan pesta ulang tahun Arlene. Esoknya, dua ajudan kekar berdasi gelap datang menjemputnya paksa. Dan ketika Leo mencoba meminta tolong pada ibunya, jawaban yang ia dapat sungguh menyakitkan.

"Leo, My Son ... ikut saja. Pesta ulang tahun kan cuma setahun sekali, nggak setiap hari. Kalau kamu tidak datang, proyek kita di Meikarni akan dibekukan. Tolong Mama Papa, ya."

Seketika itu j
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
yaahhh kok si Leo gag punya power buat lawan si arlene sih
goodnovel comment avatar
Apri Yani
apa mama mat yang ngasih tau papa anlene
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Berharap nay ketemu lagi sama pak bos ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 233

    Warung kecil itu berdinding papan dengan cat yang sudah pudar dimakan panas dan hujan. Di depannya, pepohonan berjajar sejauh mata memandang, hijau dan tenang. Jax duduk di bangku kayu panjang, satu kaki ditekuk, satu lagi menjuntai, secangkir kopi hitam mengepul di tangannya. Sudah dua hari ia berada di kota itu. Jauh dari Jakarta. Jauh dari Pulau Jawa. Sebuah kampung yang namanya bahkan ditulis sangat kecil di peta. Di sinilah ia berniat memulai hidup baru—tanpa geng motor, tanpa kejaran polisi, dan segala kenangan tentang Nayla yang terus menggeram di belakang tengkuknya. Televisi kecil di sudut warung menyala, gambarnya sedikit bersemut. Pembawa berita siang itu berbicara datar. Jax menyeruput kopi, pahit dan panasnya lambat-lambat. “Pemirsa..." Tangan Jax berhenti di udara. “Diduga ibunya telah menjadi korban malpraktik, CEO Graha Utama, Leonard Prakasa Utama, menyatakan siap membawa kasus yang melibatkan salah satu rumah sakit besar di Jakarta ke ranah hukum.” Jax menurunk

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 232

    Pagi itu, Nayla terbangun dengan wajah bengkak, dan badan pegal. Seolah seluruh tubuhnya belum sepenuhnya siap kembali ke dunia. Matanya terbuka, tapi kepalanya masih berat. Ada rasa mual tipis yang menggantung sejak semalam—bukan yang membuatnya ingin muntah, tapi cukup untuk membuat dada tak nyaman. Setelah Leo pergi ke rumah sakit, ia memaksakan diri tidur, menutup mata sambil berulang kali menarik selimut, berharap kelelahan bisa mengalahkan pikiran yang berisik. Ia berhasil tidur, meski harus bangun dengan kondisi seperti orang kurang tidur. "Mama..." batin Nayla begitu kesadarannya terkumpul. Nayla bangkit perlahan, menahan perutnya dengan telapak tangan. Ia mengintip ponsel di atas nakas, layar menyala memantulkan wajahnya yang kusut. Tidak ada pesan baru. Tidak ada panggilan tak terjawab. Tidak ada nama Leo. Nayla menghembuskan napas pelan, berusaha menenangkan diri. Ya, suaminya itu pasti sibuk, pikirnya. Mama masuk ICU. Leo pasti sedang jungkir balik mengurus segalanya

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 231

    Siang itu, ruang dokter ICU terasa sempit. Bukan karena warna dinding yang sedikit gelap, melainkan karena keheningan yang menggantung terlalu berat. Leo berdiri tegak di depan meja, kedua kakinya terbuka sedikit, seperti seseorang yang sedang menahan diri agar tidak melangkah lebih jauh dari batas kesabarannya. Dua orang dokter berdiri di seberangnya. Satu dokter jaga ICU, satu lagi dokter paru. Map rekam medis terbuka di tangan mereka. “Kondisi Ibu Matilda masih kritis,” ujar dokter jaga akhirnya, memecah keheningan. “Kami sudah melakukan stabilisasi awal. Saat ini beliau menggunakan ventilator.” Leo mengangguk singkat, satu kali. “Saya sudah tahu," katanya. “Yang sekarang saya ingin tahu, kenapa ibu saya bisa masuk ICU?" Dokter paru menghela napas pelan. “Ibu Matilda memiliki riwayat autoimun dan gangguan paru. Serangan seperti ini bisa datang mendadak, Pak. Kadang tanpa gejala awal." Leo mengencangkan rahangnya. “Tanpa gejala, ya?" ulangnya. “Kemarin siang sampai sore, ibu sa

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 230

    Adrian melesat di lorong rumah sakit seperti bayangan yang dikejar suara sendiri. Langkahnya cepat, nyaris berlari, kepala menunduk, napasnya tak beraturan. Setiap detik terasa terlalu panjang, setiap lampu lorong seperti mata yang mengawasi.Begitu pintu darurat tertutup di belakangnya, udara malam menghantam wajahnya. Ia menyambar helm, menyalakan motor besar itu tanpa ragu. Suara mesin menggeram rendah—lalu melengking—seolah ikut memuntahkan amarah yang ia pendam. Adrian melaju, membelah malam, meninggalkan rumah sakit.Dadanya berdebar kencang. Iri. Dengki. Dua perasaan itu bergantian menghantam, menutup ruang bagi sepercik rasa bersalah. Wajah Matilda sempat melintas, tapi cepat ia tepis. Ia malah memilih mengingat hal yang lain. Nama Leo. CEO Graha Utama. Sepupu yang ia anggap terlalu beruntung.Namun suara Matilda kembali bergulung di telinganya, makin lama makin jelas.“Apa nggak kepikiran buka praktik sendiri, Dri?”“Aunty punya tanah di Surabaya…”Adrian menggertakkan gigi.

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 229

    Rumah sudah tenang ketika Nayla dan Leo akhirnya berbaring. Lampu kamar diredupkan, menyisakan cahaya hangat dari lampu tidur di sisi ranjang. Leo menghela napas panjang, seperti baru saja menurunkan batu tak kasatmata dari kepalanya—seharian rapat yang berlapis-lapis membuat pelipisnya berdenyut.Ia meraih Nayla, mendekat tanpa kata. Bibirnya menyentuh leher Nayla, mencium pelan aroma sabun mewah yang masih tertinggal di kulit istrinya. Hangat, akrab, dan sangat menenangkan. Nayla memejamkan mata, membiarkan Leo berlama-lama di sana.Tangan Leo menyusup ke balik kain lingerie hitam Nayla. Merayapi pinggang wanitanya yang ramping, dan merambat naik menyusuri rusuknya sebelum meremas lembut dadanya. Nayla menahan napas. Sentuhan-sentuhan Leo selalu memabukkan dirinya.Namun ketika Leo mengangkat wajahnya dan bibir mereka hampir bertemu, Nayla mendadak menegang.“Aku mual, Leo…” ucapnya lirih.Leo segera menarik wajahnya, alisnya berkerut. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, meng

  • Ibu Susu Polos Pak Boss   BAB 228

    Jarum suntik telah menembus selang infus. Tekanan kecil sudah diberikan—nyaris tak terlihat—saat cairan bening itu mulai bergerak, bercampur perlahan dengan aliran yang seharusnya menyelamatkan. Lalu suara itu terdengar. “Adrian…” Gumaman pelan, serak, seperti nama yang tak sadar terseret keluar dari mimpi. Tangan pria itu membeku. Jarinya refleks melepas tekanan. Napasnya tersangkut di tenggorokan, dadanya naik turun satu kali. Ia menurunkan tangan perlahan, seolah takut suara sekecil apa pun bisa merobek keadaan. Di ranjang, kelopak mata Matilda bergerak. Tak sepenuhnya terbuka, tapi cukup hidup untuk mengenali. “Adrian, kan?” suara itu lirih, namun pasti. “Kamu mau jenguk Aunty, ya?” Tak ada jawaban. Matilda tersenyum tipis, senyum orang tua yang mengenali anaknya bahkan dalam gelap. “Kok diam? Malu ya jenguk nenek-nenek,” katanya pelan. “Biar kamu nggak pakai seragam dokter, muka ditutup masker, jaket gede... Aunty bisa tahu itu kamu... bukan demit." Ia menelan ludah, na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status