“Aah … terus, Ryu!”
Desahan dan erangan dari kamar hanya bisa membuat Visha tersungkur. Bisa-bisanya, sang kekasih justru bercumbu dengan wanita lain di siang bolong ini.
Tak kuasa menahan emosi, Visha memutuskan untuk mendobrak pintu di depannya.
“Apa yang sedang kalian lakukan?!”
Pemandangan yang terhampar tepat di depannya seketika membuat Visha mual. Kekasih yang dicintainya, sedang berada di atas wanita lain, dan keduanya tak menggunakan sehelai benang pun di tubuh mereka.
“Sa.. sayang kamu sudah pulang?”
Sapaan sang kekasih bukan membuat Visha senang, justru semakin membuatnya marah. Di saat seperti itu, sang kekasih masih sempat untuk menyapanya?
Bahkan, pria itu tak sadar jika wanita yang bersamanya terlihat panik sembari memakai satu persatu pakaiannya.
“Gila ya, kamu? Delapan tahun hubungan kita kamu rusak begitu saja cuma karena wanita ini? Dia sahabat aku sendiri, Ryu!”
Tak menghiraukan kekasihnya, Visha memutuskan untuk tak menahan emosinya, maniknya yang mulai memerah menatap sang kekasih.
“Sayang, aku bisa jelasin semuanya … kamu tenang dulu,”
Jawaban dari kekasihnya, seolah meruntuhkan dinding yang sedari tadi menahan dirinya untuk tak meledak. Tenang? Orang gila mana yang bisa tenang ketika melihat kekasihnya sendiri memadu kasih dengan sahabatnya sendiri?
Visha memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Awalnya ia berpikir semakin lama hubungan justru akan membuat pasangan semakin setia, tetapi ternyata tidak untuk kisah asmaranya.
Padahal, selama ini ia sudah sangat berusaha untuk menjaga nama baik pria itu di hadapan orang tuanya, karena mereka tidak pernah setuju dengan hubungannya dengan Ryu. Tetapi, ia yang awalnya sangat yakin mereka akan mendapatkan restu, seketika kandas.
“Aku sama Luna nggak punya hubungan apapun, Sha.” jawab Ryu santai.
“Oh, kalau gak ada hubungan, kamu bayar dia, gitu!?”
“Visha sabar dulu, aku itu cuma ….”
“Cuma apa? Khilaf? Klasik!” Visha sangat alergi mendengar kalimat yang seperti itu, setiap orang yang kepergok melakukan kesalahan pasti akan berlindung dengan sebutan itu. “Berapa kamu bayar dia?” sambungnya lagi.
“Sha!”
“Aku tanya berapa kamu bayar dia brengsek!”
Visha meraih cake yang belum tersentuh di meja, hendak melemparkannya pada perempuan itu. Namun, dengan cepat Ryu langsung meraih tangan Visha sehingga cake itu terjatuh.
Ia tidak berhenti sampai di situ, tangan Visha justru kembali mengambil segelas minuman, tetapi lagi-lagi Ryu menghalangi.
Tar!
Sebuah Vas bunga berhasil Visha lempar ke dinding hingga isinya berserakan di lantai, bahkan kacanya hampir mengenai perempuan itu.
“Cukup Sha, jangan hancurkan lagi,” serunya.
“Hancur? Kamu pikir hatiku nggak hancur, justru aku jauh lebih remuk. Delapan tahun kita bersama, ternyata ini balasannya!”
Visha sama sekali tidak habis pikir, sahabat yang seharusnya ia percaya untuk mengawasi kekasihnya itu di saat mereka sedang dalam fase hubungan jarak jauh, justru menikamnya dari belakang.
Hati Visha sungguh dibuat remuk redam. Awalnya ia berniat untuk memberi kejutan ulang tahun ke sang kekasih, sehingga Visha sengaja pulang tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Ia bahkan sudah menyewa restoran untuk mereka melepaskan rasa rindu.
“Kalian keterlaluan …” ucap Visha perlahan, tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya.
Dengan wajah yang basah karena penuh dengan air mata, Visha memilih untuk keluar dari rumah yang telah menjadi saksi kelaknatan kekasihnya. Namun, tiba-tiba sebuah suara pria yang berbeda dari Ryu mengejutkannya.
“Em… Mbak, maaf kalau ganggu nangisnya … tapi, ini handphonenya tadi ketinggalan di mobil,” ucap seorang pria sembari menyerahkan ponsel milik Visha yang bahkan dirinya tak sadar telah menghilang.
Pria itu adalah driver taksi online yang tadi dia pesan untuk mengantarkannya.
“Siapa dia, Sha?” tanya Ryu tiba-tiba, melihat Visha sedang bersama pria lain. Terlebih, ketika sadar ada ponsel Visha di tangan sang pria.
Visha yang sudah tak ingin berlama-lama di tempat itu, kembali menjauhi Ryu. Dia sudah jenuh, dan tak ingin berurusan lagi dengan pria yang mengkhianatinya.
“Bukan urusan kamu!”
Tapi, Visha tersadar ketika Mata Ryu menelisik pria di sampingnya dengan tajam dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Seketika, Visha juga melihat manik Ryu yang menggelap karena amarah.
Visha terkejut saat tiba-tiba, Ryu menarik pergelangan tangannya dengan kencang.
“Jawab dulu pertanyaanku, Sha. Siapa pria ini?” tanya Ryu lagi.
Visha yang sudah tersulut emosi sejak tadi, langsung melepaskan cengkraman Ryu. “Lepaskan! Jangan sentuh aku dengan tangan kotor kamu itu, Ryu!”
“Oh, apa justru kamu yang selingkuh, ya? Jadi ini pria baru kamu? Kamu menuduh aku selingkuh, tapi justru kamu duluan yang main api?”
Ucapan Ryu, seolah menjadi bensin untuk api membara dalam dada Visha. Besar keinginan Visha untuk menghajar Ryu detik itu juga. Namun, Visha justru memilih untuk mengikuti alur permainan mantan kekasihnya.
“Iya! Tujuan aku ke sini untuk mengabarkan kalau aku sudah dijodohkan dengan pria ini. Kami akan menikah akhir bulan ini. Tadinya aku mau putus baik-baik, tapi kamu justru merusak semuanya!” Visha pun merangkul lengan pria tersebut, tak peduli dengan ekspresi pria di sampingnya yang sedikit panik.
“Tidak mungkin, kamu pasti berbohong kan, Sha!”
“Terserah kamu mau percaya atau nggak, tapi, hubungan kita selesai disini. Ayo, Mas, kita pulang!”
Ia melihat wajah Ryu yang sudah seperti kepiting rebus, saat ia menggandeng tangan driver itu dan pergi meninggalkannya.
**
Di sepanjang perjalanan menuju rumahnya, baik Visha maupun sang driver diam seribu kata. Meskipun Visha sadar bahwa sang driver sesekali mencuri pandangan ke arahnya, Visha bersyukur karena pria itu tak peduli dengan Visha yang masih sesekali menangis.
Sesampainya di rumah, Visha menghentikan sang driver sebelum pria itu pergi.
“Mas, makasih ya tadi sudah bantu, tapi … apakah masnya sudah punya pasangan?” tanya Visha.
“Umm… belum, Mbak.” jawabnya gugup.
Sejujurnya, Visha cukup terkejut, karena pria itu terlihat terlalu tampan untuk menjadi supir. Dia bahkan sudah bersiap untuk minta maaf jika ternyata si driver sudah memiliki istri, dan justru disuruh berperan seperti tadi.
Saat itu, Visha mulai merasa gugup, bingung untuk mengatakan permintaan yang akan dia lontarkan. Tapi, Visha membutuhkan pria ini, terlebih sang driver sudah terlanjur masuk ke sandiwaranya.
“Kalau begitu … nikah sama saya gimana, Mas?”
“Ka_kamu kenapa belum tidur?”Ehsam mencoba tersenyum pada Visha, ia melihat mata istrinya itu sudah sangat lelah, namun kenapa dia justrubelum tidur? Atau se benarnya sudah terlelap tapi malah terbangun olehnya. “Aku nunguuin kamu dari tadi.” Visha lalu merapatkan tubuhnya ke Ehsam. “Gimana Marcel? Dia baik-baik aja, kan?” sambungnya.Ehsam mengangguk pelan, sambil menjauhkan tanganya yang terluka agar tidak tersenggol oleh Visha yang kini memeluknya erat.“Syukurlah kalau begitu, aku lega mendengarnya.”“Iya, aku juga.”Visha tersenyum senang mendengar kabar itu dari Ehsam, sejak kepergian Ehsam untuk menemui Marcel benar-benar membuatnya sangat khawatir. Selain mencemaskan perasaan saudara suaminya yang sedang patah hati itu, Visha juga takut, kalau seandainya mereka berdua yang justru bertengkar, karena salah paham.Melihat suaminya itu kini pulang selamat tanpa ada bekas luka, sungguh membuat Visha sangat bersyukur. Tangan Visha mengusap wajah Ehsam secara perlahan, menikmati se
Ehsam melihat Marcel yang langsung berdiri dari tempat duduknya, sambil mengepalkan tangan dengan kuat. Matanya juga dipenuhi kabut amarah yang menyala. “Sudahlah, aku tidak apa-apa.” Ehsam mencoba meredam emosi yang ada dalam diri sahabatnya itu. Ia tahu betul, bagaimana pria itu jika sudah emosi, tapi menurutnya ini bukan saatnya untuk Marcel ikut campur. Lagipula yang dia hadapi hanya bocah yang sedang bermain layaknya seorang bos besar. Sungguh bukan tandingan Marcel. Jadi, Ehsam pikir buat apa diladeni orang yang seperti itu. Sama sekali tidak ada untungnya. “Apa yang melakukannya itu pria brengsek, mantan kekasih dari istrimu?” tebak Marcel kemudian. “Bukan! Tapi orang suruhannya.”Tangan Ehsam meraih kotak obat yang ada di laci, kemudian ia pun mulai menyiramkan cairan antiseptik ke telapak tangannya sendiri. “Apa? Orang suruhan? Berani sekali dia menyuruh orang untuk melukaimu seperti ini.” Marcel kemudian membantu Ehsam mengobati lukanya, sebenarnya Ehsam menolak tapi,
Ehsam meringis sambil memegangi perutnya yang baru saja terkena pukulan, untung saja wajahnya yang tampan itu tidak sampai mencium lantai, saat tubuhnya tersungkur. Kalau sampai hal itu terjadi, entah bagaimana ia mengatakannya pada Visha saat pulang nanti.Lagipula saat ini pikirannya benar-benar sangat kacau, karena memikirkan sahabatnya itu yang belum tahu di mana keberadaannya. Sehingga ia sama sekali tidak berpikir jika orang suruhan Ryu itu akan memukulnya.‘Sialan. Bisa-bisanya di saat seperti ini, aku malah diajak main-main dengan bocah ingusan, ck!’ pikir Ehsam, sambil berdiri.Ehsam menautkan tangan sambil membunyikan tulang di ruas-ruas jemarinya. “Aku tidak ada waktu untuk bermain sama beruang! Jadi, ayo sini kembalikan kunci mobil itu, atau kamu akan menyesal.”Pria bertubuh besar itu lantas tertawa terbahak-bahak, mendengar ucapan Ehsam yang seakan meremehkannya. Dia lalu meletakkan kunci itu di atas atap sunfroof mobilnya.“Ambil saja sendiri, itupun kalau kamu bisa m
Setelah mengambil motornya yang Ehsam parkiran di mall untuk mengantar Visha pulang, akhirnya ia pun kembali ke mansion.Ehsam sangat khawatir dengan kondisi sahabatnya itu, sejak kejadian di restoran jepang tadi. Pikiran Ehsam semakin kalut, ketika tidak mendapati mobil pria itu di basement. Itu bertanda jika Marcel belum menginjakkan kakinya kembali, sejak ia pergi meninggalkan mansion. “Ck! Nggak aktif lagi nomornya.” Ehsam mencoba menelpon ke nomor handphone lain milik Marcel, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara benda bergetar yang terletak di dekat meja laptop, tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Sial. Dia juga tidak membawa handphonenya yang ini lagi.” Ehsam terlihat sangat frustasi, ia benar-benar cemas dengan kondisi mental Marcel.Ehsam paham betul, pria itu pasti sangat malu sekali. Atau bahkan mungkin rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi. Ketika mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, tapi justru ditolak mentah-mentah begitu saja. Ehsam menjatuhkan
Visha bingung, melihat Ehsam yang masih mematung, bahkan tangannya yang berada di area itu tidak bergerak. Membuatnya sedikit jengah, apa miliknya tidak sebanding dengan perempuan tadi, kah? Jujur saja melihat ada perempuan yang tiba-tiba menghampiri, serta melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata membuat darahnya menjadi mendidih. Apalagi saat, dengan sengajanya perempuan gila itu menggesekkan bagian dadanya ke lengan suaminya ini. Rasanya ia ingin sekali menjambak, serta menendangnya dari sisi Ehsam. Namun, nyatanya ia hanya bisa terdiam melihat adegan tersebut. Tanpa melakukan apapun, tidak saat ketika ia memergoki mantannya yang sedang asik bercumbu. Di sisi lain, ia juga bersyukur jika Ehsam juga merasa tidak nyaman atas kehadiran makhluk astral itu. Ia juga melihat beberapa kali Ehsam sudah mencoba untuk menghindar dari makhluk itu. Tadinya Visha ingin melakukan hal ini ketika mereka kembali berada dalam mobil, Visha ingin Ehsam melupakan pesona dari tubuh perempuan ya
Ehsam melihat kepergian Marcel dengan perasaan yang tak bisa digambarkan, tadinya ia memang sangat marah kenapa Marcel membiarkan perempuan yang bersamanya itu bisa sampai ke tempat meja. Kenapa dia tidak menjagainya dengan baik, atau bila perlu segera mengajak pergi perempuan itu dari sini. Namun, saat melihat bagaimana dia menebus kesalahannya di depan semua orang seperti tadi, bahkan sampai mempermalukan dirinya sendiri. Ia merasa jadi tidak enak hati, kobaran api yang sudah menggunung itu tiba-tiba lenyap, yang tersisa kini hanya perasaan sedih sekaligus khawatir atas Sepeninggalan pria itu dari ruangan ini.Ehsam menghela nafas dalam, tenggorokannya kini terasa pahit. Ia jadi ikut merasakan, apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia tidak tahu pasti, itu semua hanya sandiwara semata yang dibuat oleh Marcel, agar rencana mereka tidak ketahuan oleh Visha dan Clarie. Atau memang sebuah pengungkapan, untuk semua perasaan yang terpendam selama ini.Jika semua hanya rekayasa, agar d