Share

10.

Rani bahkan tidak menyangka bagaimana pertanyaan bodoh itu bisa keluar begitu saja dari mulutnya sendiri. Tentu saja sekarang wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Sebenarnya Ron ingin tertawa, ada juga gadis secantik dan sepintar Rani tetapi polosnya minta ampun.

"Apakah kamu keberatan kalau aku ingin bersamamu?"

"Tidak ... tidak bukan begitu maksudku?"

"Lalu?"

"Aku hanya mengkhawatirkan nantinya Azlan akan kembali melukaimu?"

"Jadi kamu mengkhawatirkan aku?"

"Tidak juga," jawab Rani.

"Jadi maksudmu bagaimana?" sergah Ron sedikit geram. Geram pura-pura tentu saja.

"Ya, mau bagaimana lagi. Kita terjebak dalam posisi yang sulit. Calon suamiku menikah dengan sahabatku dengan menggunakan identitasku. Otomatis aku dikenal sebagai istri seorang Azlan Bagaskara. Kau tahu itu? Itu artinya aku harus menjaga jarak denganmu, supaya kamu tidak dianggap pembinor," jelas Rani begitu lancar.

"Bukankah itu bagus?" Ron bertanya tentang hal yang tak masuk akal. Bagaimana bisa pria itu menyebut pembinor sebagai sesuatu hal yang bagus.

"Kamu pikir aku mau dihujat satu negara?" tanya Rani dengan nada kesal.

"Itulah kamu, terlalu sibuk memikirkan penilaian orang lain sampai tidak sempat memikirkan diri sendiri."

"Kamu juga tidak punya solusi untuk masalahku ini, 'kan?"

"Aku berpikir melarikan diri itu sangat bagus. Namun kamu tidak mau. Ya sudah, ku turuti maumu untuk tetap mengabdi pada Bagaskara."

"Kamu tidak tahu rasanya jadi aku, Ron. Aku mulai mual mendengar nama itu. Bahkan aku mengukir nama itu dengan darah, supaya kelak bisa menjadi sebuah peringatan bagiku."

"Aku juga habis pikir dengan Angela. Dia mengaku sebagai temanmu, bagaimana mungkin mereka bisa bersama dalam waktu yang agak lama tanpa seorang pun tahu?"

"Angela Parker bukan orang sembarangan. Bisa jadi mereka sudah bersekongkol untuk melakukan ini," kata Rani. Mata perempuan itu menerawang kembali masa-masa persahabatan dirinya dan Angela. Begitu indah dan manis.

Rani sendiri sudah merelakan Azlan. Namun, baik Azlan maupun Angela tetap tidak ingin melepaskannya. Seolah-olah mereka takut tidak bisa menyakitinya lagi. Keduanya sama-sama mantan yang tidak tahu diri.

Tak terasa perjalanan keduanya sudah sampai di rumah Ron.

"Kamu mau tinggal di sini atau apartemen?"

"Aku akan membersihkan diri di rumahmu. Setelah itu pulang." Ron mengangguk.

Pria itu dengan setia menemani Rani. Rani memang sangat pintar menyembunyikan rasa putus asanya, tidak ada yang tahu tentang hal itu.

Setelah selesai membersihkan diri, Ron memanggil Rani untuk datang ke meja makan.

"Kita bahkan melupakan bahwa tubuh ini juga butuh asupan gizi supaya bisa melawan mereka," Kelakar Ron sembari tertawa begitu renyah.

Rani tersenyum dan mulai menyendok makanan yang disajikan. Gadis itu menjadi sangat irit bicara. Hanya tersenyum dan mengangguk. Ron tidak tahu apa yang terjadi di kamar mandi. Apakah wanita-nya itu sudah terlalu letih atau merenungi nasipnya kembali.

Tok tok tok.

Suara ketukan di pintu membuat keduanya saling berpandangan. Ron memang tinggal sendiri di kota ini. Jarang ada orang yang mengunjunginya, jadi dia merasa heran ketika ada orang mengetuk pintu rumahnya.

Ketukan di pintu kembali terdengar, Ron dan mengintip. Sejenak dia terpaku melihat siapa yang datang. Ingin membuka pintu takut sesuatu akan terjadi di rumahnya. Tentu saja dia tidak mau keributan besar terjadi. Itu jelas mencoreng nama baiknya. Sekali lagi ketukan itu terdengar.

"Kenapa tidak dibuka?"

Ron menoleh dan mendapati Rani sudah ada di belakangnya. Ron malah meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya. Justru hal itu membuat Rani semakin penasaran.

"Aku tahu kamu ada di dalam, Ron. Sampai kapan kamu bertahan tidak mau membukakan pintu untuk Nyonya Bagaskara."

Rani berjingkat kaget. Dia menebak itu adalah Selin. Namun, kalau Selin tidak akan norak seperti itu. Perlahan dia singkirkan tangan Ron yang menghalanginya. Rani ingin membuka pintu. Ya, ini kesempatan bagus untuk berbicara dengan salah satu Nyonya di Bagaskara. Entah Selin ataupun Angela bagi Rani tetap sama saja. Dia harus segera bicara. Sebelum dirinya benar-benar terjebak dalam permainan mereka. Dia akan membuat dirinya yang mengendalikan permainan bukan dikendalikan oleh mereka.

Krieet.

Pintu pun terbuka. Sesosok wanita cantik dandanan sangat berkelas pun terlihat di mata Rani. Wanita itu tersenyum sinis dan segera mendekat ke arah Rani.

Plak.

"Itu adalah peringatan pertama untukmu karena sudah berani menggoda suamiku!"

Plak.

"Dan ini adalah karena kamu berniat merebut suamiku!"

Rani mengelus pipinya yang terasa panas. Baru saja Angela mengangkat tangan untuk menamparnya, tangan Rani sudah terlebih dulu menampar wanita tidak tahu malu itu.

Plak. Plak. Plak.

Tamparan tiga kali dengan tenaga yang lumayan keras membuat Ron yang melihatnya ikut memegangi pipinya sendiri.

"Dasar jalang!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status