Selesai makan, Lazia beranjak pergi ke ruang tamu untuk menonton drama kesukaannya. Pukul 19:11, saat-saat dimana Lazia sedang menghayati drama yang berada di televisi tersebut. Tiba-tiba lamunan Lazia tentang drama itu buyar, setelah ketukan pintu kuat terdengar jelas dari luar.
Tok, tok...
"Iya-iya tunggu"
"Siapa si malam-malam gini datang kerumah gue." gumam Zia sembari berjalan kearah pintu.
Klek!
Ternyata itu ketukan pintu dari Fabio. Dengan menggunakan sarung dan juga membawa sebuah buku sembari tersenyum lebar.
"Aaa!" teriak Zia kaget lalu menutup kembali pintu itu.
"Loh kok malah ditutup lagi? Bukain dong pintunya"
"Hello!" ucap Fabio lalu mengetuk pintu.
"Gawat ... Itu 'kan Fabio. Dia pasti mau nagih hutang sama gue," gumam Zia ketakutan sembari bersandar di pintu.
Tok, tok!
"Iya-iya," teriak Zia.
Klek!
"Hy!" sapa Fabio tersenyum sembari melambaikan tangan lalu berjalan masuk kedalam.
"Loh, gue belum izinin lo masuk!" balas Zia lalu berjalan menghadang Fabio sembari merentangkan kedua tangannya.
Fabio dengan senyum kecut. "Emangnya gue harus banget gitu minta izin dari lo?"
"Iya harus! Gu-gue 'kan yang punya rumah!" balas Zia dengan masih merentangkan tangannya sembari memajukan bibirnya.
"Dasar aneh!" ledek Fabio tersenyum sembari menepis lembut tangan Zia lalu duduk di sofa.
Lazia menutup pintu lalu berjalan dengan emosi kearah Fabio yang sedang menonton televisi.
"Sebenarnya lo ngapain kesini?" bentak Zia.
"Ada apa ini ribut-ribut," Sopandi keluar dari kamarnya.
"Oh ... Ada na, Fabio toh! Pantesan aja Lazia semangat, kedengaran sampai kedalam soalnya," kata Sopandi tersenyum.
"Iya om," sahut Fabio terkekeh.
"Ayah gimana, si?! Lazia itu lagi marah ayah ..." geram Zia. Namun Sopandi menghiraukannya.
"Om, masuk lagi, ya." kata Sopandi tersenyum kepada Fabio dan berjalan masuk ke kamarnya.
"Iya om," sambung Rangga tersenyum lalu melihat kearah Zia yang sedang kesal.
"Hy Zia"
"Gue mau jawab pertanyaan lo tadi, kenapa gue kesini. Tapi, sebenarnya lo tau maksud dan tujuan gue," lontar Rangga tersenyum lalu menaik turun 'kan alisnya.
Zia berdehem dan duduk di satu sofa dengan Fabio dengan jarak sedikit jauh "Iya gue tau."
"Lo mau apa?"
"Gue enggak minta yang aneh-aneh si sama lo. Gue cuma minta lo kerjain pr gue!" usul Fabio sembari meletakan bukunya di meja.
"Gampang, kan!"
Zia mengagukan kepala. "Ok."
Lazia pun menuruti permintaan dari Fabio. Lazia juga salah satu orang pintar di kelasnya, walaupun itu hanya masuk sepuluh besar.
Selama Lazia mengerjakan pr sekolah Fabio. Fabio terus melihatnya, melihat jari-jemarinya menulis. Sampai tak sengaja Lazia melihat kearahnya.
"Lo lihatin gue, ya!" ujar Zia tersenyum sembari menunjuknya menggunakan pulpen.
Fabio malu sembari menggelengkan kepalanya."Enggak, pede banget si lo. Gue lihatin tv dari tadi!"
"Dasar cowo," batin Zia sembari mengejarkan tugasnya lagi.
Fabio kembali menatap Lazia dengan penuh harap. Fabio juga sesekali tersenyum saat melihat Lazia. Hingga Fabio memejamkan matanya, saat Lazia melihat kearah Fabio dengan cepat.
"Tuh ... Kan! Lo lihatin gue!" celetuk Lazia tersenyum lalu terkekeh saat melihat muka Fabio menjadi merah muda.
"Enggak, gue enggak lihatin lo!" sela Fabio dengan matanya yang masih dipejam.
"Aa, cie ... Lo lihatin gue"
"Udah jujur aja, gapapa. Gue tau kok gue cantik!" goda Lazia tersenyum.
"Enggak!" cela Fabio sembari menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Iya"
"Enggak"
"Iya"
"Enggak"
"Iya!"
"Enggak!"
"Iya ... "
"Iya!"
"Ehk, maksud gue enggak!" teriak Fabio.
"Tuh, kan!," sahut Zia tersenyum.
Lazia berdehem. "Kalau emang lo enggak lihatin gue, coba lo lihat gue sekali lagi"
Fabio mengagukan kepalanya, menurunkan kedua tangannya dari wajahnya. Lalu kemudian membuka perlahan kedua matanya dan melihat Lazia sedang tersenyum di depan wajahnya. Sontak Fabio kaget sembari berjalan mundur menggunakan bokongnya.
"Tuh kan lo lihatin gue," kekeh Zia tersenyum.
"Cie ... Cie, cie, cie. Lo lihatin gue!" ujar Zia lalu tertawa."Udah napa! Enggak cape apa ketawa mulu," rengek Fabio."Enggak," balas Zia tersenyum."Tugas lo itu ngerjain pr gue, bukannya ngetawain gie," keluh Fabio."Iya-iya ...""Cuma ngomong itu aja, mukanya kaya yang pengen nangis," gumam Zia pelan sembari tersenyum lalu kembali mengejarkan tugas Fabio.Fabio melihat Lazia kembali mengerjakan tugasnya. Menghembuskan nafas kuat, sembari melap keringatnya. Tiga puluh menit Lazia mengejarkan tugasnya, tiba-tiba Fabio memanggilnya."Zia tolong ambilin minum dong," ujar Fabio sembari menonton televisi."Ayo pukul, pukul lagi," kata Fabio lalu loncat pelan di sofa sembari menonton televisi."Apa lo bilang? Ambilin minum?""Lo pikir gue pembantu lo apa?!" bentak Zia sembari melemparkan pulpennya ke meja."Lo lupa gue ini tamu ..." tersenyum."Yang namanya tamu itu raja" melihat ke arah Zia."Cepat ambilin
Lazia terdiam beberapa detik, sebelum ia berteriak."Aaa!"Dan langsung berdiri, walaupun Lazia sempat menginjak tangan Fabio. Mengambil sebuah tisu yang ada di meja lalu melap bibirnya dengan kasar."Tapi Zia. bisa di ulang lagi enggak? Soalnya manisnya cuma sedikit kerasa," ujar Fabio tersenyum sembari duduk dan melihat Lazia sedang sibuk membersihkan bibirnya."Dicky maafin gue!" teriak Zia ke udara."Ciuman pertama gue. Gue kasih sama cowo gila itu," tambah Zia sembari melihat Fabio yang sedang tersenyum. Kemudian kembali melap bibirnya."Lebay banget si lo!" kekeh Fabio sembari tersenyum lalu berdiri."Ini salah lo! Salah lo! Salah ... Lo!" teriak Zia dengan kuat. Sembari mengerakan kedua kakinya di lantai, seperti anak kecil yang sedang merengek."Salah gue?""Bukannya lo sendiri yang nimbuk gue! Udah lo bilang aja, kalau itu emang mau cem-ceman sama gue," balas Fabio tersenyum lalu mengambil bukunya."Dasar gila tau
"Lo letakin aja di meja gue," ucap Zia. Lalu berjalan pergi bersama Dewi."Tapi bentar lagi itu masuk." teriak Wizdan.Benar saja, keluar Lazia dan Dewi dari kelasnya. Tak lama kemudian bel tanda masuk, berdering. Membuat Lazia tidak jadi pergi ke ruang kelas Fabio.Karena Lazia seorang sekertaris. Lazia harus menulis soal pelajaran yang di berikan ibu Olah kepadanya. Walaupun Lazia sedang malas, gara-gara kejadian tadi pagi di rumahnya. Soal demi soal Lazia tulis di papan tulis. Sampai seorang siswa memanggilnya, dia bernama Reyhan."Apa?" jawab Zia."Lo gimana, si? Gue belum selesai, lo udah ngahapus aja," ujar Reyhan tersenyum. Sembari melihat teman-temannya."Hello ...""Siapa suruh lo main-main." sahut Zia. Dan kembali menulis soal.Hari ini semua siswa ribut. Hampir sebagaian tidak ada yang menulis, semua sibuk dengan perkerjaannya. Ada bernyanyi, tidur, berdandan dan sebagainya. Mereka anggap, mereka sedang ada di rumahnya terma
Lazia terus melamunkan kejadian tadi di kelas, saat-saat dimana Dicky melakukan hal yang romantis. Senyum manis terlihat di wajah Lazia, Dewi yang melihatnya saja sedikit kawatir, melihat Lazia yang seperti itu."Jadi hasilnya berapa anak-anak?" tanya Guru.Semua siswa tidak ada yang menjawab. Guru itu mengkerutkan dahinya, melihat ke arah Lazia yang sedang tersenyum."Lazia," ucap Guru itu dengan tatapan tajam."Zia, Zia ... " bisik Dewi sembari menyenggol badan Lazia. Tapi Lazia tetap saja tidak mendengarnya."Lazia!" bentak Guru. Membuat Lazia kaget setengah mati."Iya-iya, pak!" sahut Zia sembari mengkedipkan matanya. Dan mengambil pulpen."Kamu ngelamunin apa?" tanya Guru dengan nada tinggi."Dicky, pak!" jawab Zia cepat lalu menutupnya.Sontak semua siswa tertawa mendengarnya. Guru itu hanya membalasnya dengan menggelengkan kepala."Maksud Zia itu pelajaran, pak." ujar Zia tersenyum lalu terkekeh setelahnya.Dri
"Masih, emangnya kenapa?" tanya Dewi sembari terus menyetir."Kita muter-muter aja," jawab Zia tersenyum."Maksud lo?" balas Dewi bingngung."Masa lo enggak ngerti, si?! Kita ajak dia muter-muter jauh, sampai motornya itu habis bensin," ucap Zia."Oh, Iya-iya gue ngerti." sahut Dewi terkekeh.Dewi melanjutkan mobilnya sedikit cepat ke pusat kota. Dewi juga masih melihat Fabio sedang mengikutinya, di pusat kota itu. Dewi hanya berputar-putar hingga sepuluh kali, yang jaraknya itu tiga belas kilometer. Sampai Dewi memberhentikan laju mobilnya, karena dia melihat motor Fabio yang tiba-tiba berhenti."Kok lo berhenti?" tanya Zia."Kayanya motor Fabio udah habis bensin," jawab Dewi tersenyum. Sembari melihat Fabio dari spion mobilnya."Serius lo!" lanjut Zia lalu melihat ke belakang. Melihat Fabio sedang memeriksa tangki bensin motornya."Gimana kita lanjut?" tanya Dewi."Udah kita lanjut aja, langsung pulang. Biarin dia di situ
Semakin penasaran Lazia memberanikan diri untuk membuka pintu. Walau di dalam hatinya, ia merasa takut.Klek!Pintu terbuka, namun Lazia tidak melihat siapa-siapa. Lazia hanya melihat derasnya hujan dan angin kencang."Perasaan tadi ada yang ngetuk deh," gumam Zia pelan dengan rasa takut menghantuinya.Dorr!Tiba-tiba kilat datang di sertai gemuruh yang kuat, bersamaan dengan cahaya kilat itu, Lazia seseorang di pintu gerbangnya sedang berdiri menggunakan sebuah payung. Lazia ketakutan setengah mati, dan masuk kembali ke dalam rumah."Itu siapa?""Apa jangan-jangan hantu," gumam Zia sembari bersandar di balik pintu.Tok, tok!Ketukan pintu kembali terdengar, namun kini sangat keras."Siapa disana?!" teriak Zia dengan masih sembunyi di balik pintu.Tapi tetap saja tidak ada yang menjawab. Lima menit Lazia menunggu, Lazia memutuskan untuk membuka lagi pintunya. Namun kini secara perlahan.Ngek...Lazia melih
"Oh, masa?!" balas Zia dengan senyum kecut. Setelah itu ia menginjak kaki Fabio yang menghalangi pintu."Aww!" lirih Fabio sembari memegang kakinya dan.Bugh!Pintu langsung tertutup rapat dengan kuat. Lazia tersenyum lalu berjalan ke arah sofa, membiarkan Fabio di luar."Zia! Buka pintunya," ujar Fabio sembari mengetuk pintu. Tapi Zia hanya diam dan terus menonton televisi."Buka Zia!"Buka ... ""Biarin aja dia di luar kedinginan, siapa suruh datang ke rumah gue," gumam Zia."Ok. Kalau lo enggak mau buka pintu ini. Gue bakalan teriak Zia! Biar om Sopandi sendiri yang ngebukain pintu ini," ujar Fabio."Gawat, kalau sampai ayah bangun. Terus lihat gue biarin Fabio di luar, bisa-bisa uang jajan gue di kurangin dong," gumam Zia."Gimana nih?" sembari mengigit imut jari kelingkingnya."Gue itung sampai tiga-ni Zia," tambah Fabio."Satu.""Dua.""Ti ..., "Klek!Pintu terbuka lebar, walau Laz
"Tapi, satu hal juga yang harus lo tau tentang gue. Gue, enggak suka sama lo.""Jadi lo enggak usah nyimpen perasaan lo sama gue. Karena sampai kapan pun, gue enggak akan cinta sama lo," balas Zia dengan raut muka serius."Zia, lo tau Romeo dan Juliet?" tanya Fabio tersenyum."Udah deh, enggak usah bawa-bawa Romeo dan Juliet. Masalah ini, beda jauh dengan mereka.""Jadi gue harap lo bisa mikir dua kali buat di jodohin sama gue, atau perlu lo batalin perjodohan ini. Sebelum lo sakit hati," usul Zia.Fabio terdiam dengan menundukan kepalanya mendengar perkataan Lazia, yang menurutnya benar-benar merobek hatinya. Sampai Fabio melihat lagi Lazia dengan senyum manisnya, itu cara agar Lazia tidak tau kalau Fabio sedang sedih."Kenapa lo senyum-senyum?" tanya Zia."Enggak kenapa-kenapa." jawab Fabio tersenyum.Setelah Fabio mengucapkan kalimat itu. Tiba-tiba lampu mati di sertai kilat dan gemuruh petir. Seketika semuanya gelap gulita.