Share

Perlawanan

Author: AgilRizkiani
last update Last Updated: 2025-07-13 10:04:16

Kania menatap layar ponselnya cukup lama. Di sana tertera nomor ibunya.

Ternyata Rafasya yang sudah mengambilkan ponselnya yang tertinggal di rumah ibunya tempo hari, dan hebatnya, ponsel itu kembali tanpa rusak sedikit pun.

Hatinya terasa hangat. Rafasya sekarang benar-benar sosok yang bisa diandalkan. Memberikan kesempatan kedua kepada suaminya ternyata adalah keputusan yang sangat benar.

Rafasya yang dulu kaku dan dingin, kini berubah jadi pria yang hangat, humoris, dan penuh perhatian—bukan hanya sebagai suami, tapi juga sebagai calon ayah yang siaga.

Meski begitu, Kania masih merasa sangat kecewa pada ibunya. Tangannya gemetar, ia bimbang, sampai akhirnya ia putuskan untuk mengangkat telepon itu.

Bu Susi di seberang sana terdengar singkat. “Ibu mau ketemu. Restoran biasa. Sekarang.”

Kania menghela napas panjang. Ia tak mau terjebak lagi. Akhirnya, ia meminta Risa dan Rosa untuk ikut menemaninya.

Sesampainya di restoran, Bu Susi ternyata sudah lebih dulu tiba. Tatapannya keras dan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istana Yang Ternoda   Menjadi Ayah

    Walaupun terkesan dadakan, tapi Adrian, Nadira, Tante Vita, si kembar Rosa dan Risa, serta Pak Hengky ternyata sudah lebih dulu tiba di rumah baru. Mereka semua menyiapkan penyambutan kecil-kecilan untuk Narendra yang akhirnya pulang setelah sekian lama dirawat. Kamarnya pun sudah dipersiapkan dengan sangat detail oleh Rafasya dan Kania: penuh boneka, hiasan dinding bertuliskan namanya, dan aroma harum khas bayi.Rosa dan Risa dengan wajah penuh harap memaksa agar ibunya mau menginap di rumah Kania. “Biar kita bisa jagain baby Naren juga, Bun pleaseee,” rengek keduanya sambil menarik tangan Tante Vita.Awalnya Tante Vita menolak karena merasa tak enak, tapi setelah melihat raut penuh harap Kania, ia pun luluh.“Baiklah tapi cuma beberapa malam saja ya,” jawabnya akhirnya, membuat Rosa dan Risa melonjak kegirangan.Begitu juga dengan Nadira yang akhirnya memutuskan untuk menginap. Adrian sempat ditawari oleh Rafasya untuk ikut menginap, tapi ia hanya tertawa sambil menggeleng. “Nggak b

  • Istana Yang Ternoda   Narendra

    Hari demi hari telah dilewati. Dan ternyata, Bu Ria serius dengan keputusannya untuk berpisah dengan Pak Hengky.Mereka pun akhirnya bertemu di pengadilan; suasananya tegang, dingin, dan penuh tatapan tajam.Bu Ria dengan tegas menuntut semua aset yang mereka bangun bersama, bahkan tanpa ragu sedikit pun.Setelah sidang selesai, Bu Ria menghampiri Rafasya yang berdiri tak jauh bersama Pak Hengky.Wajahnya keras, penuh rasa menang."Rafa, kamu tetap bersama perempuan itu? Kalau iya, Mama akan mencabut semua hak kamu di PT Kereta Api Kita," suaranya tajam, nyaris seperti ancaman dingin."Tapi kalau kamu mau menurut Mama pastikan posisimu akan tetap aman."Pak Hengky yang mendengar itu langsung melangkah maju, wajahnya memerah menahan emosi."Ria! Jangan bawa-bawa Rafa dan Kania! Mereka nggak ada hubungannya dengan masalah ini! Rafa itu anakmu, darah dagingmu!" serunya dengan suara bergetar."Tapi kamu malah tega demi ego dan kebencianmu sendiri!"Bu Ria menatap Pak Hengky dengan sinis.

  • Istana Yang Ternoda   Keputusan

    Tante Vita dan Kania yang mendengar suara ribut langsung berlari ke arah taman belakang. Begitu sampai, mereka terkejut melihat Bu Ria basah kuyup berdiri di tepi kolam, sementara Risa dan Rosa masih tertawa geli.“Astaga … Bu Ria?!” ujar Tante Vita, suaranya campur aduk antara kaget dan bingung.Kania pun menahan napas, “Mama bisa jalan?”Bu Ria yang sudah basah kuyup itu menatap mereka dengan mata penuh kebencian. Nafasnya tersengal karena emosi dan malu.Tak lama, Pak Hengky juga datang tergopoh-gopoh dari arah teras. “Ria apa-apaan ini?”Rafasya yang baru saja pulang kerja ikut terkejut melihat semua orang berkumpul. Begitu melihat ibunya berdiri sendiri, ia langsung menoleh ke arah Risa dan Rosa.“Ada apa ini?” tanya Rafasya cepat.Dengan polos, Risa dan Rosa menjawab, “Kita cuma iseng Bu, dan ternyata Bu Ria sudah bisa jalan. Kayaknya selama ini cuma pura-pura stroke!”Suasana langsung tegang. Bu Ria yang kesal menoleh pada mereka semua, lalu meluapkan kemarahannya, “Dasar kali

  • Istana Yang Ternoda   Penjebakan Si Kembar

    Setelah beberapa hari dirawat, Kania akhirnya diperbolehkan pulang. Kondisinya sudah jauh lebih baik, meski bekas jahitan sesar masih terasa nyeri. Sayangnya, sang bayi harus tetap dirawat di rumah sakit di bawah pengawasan ketat dokter. Bayi mereka lahir prematur di usia 7 bulan dengan berat badan yang belum ideal, jadi ia masih harus berada di inkubator.Di perjalanan pulang, wajah Kania terlihat murung. Matanya sayu, hatinya berat meninggalkan buah hatinya sendirian di rumah sakit. Rafasya mencoba menenangkan, meyakinkan bahwa ada beberapa petugas keamanan yang disiapkan khusus untuk menjaga ruang inkubator bayi mereka.Saat tiba di rumah, Kania menunduk begitu melihat Bu Ria yang hanya menatap dingin tanpa sepatah kata pun. Ia segera masuk ke kamar, melepas rindu lewat foto dan video bayinya yang ia simpan di ponsel.Setiap hari, Kania tak kenal lelah bolak-balik ke rumah sakit, mengantarkan ASI hasil perahan dan melakukan terapi “pelukan kanguru” untuk sang putra. Terkadang Rafas

  • Istana Yang Ternoda   Kelahiran Sang Putra

    Di ruang operasi, suasana begitu tegang. Suara monitor berdetak cepat berpacu dengan suara langkah kaki para dokter dan perawat yang bergerak sigap. Cahaya lampu operasi terasa menyilaukan, membuat keringat menetes di dahi siapa pun yang berada di sana.Bayi yang masih berusia kandungan tujuh bulan akhirnya harus segera dilahirkan. Tangisan kecil pun terdengar—begitu pelan, serak, dan lembut. Tangisan yang lebih mirip lirih kesakitan ketimbang jeritan lantang. Suara itu seperti mengiris hati siapa pun yang mendengarnya; tangisan yang begitu rapuh, seolah meminta kekuatan untuk bertahan hidup di dunia yang terlalu cepat ia sambut.Seketika, suasana haru menyelimuti ruang operasi. Namun para tenaga medis tak punya waktu lama untuk terhanyut. Mereka bergerak cepat membawa bayi mungil itu ke ruang NICU. Berat badannya belum cukup, paru-parunya pun masih rentan, membuat ia harus segera dirawat dalam inkubator yang dikelilingi alat-alat medis canggih.Sementara itu, perjuangan Kania belum s

  • Istana Yang Ternoda   Kecelakaan

    Beberapa hari telah berlalu, namun satu hal masih terus mengganjal di hati Kania kecurigaannya terhadap Bu Ria. Kania semakin yakin kalau Bu Ria mungkin sebenarnya sudah sembuh dari strokenya. Tatapannya begitu tajam, gerak-geriknya pun aneh. Meski begitu, Kania masih ragu untuk berbicara—ia takut kalau Rafasya tidak akan percaya tanpa ada bukti yang jelas.Pagi itu, di bawah, Tante Vita sedang sibuk memasak di dapur. Tak jauh dari sana, Bu Ria duduk di kursi rodanya ditemani perawat yang seperti biasa memberikan terapi ringan. Tiba-tiba, Tante Vita bergegas masuk ke kamar mandi. Melihat kesempatan itu, Bu Ria menjatuhkan gelas air minumnya hingga tumpah membasahi lantai.Perawatnya pun buru-buru pergi ke sudut untuk mengambil lap, dan saat itu juga, Bu Ria cepat-cepat melajukan kursi rodanya ke arah dapur. Dengan gerakan tergesa, ia menumpahkan botol minyak ke lantai—harapannya sederhana tapi kejam: Tante Vita akan terpeleset ketika keluar dari kamar mandi.Benar saja. Tak lama kemud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status