Walau pun masih shyok, dengan apa yang terjadi pada diri nya, sebab baru kali ini, diri nya di bully habis-habis-san. Dan, akibat rasa shyok nya itu, Dita hanya pasrah, saat Aditya menarik tangan nya. Namun, melewati jalan yang asing, membuat Dita seketika di landa rasa was-was. "Kita, akan ke mana sebenar nya?" tanya Dita, dengan menatap punggung Aditya, yang saat ini berada di depan nya. "Ikut, saja! Yang, aku tidak mengajak mu, ke tempat yang angker," sahut Aditya, dengan langkah kaki yang terus, dia ayun kan. Memilih diam, dan juga pasrah, sebab apa yang terjadi pada nya saat ini saja, membuat Dita terlihat bak orang bodoh. Hingga, saat Aditya menyingkap rimbunan bunga, mereka tiba di jalan depan. "Kamu, tunggu lah di sini. Aku, akan mengambil mobil ku, dan jangan ke mana-mana!" pinta Aditya. Usai mengatakan hal itu, Aditya segera mengayunkan langkah kaki nya. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba Dita ber suara pada nya. "Kenapa kau menolong ku?!" tanya Dita, dengan na
Mendengar ucapan Roki! Dina, dan juga Dion, segera membawa pandangan mereka pada asal suara. Dan, dari jauh ke dua sosok itu, mendapati kedatangan Aditya. Dina, yang sedari tadi menyimpan rasa penasaran, tentang di mana kekasih nya itu, segera menghampiri Aditya, yang tengah membawa langkah kaki pada mereka. "Dit--, lo, dari mana aja?" tanya Dina, dengan tata pan lekat-lekat nya pada pria itu. Ter lihat pias seketika, sebab saat ini Dina, dan juga ke dua sahabat nya menatap, dengan tatapan mengintimidasi. "Iya, Dit, lo, dari mana aja? Dina, bahkan sampai nyari-in, lo, ke kelas kita," tanya Dion, masih dengan memberikan tatapan nya yang sama. "Gue, ada urusan sebentar. Tiba-tiba aja, Bokap gue, menelpone." "Lo, nggak, bohong, sama-sama, kita, kan?" tanya Roki, yang masih ter lihat ragu, dengan jawaban dari bibir Aditya. "Tentu, aja, buat, apa gue bohong!" sahut Aditya, dengan memasang senyum di wajah nya, guna berusaha menutupi kegugupan itu. Dina segera menggandeng manja Adi
Membisu, dan juga salah tingkah. Itu lah penampakkan seorang Dita Setiawan saat ini, setelah mendengar apa yang baru saja terucap dari bibir, Kakak-dari sahabat nya."Dit---," panggil Arman pelan, sembari menatap lekat-lekat pada wanita ber kaca mata itu, "Kenapa, diam, saja? Memang nggak boleh, Kakak main ke rumah mu?" lanjut Arman lagi, masih dengan tatapan yang sama pada Dita. Ragu, dan juga berat, untuk mengatakan nya, "Aku---," ujar Dita ragu, hingga membiar kan keheningan melanda diri nya, dan Arman, selama beberapa detik, "Bisakah lain, kali saja? Sebab, hari ini aku urusan," lanjut nya lagi.Tawa kecil seketika lolos dari bibir Arman, setelah mendengar apa yang baru saja Dita ucap kan. Dan mendapati Arman yang ter tawa, seketika membangun kan rasa penasaran Dita, hal apa yang lucu, hingga membuat pria itu ter tawa se ketika, "Apakah, aku salah bicara?" tanya Dita, dengan tatapan heran nya pada Arman."Nggak!" sahut Arman, cepat."Terus, kenapa Kak Arman nya, ter tawa?" tanya
Merasa diri nya, sudah ter lalu lama berada di luar, apa lagi Aditya sudah lebih dulu tiba di rumah, mem buat Anandita melangkah dengan berat, sebab merasa malu, diri nya yang pulang ter lambat. Akan membawah langkah kaki nya menuju arah tangga, namun, alunan langkah itu dia henti kan, saat tiba-tiba saja suara tidak asing menyeruh kan nama nya, "Dita--!" panggil nya. "Iya-Maa--," sahut Dita, saat mendapati kedatangan Mama Nita. "Kamu, dari man saja?! Adit mengata kan, kalau kamu hari ini nggak masuk kampus, karena kamu jalan-jalan ber sama teman-mu." Raut wajah kaget, namun juga di selimuti rasa kesal, setelah mendengar pertanyaan yang Mama Nita lontar kan, sebab Aditya tahu dengan jelas, apa yang membuat nya hari ini, diri nya tidak masuk kampus,"Aditya-mengatakan seperti itu, Maa?" tanya Dita-memasti kan. "Iya." "Maaf, Maa--, tadi Dita--," ujar Dita ragu, namun, tak mampu menyelesai kan kata-kata nya. "Mama hanya ingin memperingat kan pada mu. Ter lepas, bagaimana pernikaha
Se makin ber tambah panik, itu lah penampak kan seorang Aditya Wijaya saat ini. Mengedar kan pandangan nya ke segalah arah, men cari tempat di mana Dita harus ber sembunyi. Dan, pikiran nya ter tuju pada lemari pakaian. "Dit---Adit---Buka, pintu nya---! Tega, banget, lo, Bro, biarin kita ber dua jamuran di luar," gerutu Roki, dengan memaksa mem buka pintu kamar Aditya, yang ter kunci. "Sebentar, Bro--, gue, lagi di kamar mandi---." Dan, segera menggiring tubuh Dita. "Kamu, mau, bawah-aku ke mana, Dit?" tanya Dita, dengan kini memasang wajah bingung nya. "Tentu, saja ber sembunyi, Culun! Memang mau, apa lagi?!" hardik Aditya, dengan terus menggiring tubuh Dita, menuju ruang ganti. Suara ketukan dari ke dua sahabat nya, terus saja ter dengar, membuat Aditya kian di landa kepanikan, dan pria itu tentu nya, Aditya tetap menyambut panggilan Dion, dan juga Roki, dengan sebuah kebohongan. Bingung memikir kan di mana Dita harus ber sembunyi, hingga tatapan itu ter tuju pada sebuah lema
Merasa ber salah, sebab merasa diri nya lah yang sudah menyebab kan kehidupan Aditya men jadi rumit, Dita hanya diam, hingga mem buat suasana canggung begitu terasa, dan tentu saja hal itu hanya di rasakan oleh Dita. "Mau, sampai kapan, kau berada di sini?!" Aditya ber suara tiba-tiba, dengan nada suara nya yang ter dengar tidak suka.Dan-Anandita seperti baru menyadari keadaan, segera mengangkat pandangan nya, dan mendapati Aditya yang tengah menatap nya dengan tatapan yang tak biasa."Aku, akan ke luar. Mama, menunggu ku di dapur," pamit Dita, dan segera mem bawah langkah kaki nya dari dalam kamar.Ber lalu nya Dita dari dalam kamar nya, turut mem bawah pandangan seorang Aditya, yang terus mengikuti langkah kaki wanita itu, sampai sosok itu benar-benar menghilang dari pandangan nya.Mengusap kasar wajah nya, Aditya ter lihat sangat begitu frustasi, "Hari-ini, seperti ini. Aku tidak tahu, seperti apa, yang akan ter jadi esok hari. Dan, ntah-sampai kapan, aku bisa selama nya menyemb
Membela jalan di tengah keramaian kota di malam hari. Aditya, melaju kan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi, tanpa memperduli kan keselamatan nya. Beberapa kali pria itu hampir saja menabrak kendaraan penguna jalan lain, namun, ber hasil lolos. Puas meluap kan emosi nya, Aditya menghenti kan lajuan mobil nya tiba-tiba. "Ahhh---." Aditya memukul kuat bundaran setir, meluap kan emosi yang begitu ber kobar di dalam diri nya saat ini. Gemuruh di dalam dada itu kian membuncah, kala kembali mengingat sikap sang ayah, yang menurut nya sangat begitu egois. "Mereka hanya memikir kan perasaan-mereka saja, tanpa memikir kan perasaan ku, dan apa yang aku mau!" gerutu Aditya, dengan kilatan api yang begitu ber kobar di dalam diri nya. Tenggelam, dalam emosi yang kian mem buat kemarahan di dalam diri itu meledak-ledak, Aditya memutus kan untuk menghubungi ke dua sahabat nya, Dion, dan juga Roki. Beberapa detik menghubungi, akhir nya panggilan itu ter jawab oleh Dion. "Lo, lagi di mana?" t
Rasa penasaran seketika menyelimuti ke dua pekerja keluarga Wijaya itu, setelah men dengar apa yang Dita katakan. Namun, tetap menuruti nya. Ber sama Warjo, kini Dita telah tiba di depan KLUP ber lantai dua. Menurun kan ke dua kaki nya dengan ragu, Dita tak langsung mengayun kan lang kah kaki nya ke dalam, sebab ini per tama kali bagi nya, datang ke tempat seperti itu. "Bagai mana kalau saya-temani, Non?" tanya Warjo, saat men dapati Dita hanya mem bisu di tempat, dan segera di anggukan oleh wanita itu. Dita, dan Pak Warjo segera mem bawah langkah kaki nya ke dalam, mengedar kan pandangan, dan dari jauh, Pak Warjo men dapati sosok yang dia yakini adalah Aditya Wijaya. "Non--, itu Tuan Aditya nya," ujar Pak Warjo, dengan mengarah kan jari telunjuk nya, di mana Aditya berada. Di sana, ada seorang Security yang tengah ber sama ke tiga pria itu. "Malam--, apakah anda yang tadi nya menghubungi saya?" tanya Dita memasti kan. "Anda, saudara, dari pria ini?" "Iya," sahut Dita ragu, "D