Beranda / Romansa / Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi / Bab 5. Malam Pertama Yang Tak Diharapkan

Share

Bab 5. Malam Pertama Yang Tak Diharapkan

Penulis: Andrea_Wu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-06 19:12:52

Suara kicau burung gereja membuat kedua mata sipit itu terbuka. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, dan terasa pegal menjalar di seluruh persendiannya. Pandangannya mengedar ke seluruh kamar besar yang terasa dingin. Dilihatnya sosok Alaric yang masih bergelung di dalam selimut tebal dengan mulut terbuka.

Kakinya beranjak turun dari atas sofa menghampiri sosok yang kemarin resmi menjadi pasangan hidupnya.

"Tidurnya nyenyak sekali, huh! Pria berkarisma, tetapi tidurnya seperti itu," gumamnya seorang diri seraya melirik jam weker di atas nakas yang sudah menunjuk pukul 8 pagi. Tanpa mau repot membangunkan suaminya, sosok berkacamata itu telah menghilang di balik pintu kaca transparan, setelah dirinya menyambar bathtrobe yang disediakan oleh pihak hotel di dalam lemari.

Lima belas menit, waktu yang teramat singkat—karena biasanya ia menghabiskan lebih dari 30 menit di dalam kamar mandi—tetapi karena dia tak sendirian dikamar ini, secepat mungkin ia menyelesaikan acara mandinya, terlebih pintunya tembus pandang. Sebenarnya ia tak memikirkan itu, terlebih mereka berdua adalah pasangan suami iatri dan ia yakin Alaric seorang pria normal, dan mungkin dia juga pria itu masih bernafsu ketika melihat tubuh tanpa busananya.

Matanya melirik kembali ke arah Alaric yang masih tertidur dengan posisi yang sama, menggeleng sejenak sebelum meraih sebuah kaos putih lengan pendek dan celana panjang, kemudian memasuki kamar mandi.

"Eung....., apa sudah pagi." Erangan khas orang bangun tidur membahana di seluruh ruangan kamar mewah tersebut. Pria tampan itu melirik sekilas ke arah seseorang yang sekarang berstatus istrinya.

"Kau sudah bangun?" sapa nya terlebih dahulu, setelah keluar dari kamar mandi dan telah berpakaian lengkap dengan pemyamaran muka jeleknya.

"Jam berapa sekarang?"

"Jam 8 lewat 30."

"Kenapa tak membangunkanku?" Beranjak menuruni ranjang, melangkah ke arah lemari besar mencari handuk yang disediakan pihak hotel, kemudian beralih membongkar koper miliknya guna mencari pakaian yang tidak sempat ia tata ke dalam lemari.

Aruna mengamati pria tampan itu sebelum kembali membuka bibirnya, "Maaf aku hanya tidak ingin mengganggumu saja."

"Konyol." Alaric mengayunkan kedua kakinya menuju kamar mandi, namun langkahnya kembali terhenti. Tanpa berbalik ia menyuruh istrinya itu keluar dari dalam kamar, karena ia tahu kamar mandi itu berkaca transparan. Dia hanya tidak mau acara mandinya menjadi tontonan gratis seorang Axelia Aruna.

"Apa?" tanya Alaric yang melihat Aruna masih mematung di tempat. "Mau melihat tubuhku yang bagus ini? Jangan harap."

Aruna memutar bola matanya malas, binirnya berdecak. "Percaya diri sekali manusia ini," lirihnya, lalu kembali menatap Alaric. "Aku tidak tertarik dengan tubuhnya, yang ada aku mual."

"Apa katamu!"

"Aku tidak tertarik denganmu. Wajahmu biasa saja, tidak tampan, yang para wamita itu katakan haya hoaks saja." Padahal di dalam hati, Aruna mengakui jika suaminya itu tampan.

Alaric mengepalkan tangan. Dia masuk ke dalam kamar mandi, lalu berteriak. "Keluar kau!"

Aruna terkekeh. "Tidak disuruh pun aku akan keluar. Kurang kerjaan sekali aku mengintipmu."

Akhirnya Aruna keluar dari kamar hotelnya. Tujuannya adalah untuk sarapan bersama keluarga barunya.

***

Aruna berjalan menuju restoran hotel, karena perutnya sudah berdemo minta diisi. Semalam ia tak sempat makan malam karena telah jatuh tertidur karena rasa lelah yang mendera tubuhnya.

Kaki jenjangnya melangkah ke arah restoran hotel yang berada di lantai satu gedung hotel mewah yang terletak di kota Shane.

Restoran tersebut telah ramai dengan pengunjung, netranya berotasi mencari tempat kosong, namun kemudian ibu mertuanya melambai dari kursi di dekat jendela untuk memintanya bergabung. Kedua orang tuanya juga mertuanya telah duduk dengan berbagai makanan yang telah dihidangkan.

Aruna kemudian menarik kursi di samping adik iparnya yang tampak acuh dan memilih sibuk dengan ponsel pintarnya. Aruna membungkuk sebentar hanya untuk menunjukan kesopanannya sebagai orang yang dididik dengan tata krama khas orang Asia Timur.

"Selamat pagi, Papa, Mama, Tuan, dan Nyonya Smitt, juga Megan."

"Selamat pagi Aruna, duduklah, kau harus terbiasa memanggil kami Papa dan Mama, bukan Tuan dan Nyonya, kami sekarang juga orangtuamu, oh iya di mana, Alaric?" tanya Ricard Smitt—ayah mertuanya.

"Dia masih berada di kamar mandi Tuan, ah maaf maksudku Papa."

Ricard hanya tersenyum maklum,  mungkin menantunya belum terbiasa memanggilnya dengan sebutan Papa. "Baiklah kita tunggu Alaric," ucapnya kemudian.

"Bagaimana semalam?" tanya kedua ibu itu kompak, yang mendapatkan respon gelengan kepala dari para ayah. Megan—adik iparnya yang mendengar hal itu menghentikan sejenak acara berselancarnya di sosial media, bibirnya tak terbuka untuk ikut menggoda kakak iparnya, namun decihan samar justru yang menyapa gendang telinga Aruna.

Akan tetapi ia tak peduli, karena sejak awal dia tahu gadis itu tak pernah suka terhadapnya. Siapa peduli, lagi pula pernikahan ini juga tak merubah apa-apa, hanya statusnya yang sekarang tak lagi single dan nama keluarganya yang berubah menjadi Smitt.

"Mama mengharapkan apa? Kami tertidur karena terlalu lelah," jawabnya santai yang membuat Arabella Weird, dan Ana Smitt mencebil kecewa. Padahal mereka mengharapkan malam pertama yang indah untuk kedua anak mereka.

Tak berapa lama, Alaric—pria dengan sejuta pesona—menghampiri meja mereka dan memilih duduk di kursi kosong yang sayangnya harus berada di samping 'istrinya', namun dia tak mungkin menunjukan rasa tak sukanya di sini kalau tak mau mendapat omelan dari ibunya yang begitu cerewet.

"Selamat pagi Kak, apa tidurmu nyenyak?" Megan begitu antusias, dan dia bisa bernafas lega mendengar jawaban Aruna—setidaknya kakaknya belum menyentuh wanita itu.

"Lumayan, Papa siang ini kita kembali ke rumah."

Ricard menatap tajam ke arah putranya. "Kenapa tiba-tiba? Bukankah aku menyuruhmu berlibur di sini dulu dengan Aruna."

"Masih banyak pekerjaan, dan besok aku ada janji bertemu dengan Mr.Yamato dari Jepang."

"Aku sudah menyuruh David yang menghandlenya."

"Tidak bisa, pertemuan itu begitu penting."

"Jangan keras kepala, Al!"

"Papa, sudahlah tak masalah buatku," sambar Aruna cepat yang tidak ingin ada perdebatan dari kedua Smitt tersebut.

"Tapi, Run."

Gelengan kepala dari menantunya membuat Ricard merapatkan kembali bibirnya. Dia merasa tidak enak hati dengan Lucas Weird, dan istrinya atas sikap putranya.

"Luc, maafkan putraku yang terlalu sibuk."

"Tak apa Ric, berbulan madu, kan bisa di mana saja, benar 'kan Bella," ucapnya seraya melirik istrinya yang terlihat kecewa.

Tak ingin membahas lagi, akhirnya mereka melanjutkan acara makan pagi mereka dalam keheningan.

Sementara Megan, tertawa puas di dalam hati karena dia adalah pendukung setia kakaknya untuk segera bercerai dengan Aruna karena dia sendiri ingin menjodohkan kakaknya dengan sahabatnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 8. Penyiksaan Batin

    "Kau ini kenapa? Baru menikah tapi wajahmu kusut begitu?" Alaric mendongakkan kepala. Ia bahkan tidak mendengar suara ketukan pintu tadi. Tiba-tiba saja Dean Dimitri—sahabat sekaligus manajer perencanaan di perusahaannya—sudah berdiri di ambang pintu, lalu masuk tanpa menunggu jawaban. "Kau rupanya? Sejak kapan kau masuk?" Alaric buru-buru memperbaiki posisi duduknya dan berpura-pura sibuk dengan tumpukan berkas di atas meja agar tak terlihat seperti orang tengah frustasi. Dean mendecak sambil melangkah masuk. "Sejak dinosaurus masih berkeliaran, Mr. Smitt." "Jangan bercanda. Ada apa?" Alih-alih menjawab, Dean mengangkat bahu dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa cokelat mewah di sudut ruangan itu. "Harusnya aku yang bertanya. Baru beberapa hari menikah tapi kau terlihat seperti orang yang kehilangan separuh hidupmu saja. Bukankah seharusnya kau pergi bulan madu dengan istrimu, huh? Ayolah, Ric. Nikmati hidupmu, jangan berkencan dengan tumpukan berkas bodohmu itu." Alaric

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 7. Aruna Yang Sebenarnya

    Suasana pagi itu ramai menyelimuti kantor polisi pusat kota Shane. Aktivitas rutin yang memang rutin terjadi di tempat ini. Laporan kasus, dan berkas olah tkp bertebaran di tempat ini. Beberapa polisi yang sedang lalu-lalang spontan menegakkan badan mereka, menundukkan kepala hormat ketika seorang wanita berparas menawan melangkah masuk dengan seragam kebanggaan kepolisian negara itu. Dia adalah Inspektur Axelia Aruna Weird — kepala divisi kriminal di kepolisian pusat kota Shane. Enam tahun sudah ia mengabdi di institusi itu sejak menamatkan pendidikannya di akademi kepolisian. Hanya sedikit orang yang tahu, bahkan suaminya sendiri—Alaric Deveraux—tak pernah menyadari bahwa wanita yang dinikahinya adalah seorang kepala divisi di markas besar kepolisian. Dulu, saat pertama kali Aruna menapaki dunia kepolisian, banyak rekan-rekannya yang meremehkan. Mereka menganggapnya hanya wanita lemah yang tak akan tahan dengan kerasnya dunia hukum. Ejekan dan hinaan menjadi makanan sehari

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 6. Hinaan

    Aruna menata beberapa helai pakaian ke dalam lemari besar di kamar bernuansa putih itu. Ruangan tersebut tampak hangat dan elegan, dengan dinding berhias lukisan-lukisan pemandangan dan beberapa karya abstrak yang ia bawa dari rumah keluarganya. Senyum lembut sesekali tersungging di sudut bibirnya yang merah alami, terutama ketika pandangannya jatuh pada lukisan taman bunga magnolia—hasil tangannya sendiri—yang kini menghiasi dinding kamar pribadinya. Kamar itu bukan kamar utama, sebab Alaric memutuskan mereka tidur di ruangan terpisah. Mereka kini tinggal di sebuah apartemen mewah di pusat kota Shane—hadiah pernikahan dari Tuan Smitt. Letaknya tidak jauh dari kantor ADS Group, perusahaan besar milik keluarga Smitt yang kini dipimpin oleh Alaric Deveraux, putra sulung keluarga itu. Sejak ayahnya memilih untuk bekerja di balik layar, Alaric menjadi presiden direktur di usia muda, meski sifatnya jauh dari kata hangat. "Senang dengan kamar barumu, wanita aneh?" Belum apa-apa, tapi Al

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 5. Malam Pertama Yang Tak Diharapkan

    Suara kicau burung gereja membuat kedua mata sipit itu terbuka. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, dan terasa pegal menjalar di seluruh persendiannya. Pandangannya mengedar ke seluruh kamar besar yang terasa dingin. Dilihatnya sosok Alaric yang masih bergelung di dalam selimut tebal dengan mulut terbuka. Kakinya beranjak turun dari atas sofa menghampiri sosok yang kemarin resmi menjadi pasangan hidupnya."Tidurnya nyenyak sekali, huh! Pria berkarisma, tetapi tidurnya seperti itu," gumamnya seorang diri seraya melirik jam weker di atas nakas yang sudah menunjuk pukul 8 pagi. Tanpa mau repot membangunkan suaminya, sosok berkacamata itu telah menghilang di balik pintu kaca transparan, setelah dirinya menyambar bathtrobe yang disediakan oleh pihak hotel di dalam lemari.Lima belas menit, waktu yang teramat singkat—karena biasanya ia menghabiskan lebih dari 30 menit di dalam kamar mandi—tetapi karena dia tak sendirian dikamar ini, secepat mungkin ia menyelesaikan acara mandinya, t

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 4. Pernikahan Tanpa Cinta

    Suara bising beberapa menit yang lalu kembali menjadi hening saat dentingan piano menggema memenuhi gereja katedral yang berada di kota Shane. Semua orang berpakaian mahal berdiri dengan khidmat. Berpuluh mata memandang pada pintu masuk gereja—di sana berdiri seorang wanita dengan gaun putih pengantin membalut tubuhnya, ditemani seorang pria paruh baya yang ikut berdiri di sampingnya. Langkah-langkah kecil mulai bergema dari enam pasang sepatu di belakang mereka berdua membawa buket bunga mawar dan beberapa bunga tulip yang merupakan bunga favorit mempelai wanita. Saat alunan musik klasik mulai dilantukan, wanita bergaun putih beserta pria paruh baya—yang adalah ayahnya melangkah menyusuri altar dengan hiasan bermacam bunga di sampingnya, dengan karpet merah membentang di depannya hingga menuju singgahsana di mana calon mempelainya telah menunggu kedatangannya. Raut wajah itu terpancar datar, tanpa senyum khas seorang pengantin, tak berbeda dengan calon mempelainya yang saat

  • Istri Jelekku Ternyata Komandan Polisi   Bab 3. Pertemuan Pertama

    Hujan baru saja berhenti sore itu.Aroma tanah basah menyatu dengan dinginnya udara kota Shane, sementara langit yang kelabu perlahan memudar menjadi oranye pucat. Di pelataran rumah besar keluarga Smitt, beberapa pelayan berlalu-lalang menyiapkan meja dan hidangan. Tak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi sore ini, tapi suasana tegang terasa bahkan sejak di gerbang depan.Axelia Aruna turun dari mobil hitamnya dengan langkah perlahan.Gaun sederhana berwarna biru lembut membalut tubuhnya, rambut panjangnya diikat rapi ke belakang. Ia tampak sopan, namun tidak memperlihatkan kecantikan wajahnya yang justru dia tutupi dengan topeng penyamaran."Aku akan memperjuangkanmu, lihat saja pria itu harus bertanggung jawab," ujarnya.Seorang pelayan datang menyambut, menundukkan kepala dengan hormat. "Selamat datang, Nona Axelia. Tuan Besar sudah menunggu di ruang utama."Aruna tersenyum kecil. "Terima kasih," ucapnya lembut. Lalu ia berjalan mengikuti pelayan itu menyusuri lorong panjan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status