Share

Istri Kecil Ustadz Tampan
Istri Kecil Ustadz Tampan
Penulis: Hello Cutie

Bab 1: Dipaksa Masuk Pesantren

Malam kian larut. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Namun, gadis belia dari keluarga Mumtaaz belum menunjukkan batang hidungnya sedikitpun.

Sampai akhirnya, ada suara bel yang berasal dari Ana, begitulah semua orang memanggilnya. Padahal namanya adalah Rayyana Althafunnisa Mumtaaz.

Pria tampan bertubuh atletis dan berahang keras itu, langsung melayangkan tatapan tajamnya ke arah putri semata wayangnya. "Bagus! Kurang malam pulangnya!“ gertaknya dengan tatapan tajam dan wajah dinginnya. Siapa lagi, jika bukan Andrasaka Mumtaaz.

Saka menarik putrinya untuk masuk ke dalam rumah dengan kasar. Membuat Rayyana meringis kecil.

"Mulai besok, kamu akan Papa pindahkan ke Pesantren!“ ucap Saka melirik tajam ke arah Rayyana.

Merasa ditatap demikian, Rayyana menundukkan pandangannya. Saat ini tatapan papanya sangat mematikan.

Mia, Ibunda Rayyana langsung menghampiri dan memeluk putri semata wayangnya itu. "Sudahlah mas, mungkin ada tugas kelompok,mengingat putri kita akan segera lulus dari SMA. Tidak perlu dimarahin seperti itu.“ ucap Mia menenangkan Saka.

"Justru hari pertama di sekolah, kita harus menegurnya! Ini bukan pertama kalinya anak kamu keluar malam! Dia sudah sering keluar malam!“ teriak Saka mengeram keras. "Dan apa kata kamu? Tugas kelompok? Tugas kelompok dari mana!? Dia ke klub dan berpesta dengan teman-temannya! Apa kamu mau, Ana menjadi seperti mu? Tidakkan!?“ lanjutnya menatap tajam ke arah istrinya.

Dahulu, Mia adalah seorang wanita liar yang sering ke klub dan mabuk-mabukan, sebelum bertemu dengan Saka yang notebennya adalah pria dari kalangan terhormat. Tapi, semua masa lalu Mia, sudah dilupakan oleh Saka. Ia pun tidak ingin mengungkit hal itu lagi.

Saka berjalan meninggalkan ibu dan anak itu. Tapi, sebelum pergi, Saka menatap keduanya tajam.

"Bersiaplah! Besok kamu akan Papa antarkan ke Pesantren tempat teman Papa! Dan ingat, Papa tidak menerima PENOLAKAN!" ucap Saka tegas. Ia menekan kata akhir di kalimatnya.

Lalu, Saka berjalan meninggalkan keduanya menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Saat snag Papa sudah pergi, Rayyana menangis sesenggukan di pelukan bundanya.

"Bun, aku gak mau ke Pesantren! Bunda tau kan, cita-cita aku mau jadi dokter? Aku gak bisa kesana, lagipula enam bulan lagi aku lulus.“ lirih Rayyana sendu.

Mia tak kuasa menahan air matanya. Ia bingung harus memihak siapa. Disatu sisi, suaminya dan disisi lain, anaknya. Ia hanya bisa memeluk dan menenangkan Rayyana saja. "Yaudah sekarang kamu mandi, terus ganti baju dan tidur. Bunda akan coba untuk membujuk papamu.“ titah Mia dengan senyuman yang dipaksakan.

Rayyana pun menurut. Ia berjalan menuju kamarnya dan berganti pakaian. Setelah itu, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Malvin, teman sekaligus orang yang ia anggap sebagai abangnya sendiri.

Rayyana: kak Malvin, mau cerita hiks

Rayyana: boleh aku call?

Selang beberapa menit, Malvin membalas pesan dari Rayyana.

Malvin si paling baik: silahkan dek

Mendapat balasan tersebut, senyum Rayyana mengembang. Seolah-olah semua bebannya hilang begitu saja. Dengan senang hati, Rayyana menelpon Malvin.

Mereka berdua bercerita, sampai tanpa sadar, Rayyana ketiduran dengan telpon yang masih menyala.

Sementara itu, di kamar Saka dan Mia. Pria dengan wajah tampan dan tatapan dingin itu sedang memijat pelipisnya pelan, dan wanita cantik di sebelahnya berusaha untuk mengubah keputusan sang suami.

"Mas, kasihan Ana, jika dia masuk Pesantren. Tolong, maafkan Ana untuk kali ini saja." bujuk Mia. Namun, ditolak mentah-mentah oleh Saka.

"Tidak! Keputusan ku sudah bulat, besok pagi, aku sendiri yang akan mengantarkannya ke Pesantren! Sekarang sudah malam, tidurlah!“ tolaknya melirik tajam ke arah Mia.

Tak ingin perdebatan itu berlangsung lagi, Mia pun memutuskan untuk menuruti perintah suaminya. Sangat sulit membujuk Saka, jika dirinya sedang dalam mode emosi.

Keesokan harinya, seperti ucapannya tadi malam. Saka membawa Rayyana untuk masuk ke Pesantren. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju Pesantren Al-Muhajjirin, tempat sahabat lamanya tinggal.

Di dalam mobil, hanya keheningan saja. Tidak ada yang berani membuka suaranya. Sampai akhirnya, Rayyana yang sudah tidak tahan dengan semua kekangan dari sang Papa pun memberanikan diri untuk membantah.

"Pah! Ini hidup aku! Bukan hidup Papa! Jadi, stop urusin aku! Aku gak mau masuk ke Pesantren! Aku mau jadi dokter, bukan ustadzah!" bantah Rayyana dengan air mata yang turun di pipinya.

Mendengar hal itu, Saka menghentikan mobilnya secara mendadak.

Ciiit.

Tatapannya sangat dingin dan tajam. Ia turun dari mobil dan membuka pintu bagian penumpang, dimana Rayyana berada. "Turunlah! Ini hidup kamu bukan? Kita lihat apa yang akan terjadi!“ gertak Saka menarik paksa putrinya. Namun, karena dicegah oleh Mia, Rayyana tidak jadi turun.

"Ana sayang, turutin permintaan papamu kali ini saja ya? Bunda janji, Bunda akan berusaha untuk merubah keputusan papamu, nak.“ cegah Mia memeluk Rayyana. Ia sangat menyayangi dan mencintai putrinya. Mungkin, karena kasih sayangnya yang teramat dalam, membuat Rayyana jauh dari Tuhan-Nya. Rayyana jauh dari agama, dan sering pergi ke klub untuk berpesta dengan teman sebayanya.

Walaupun begitu, itu semua tidaklah murni kesalahan dari Rayyana. Karena kedua orang tuanya yang sibuk bekerja, membuat gadis cantik bermata hazel nan indah itu merasa kesepian dan akhirnya terjerumus dalam pergaulan bebas.

Rayyana berpikir panjang. Akhirnya, ia mau menuruti permintaan bundanya. "Baiklah, aku akan menuruti permintaan Bunda.“ putus Rayyana pasrah.

"Bagus! Papa harap kamu tidak mempermalukan kami!" tegas Saka melirik tajam ke arah Rayyana. Ia langsung masuk kembali dan duduk dibalik kemudi.

Saka melajukan mobilnya kembali. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan panjang.

Akhirnya mereka tiba di pesantren yang akan menjadi tempat bagi Rayyana menempuh pendidikannya.

Mereka semua pun turun dari mobil dan menghampiri Kyai Hasby, selaku pemimpin pondok pesantren itu dan juga merupakan teman Saka. Mereka berbincang ringan, dan saling menyapa satu sama lain.

Waktu berlalu begitu saja. Kini tibalah, Saka dan Mia harus pulang ke rumah mereka kembali. Mia memeluk putrinya yang terlihat menangis, namun berusaha disembunyikan itu.

Rayyana memang gadis yang sangat pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia jarang menangis di depan kedua orang tuanya. Hanya Malvin lah satu-satunya orang yang bisa melihat Rayyana terpuruk.

Setelah berpamitan pada semuanya, Saka dan Mia masuk ke dalam mobil dan pulang ke rumah mereka. Sedangkan, Rayyana diantar menuju kamar di asrama putri yang akan menjadi kamarnya selama menempuh pendidikan di pesantren ini.

"Ini kamar kamu, oh iya nama kamu siapa?" tanya Aulia teman satu kamar Rayyana. Umur Aulia lebih tua dua belas tahun, dibandingkan Rayyana.

Rayyana mendongakkan kepalanya. "Semua orang memanggilku Ana, kalau nama lengkap ku Rayyana Althafunnisa Mumtaaz. Kakak bisa panggil aku Ana, Rayyana atau apapun itu!" jawab Rayyana dengan malas. Ia masuk ke dalam kamar yang akan ia tempati.

Pandangan pertama yang ia lihat adalah kamar dengan ukuran kecil dan ada dua kasur yang berukuran tidak terlalu besar. Rayyana memutar bola matanya malas. Kalau tidak karena bundanya yang meminta dirinya, mungkin ia tidak akan masuk ke dalam penjara ini.

'Sekarang aku tinggal mikirin gimana caranya kabur dari sini!' batin Rayyana tersenyum smirk. Kalau urusan kabur, Rayyana lah spesialis nya. Ia sering kabur dari rumah, dan pergi ke klub. Dirinya juga sering bolos sekolah. Walaupun begitu, ia selalu mendapatkan juara umum dan selalu memenangkan Olimpiade apapun yang ia ikuti.

**

Satu minggu kemudian, Rayyana mulai berdamai dengan keadaan. Karena terakhir kali ia mencoba kabur, dirinya dihukum oleh seorang ustadz tampan dengan wajah dingin dan nyebelin. Ia dihukum untuk menulis kalimat 'bismillah' dalam Bahasa Arab sebanyak lima ratus kali dan itu membuat Rayyana jera.

Sampai sekarangpun tangannya masih pegal karena disuruh menulis sebanyak itu. Pagi ini, Rayyana bersiap-siap menuju kelasnya. Ia melirik ke arah jam dinding yang ada disana.

'Mampus! Bentar lagi masuk! Ini gara-gara tuh orang!' umpat Rayyana kesal. Pasalnya, tadi dirinya sudah mengantri lebih dulu di kamar mandi. Namun, tiba-tiba ada orang yang menyerobot nya dan berkata bahwa dia adalah seorang pengurus.

Jika tidak dihentikan oleh Aulia tadi, mungkin Rayyana sudah bertengkar dengan wanita yang songong dan sok berkuasa itu. Setelah selesai bersiap-siap, Rayyana berlari dengan tergesa-gesa menuju kelasnya.

Ia melirik sekilas ke arah jam tangan yang ia kenakan. 'Duh mampus!' batinnya terus berlari karena ia sudah sangat telat.

Saat Rayyana sedang berlari, ia tidak sengaja menabrak seorang ustadz tampan dengan wajah dingin dan tegasn yang datang dari arah berlawananb. "Astaghfirullah,“ ucapnya karena terkejut ditabrak oleh seorang santriwati.

Rayyana mendongakkan kepalanya. 'Duh dia lagi!' batinnya takut jika dirinya akan dihukum lagi.

"Ehm... anu... maaf ustadz, a-aku ga-gak sengaja." ucap Rayyana getir. Sungguh, tangannya masih pegal. Wajar saja tangannya masih terasa pegal, karena dirinya baru kemarin menyelesaikan hukumannya.

Sang ustadz pun mendongakkan kepalanya sejenak. Hampir tidak ada ekspresi apapun diwajahnya. Detik berikutnya, ia pun kembali menundukkan pandangannya. "Ya.“ jawabnya singkat. Hanya itu yang keluar dari mulutnya, lalu ia pun pergi meninggalkan Rayyana seorang diri.

Rayyana hanya mengedikkan bahunya. Lalu, ia kembali berlari menuju kelasnya sembari mendumel. "Dasar ustadz aneh! Singkat banget jawabannya! Aaargh... kalau gak takut dihukum lagi, udah aku pites tuh ustadz!“ dumel Rayyana kelewat kesal dengan ustadz yang ia tabrak tadi. Ralat, tidak sengaja tertabrak.

Sesampainya di kelas, seperti biasa, ia selalu menjadi sorotan oleh teman-temannya. Karena wajahnya yang cantik, sifatnya yang periang dan juga cerdas, membuat teman-temannya menyukai Rayyana.

"Assalamu'alaikum.“ sapa Rayyana ketus. Ia langsung duduk di tempat duduknya tanpa menunggu teman-temannya menjawab salam darinya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah, kenapa cemberut gitu, Nis?“ tanya Intan teman sebangku Rayyana. Di pesantren, teman-temannya memanggilnya dengan sebutan 'Nisa'.

Namun, belum sempat Rayyana menjawab pertanyaan temannya. Ustadz yang akan mengajar di kelas mereka tiba. Ternyata ustadz yang ditabrak oleh Rayyana tadi juga seorang Gus.

'Jadi, dia Gus? Tapi apa itu Gus? Kenapa mereka memanggilnya dengan sebutan itu?' pikir Rayyana penasaran. 'Ah lupakan aja! Lagipula aku masih kesal sama tuh orang!' lanjutnya menatap tajam ke arah sang ustadz.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status