Hati Annabelle terasa remuk. Bahkan dia bisa mendengar bagaimana hatinya pecah berkeping-keping. Akan tetapi, dia tahu tak akan guna jika berbicara dengan orang yang memang sedang di luar kendalinya.Annabelle juga tak bisa memaksa Samuel agar percaya pada apa yang dia katakan, karena dia tak bisa membuktikan kata-katanya. Yang dia tahu, Samuel tak mungkin selamanya berada di bawah kendali itu.Namun, dia juga tahu, akan sulit bagi Samuel untuk pulih jika keimanannya lebih tipis dari tisu. Sama seperti dirinya yang menjerumuskan diri menjadi pelacur, karena imannya yang terlalu kecil. Jadi, tak heran jika mereka lebih mudah dikuasai oleh hawa nafsu, bahkan makhluk astral yang sengaja dihadirkan untuk mengendalikan Samuel.Mengalah, mungkin itu yang bisa Annabelle lakukan sekarang. Sebenarnya, dia ingin membawa Samuel pergi, karena merasa yakin Samuel tak akan mendekatkan diri pada Tuhan, kecuali hanya karena dipaksa.Namun, dia tahu reaksi yang akan diterima adalah penolakan dan sikap
'Aku mencintaimu, Wahai Semestaku ... Aku tak bisa berteriak pada semesta ku, karena aku tahu dia bisa mendengar bisikan jiwaku.'Annabelle tak tahu seberapa lama dia menangis, terutama ketika lagi-lagi setiap bisikan lembut ucapan Samuel terus berdengung di telinganya.Yang dia tahu, kepalanya terasa berdenyut-denyut akibat begitu banyak air mata yang terus keluar tanpa bisa dikendalikan.Yang Annabelle tahu, dia bahkan tak sanggup untuk mengatakan pada diri sendiri bahwa dia bukan tak pernah merasakan kegagalan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bahwa perceraian bukan hal yang bisa melumpuhkan semangatnya dalam merajut kehidupan.Hanya saja, miris rasanya saat mengingat usia dia yang baru dua puluh satu tahun, tetapi sudah dua kali gagal berumah tangga.Dua minggu lalu, dia bisa mengatakan pada diri sendiri, bahwa takdirnya menjadi istri simpanan bukan untuk diratapi.Akan tetapi, saat ini rasanya ribuan kata-kata penyemangat pun seolah hilang dalam benaknya. Mungkin, sekali saja
Anji terdiam, tahu bahwa Annabelle sedang bersusah payah menahan tangis. Hal yang jarang dia lihat semenjak mengenal Annabelle yang kerap mewarnai percakapan mereka dengan lelucon polosnya.Tak ingin terlalu lama terjebak di situasi yang membuat serba salah, akhirnya Anji buru-buru berbalik dan melangkah menuju motornya sambil berkata, "Ya udah, anggap aja itu biaya masa idah dan kompensasi atas rasa sakit yang kamu terima. Lagian, itu surat atas nama kamu. Kalau dikasihin ke si Om Samuel terus bininya tau atas nama Annabelle, bisa berabe juga urusannya."Annabelle tertawa getir. Lagi-lagi semua demi menjaga hati istri Samuel. Namun, bukan kalimat itu yang membuat Annabelle semakin nyeri, tetapi ...Kompensasi atas rasa sakit katanya? Apakah itu seimbang dengan rasa sakit yang ditorehkan Samuel ketika menuding dirinya yang menularkan penyakit seksual pada Samuel dan istrinya?"Maksudnya, kamu dikasih ruko sama mantan suamimu, Neng?""Iya, Pak," balas Annabelle setelah menjelaskan pada
"Hamil? Kok bisa?"Annabelle nyaris tak percaya ketika dokter menjelaskan kabar tersebut sambil menunjukkan strip uji kehamilan dengan dua garis merah, yang menyatakan dirinya positif hamil.Dokter wanita paruh baya yang bertugas di puskesmas itu sedikit mengernyit melihat reaksi Annabelle yang tercengang. Dia membetulkan kacamata baca yang bertengger di hidungnya saat berupaya menjelaskan."Gini, ya, Teh Annabelle. Tadi kan saya udah bilang, memang mual muntah sama meriang yang dikeluhin sama Teteh itu bisa aja gejala asam lambung. Tapi, tadi kan Tetehnya tau di perutnya udah kepegang kayak gitu. Udah saya bilang Teteh hamil, masih aja nggak percaya. Sekarang hasil tespeknya garis dua kayak gini, masih nggak percaya juga?""Tapi, Bu Dokter, aku udah sebulan lebih nggak berhubungan. Kenapa bisa hamil kayak gini?""Hmm?" Sang dokter terdiam sejenak sebelum kemudian bertanya dengan sabar, "Kapan HPHT—Hari Pertama Haid Terakhir?"Annabelle tercengang mendengar pertanyaan tersebut. Kapan
Annabelle ingat betul saat Samuel memungkasi pernyataan Annabelle yang melayani para tamunya tanpa mengenakan pengaman.Padahal, andai saja Samuel tahu seberapa banyak tamu yang dilayani Annabelle selama lima bulan dia menjadi janda, dan dia tahu benar siapa saja yang berhubungan dengan memakai pengaman atau tidak.Rasa dingin tiba-tiba merambati seluruh tubuh Annabelle. Bahkan, dia sedikit lemas ketika keluar dari ruang pemeriksaan itu dan berjalan menuju tempat penebusan obat.Annabelle memikirkan kemungkinan Samuel yang mungkin tak akan mempercayai bahwa dia mengandung anaknya. Dan jika benar hal itu yang akan dia terima seandainya memberitahu Samuel, dia tahu hatinya akan semakin terluka.Rasanya sudah cukup sakit tudingan Samuel yang menyatakan kemungkinan dia menularkan penyakit sipilis. Jadi, Annabelle tak ingin berspekulasi akan menambah daftar panjang rasa sakit yang mungkin dia terima dari Samuel.Memikirkan gagasan tersebut membuat Annabelle sedikit bingung dan takut. Taku
Untuk beberapa saat Annabelle mematung, antara percaya dan tidak dengan yang terlihat di depan mata. Kemudian, Annabelle mengerjap saat lelaki itu kian mendekat.Melihat dia hadir di sini berhasil membuat semua itu terasa seperti mimpi bagi Annabelle. Benarkah dia adalah lelaki yang dirindukan sepanjang malam-malam Annabelle yang begitu sepi?Lelaki itu berhenti ketika jarak antara mereka tersisa dua langkah saja. Sementara Annabelle mematung— dengan tubuh membeku dan lidah yang begitu kelu.Annabelle memindai wajah pria itu dengan saksama, seolah-olah memastikan bahwa benar dia yang ada di depan matanya saat ini. Bukan mimpi atau halusinasi.Entah karena pantulan dari kaus putih berlengan panjang yang digulung hingga siku yang membuat wajahnya tampak bersih, atau mungkin pria itu memang terlanjur tampan, tetapi pria itu tampak lebih segar dari pada terakhir kali mereka bertemu.Rambut yang dulu agak ikal kini tersisir rapi ke belakang, tak berbeda dengan bulu-bulu kasar di sekitar da
"Kamu kenapa nyuruh aku pulang terus sih?" keluh Samuel pelan.Dia tak berani berbicara dengan suara tinggi seperti biasa, terutama ketika bayinya berada dalam gendongan Samuel, di antara lipatan tangan kirinya.Samuel sadar, ini bukan pertama kali dia menimang bayi, tentu saja. Sebelumnya, dia sudah merawat Alif— anak adopsinya sejak anak itu berusia satu hari.Namun, tentu saja bayi perempuan yang kini sedang ditimangnya berbeda. Bayi itu anak kandungnya, meski sebenarnya dia masih cukup terkejut ketika kemarin bapak Annabelle datang dan memberitahu bahwa Annabelle akan melahirkan anak mereka.Hingga detik ini, rasanya hal itu masih sedikit sulit untuk dipercaya.Bagaimana tidak?Setelah berbulan-bulan dia tak bertemu dengan wanita itu dan orang tuanya, tiba-tiba bapak Annabelle datang membawa kabar tersebut.Jadi, mungkin wajar jika mulanya Samuel sulit percaya dengan apa yang dikatakan oleh bapak Annabelle.Bukan tanpa alasan, tetapi dia bercermin pada rumah tangganya dengan Yuani
"Cerai?" Annabelle terperangah mendengar ucapan spontan yang dilontarkan Samuel. "Kok bisa? Kapan?"Annabelle ingat betul bagaimana terakhir kali dia mendengar cara Samuel berbicara dengan istri pertamanya, begitu lembut dan terkesan harmonis. Jadi, tak heran jika dia benar-benar terkejut mendengar kabar itu.Anna, aku ... sebenarnya aku—"Entah mengapa, Samuel merasakan sesuatu tiba-tiba mencekik lehernya. Lidahnya seolah kelu, nyaris tak bisa menemukan kata yang tepat untuk mulai menjelaskan pada Annabelle perihal perceraiannya dengan Yuanita."Assalamualaikum ... Annabelle."Suara seseorang dari luar berhasil mengalihkan situasi Samuel yang kini tergagap-gagap ketika berbicara dengan Annabelle. Samuel mengembuskan napas gusar, merasa terselamatkan dari keadaan yang membuatnya merasa sulit.Bukan, Samuel bukan mengada-ngada atau berniat untuk berbohong. Namun, untuk saat ini, Samuel juga belum bisa bersikap lugas seperti sebelumnya.Mungkin karena perpisahan mereka beberapa bulan ini