Home / Rumah Tangga / Istri Kedua yang Diinginkan / Part 5. Permainan Dimulai

Share

Part 5. Permainan Dimulai

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-05-02 20:08:50

“Kamu ini bicara apa sih, Mas?” Talita mencoba menahan garis wajahnya agar tidak terlihat terganggu. “Aku memberimu izin menikah hanya untuk formalitas. Jadi, mari kita kerja sama.”

Sinar kali ini sepertinya sudah tidak bisa lagi mengelak. Ya, keputusan memang ada padanya. Dia bisa menolak dan mengurungkan semua ide gila dan dia terbebas. Lantas apakah akan cukup sampai di sana? Tentu saja tidak. Talita bisa saja memilih orang lain untuk menganggantikannya.

Lalu dia? Sinar justru yang akan kelimpungan mencari uang untuk sang adik. Sinar memantapkan pilihan dan keputusannya. Apa pun yang terjadi kedepannya nanti, dia sudah siap. Ini adalah keputusan yang akan diambil.

Praba berdiri. Menjejalkan tangannya ke dalam saku celananya. “Kalian atur saja kapan saya bisa menikah dengan Sinar.” Kali ini lelaki itu menatap Sinar penuh arti. “Dan saya harap kalian tidak pernah menyesalinya.”

Setelah mengatakan itu, Praba pergi begitu saja meninggalkan dua perempuan tersebut di sana. Tidak lagi menoleh ke belakang.

Talita tampak tidak menghiraukan Praba dan dia hanya fokus pada Sinar. Menunggu perempuan itu bicara. Sinar akhirnya menarik napasnya panjang. Dia harus segera bersuara dan mengatakan keputusannya.

“Saya … bersedia, Bu,” ucap Sinar masih dengan keraguan yang sama, “tapi saya mohon, adik saya ….”

“Tidak perlu khawatir. Setelah kamu hamil, semua biaya pengobatan adikmu akan saya tanggung. Sepenuhnya sampai dia siap untuk dioperasi.”

Pada akhirnya, Sinar meluruh menyerah pada takdir hidupnya. Ya, jika ini memang salah di mata Tuhan, biarlah dia menanggung semua dosanya. Satu hal yang pasti, dia hanya ingin adiknya tetap hidup bersamanya.

“Baiklah, Bu. Saya terima tawaran Ibu. Tapi, tolong rahasiakan masalah ini. Saya tidak ingin adik saya mengetahuinya. Atau bahkan rekan kerja saya.”

“Kamu bisa mempercayai saya.”

Malam itu akhirnya perjanjian dilakukan. Talita akan mengurusnya dan Sinar hanya perlu mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hamil anak Talita dan Praba.

Takdir yang membawa Sinar menempuh jalan seperti sekarang. Dia akan menerimanya sebagai perjalanan hidup. Dia tak memiliki niat apa pun kecuali untuk adiknya.

***

Hanya membutuhkan waktu satu minggu untuk mengadakan pernikahan antar Sinar dan Praba. Dan hanya membutuhkan waktu tiga minggu Sinar bisa hamil. Proses itu begitu cepat dan tidak ada drama tambahan sama sekali.

Selama ini, Praba sangat bisa diajak bekerja sama dan dia seolah patuh dengan apa pun yang dikatakan oleh sang istri. Kebahagiaan itu muncul di wajah Talita ketika Sinar dinyatakan hamil.

Sebuah rumah satu lantai di pinggiran kota pun sudah disiapkan untuk tempat tinggal Sinar selama dia hamil. Sinar berbohong kepada adiknya jika dia sudah pindah kerja di sebuah kantor yang bisa memberinya gaji tinggi. Seorang perawat pun sudah disiapkan untuk menemani Surya di rumah.

Segalanya benar-benar sudah direncanakan matang oleh Talita. Sinar hanya perlu menurut dan hidupnya aman.

“Hiduplah dengan tenang di rumah ini, Sinar. Sebulan sekali kamu akan diantarkan sopir untuk periksa kandungan. Dan saat itu, kamu juga bisa bertemu dengan adikmu. Selama perutmu belum terlihat membuncit.”

Mereka kini sudah berada di sebuah rumah baru yang akan ditempati Sinar. Talita dan Praba yang mengantarnya langsung. Meskipun hubungan Praba dan Sinar adalah suami istri, tetapi mereka seperti orang asing satu sama lain.

“Ya, Bu. Terima kasih atas bantuannya.”

Meskipun imbalan yang dituntut oleh Talita juga besar menurut Sinar, tetapi tetap saja dia merasa lega karena setidaknya Surya sudah terjamin pengobatannya.

“Sama-sama. Mulai sekarang, kamu tidak perlu lagi memikirkan apa pun kecuali kesehatanmu. Karena janin itu membutuhkan kamu yang sehat.”

Sebelum mereka melakukan inseminasi, Sinar diminta untuk cek kesehatan secara menyeluruh dan dinyatakan sehat. Tidak ada penyakit apa pun yang dimiliki sehingga semuanya berjalan dengan lancar.

“Saya mengerti, Bu.” Sinar mengangguk patuh.

Talita lantas berdiri mengajak Praba untuk pergi dari rumah tersebut, tetapi Praba menolaknya.

“Saya akan menginap di sini. Kalau kamu mau pulang, sopir yang akan mengantarmu.”

Kali ini bukan hanya Talita yang terkejut, tetapi Sinar juga. Selama ini lelaki itu tampak diam dan menurut kepada sang istri, tetapi saat ini terasa sangat berbeda.

“Mas, ayo kita pulang.” Talita mengulangi. Kali ini wajahnya tampak tidak bersahabat.

Praba tidak memberikan jawaban, tetapi netranya mengarah lurus pada sang istri. Ekspresinya dingin luar biasa. “Saya sudah menuruti semua keinginanmu. Sekarang, jangan menuntut apa pun ke saya.”

Praba berdiri dari sofa. Tanpa mengatakan apa pun, lelaki itu pergi ke salah satu kamar dan menguncinya dari dalam. Hal itu semakin membuat Sinar berpikir, jika hubungan Talita dan Praba sebenarnya tidak baik-baik saja.

“Sinar.” Talita memanggil sambil menutupi ekspresi kakunya. “Biarkan Mas Praba beristirahat dulu.” Talita menoleh sekali lagi ke arah kamar di mana Praba berada.

“Ingat, pernikahanmu dengan Mas Praba hanyalah sebuah formalitas sebagai sebuah syarat untuk tujuan kita. Jadi, kamu tidak boleh jatuh cinta kepadanya atau berharap lebih atas hubungan kalian.” Talita memeringatkan kepada Sinar. “Karena Mas Praba juga tidak akan jatuh cinta kepadamu.”

Dengan segala ucapan itu, Talita terlihat hanya ingin menutupi kedundahannya. Namun, Sinar juga hanya mengangguk. Sinar bahkan tidak memiliki tujuan apa pun selain kerja sama yang sudah terjalin.

“Ibu tenang saja, saya tidak akan melanggar janji apa pun yang sudah kita sepakati bersama.” Sinar dengan yakin memberikan jawaban kepada Talita dan memastikan posisinya tidak akan mengganggu hubungan perempuan itu dengan Praba.

“Baiklah, saya percaya dengan ucapanmu. Saya juga sangat mempercayai Mas Praba. Kalau begitu, saya permisi.”

Sinar hanya mengangguk dan mengikuti Talita dari belakang untuk mengantarkan perempuan itu sampai di halaman rumah. Tak lama, mobil yang membawa Talita itu meluncur meninggalkan kediaman baru Sinar.

Sinar berbalik untuk masuk ke dalam rumah dan tampak terkejut ketika Praba sudah duduk di sofa ruang keluarga. Sinar hanya sanggup meneguk ludahnya ketika dia memutuskan untuk tidak menyapa dan ingin berlalu dari sana. Namun, suara Praba menghentikannya.

“Duduklah! Saya perlu bicara.”

Sinar bimbang ketika bertanya. “Bapak, bicara dengan saya?”

“Apa ada manusia lain di ruangan ini?” Praba mengatakan dengan dingin.

Tidak ingin membuat masalah, Sinar akhirnya duduk di depan Praba. Menundukkan kepalanya dengan dalam. Menunggu Praba bersuara.

“Saya akan sering berada di rumah ini mulai hari ini. Menginap di sini, dan menghabiskan waktu di sini.”

Sinar mendongak menatap netra hitam Praba yang kali ini menatapnya dengan tajam. Tidak ingin menjadi ‘bulan-bulanan’ Talita dan Praba dalam waktu yang bersamaan, Sinar akhirnya menjawab.

“Tidak! Bapak tidak boleh berada di sini tanpa Bu Talita. Saya tidak ingin Bu Talita salah paham.”

“Saya tidak sedang meminta izin darimu. Saya hanya memberitahumu.” Praba tidak melepaskan tatapannya pada Sinar. “Lagi pula, kita ini suami istri, ‘kan.”

“Tapi, itu hanya sebuah ….”

“Saya tidak peduli.” Praba menjawab dinging. “Permainan sedang dimulai, Sinar.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 125. End

    Halaman belakang rumah besar Praba dipenuhi keceriaan yang luar biasa. Askara, Bhumi, dan Cherry berdiri di depan panggangan barbeque sambil sesekali saling menyenggol. Namun, kali ini tidak ada yang mencoba untuk melerainya.Para pekerja juga membantu mereka memanggang banyak makanan. Aroma makanan menguar tiada henti. Begitu nikmat luar biasa. Cherry pergi lebih dulu, lalu duduk dan bergabung dengan kedua orang tuanya.“Makan dulu, Bos.” Begitu katanya kepada sang ayah juga ibunya. “Ayo, Bunda makan dulu. Mengobrol juga butuh tenaga.”Ya, tidak ada yang salah dengan panggilan Cherry karena di sana memang ada Talita. Setelah obrolan Talita dan Sinar saat itu, hubungan dua perempuan itu lambat laun membaik. Mereka menekan ego mereka demi Askara.Begitu juga dengan Praba dan anak-anak mereka. Bhumi dan Cherry bahkan ikut-ikutan memanggil Talita dengan bunda. Jika dalam kondisi yang lalu, Talita pasti akan merasa keberatan, tetapi sekarang tentu berbeda. Dia bahkan merasa memiliki tiga

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 124

    “Sebagai seorang ibu, kita adalah dua orang yang sama-sama menyayangi dan mencintai Askara. Dia memintaku untuk mempertimbangkan agar kita bisa berdamai.”Talita secara pribadi datang ke rumah Sinar dan membicarakan masalah tersebut setelah dia berpikir secara terus menerus. Dia menarik garis ke belakang dan memikirkan tentang masa lalu yang sudah terjadi. Jika dia menyalahkan Sinar sepenuhnya dan menganggap perempuan itu salah, maka itu tidak benar.Sinar dulu juga seorang korban. Dia juga perempuan yang sudah memberikan cintanya dengan penuh kepada Askara. Tidak sekalipun dia merasa terganggu dengan kehadiran putranya tersebut.“Selama ini saya tidak pernah ingin berseteru dengan Ibu secara terus menerus. Hanya saja, Ibu masih menganggap saya adalah orang yang harus Ibu musuhi.” Itu adalah jawaban yang diberikan oleh Sinar. “Melihat bagaimana hubungan kita selama ini, saya yakin itu menjadikan tekanan sendiri bagi Askara. Itulah kenapa dia ingin melihat kita berdamai.”Sinar menging

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 123

    “Abang nggak jadi ke luar negeri, Ma.”Sinar yang sedang membuatkan sandwich untuk Askara itu segera mendongak menatap putranya yang tengah duduk di stole bar. Anggota keluarganya yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri dan hanya ada Sinar dan Askara saja di sana.“Abang bicara banyak dengan Bunda. Bunda pun mengerti tentang keinginan Abang. Kalaupun toh nanti misalnya Abang ingin sekolah di sana, itu atas dasar keinginan Abang sendiri. Tapi, sampai sekarang, Abang belum ingin. Abang masih lebih suka di negeri sendiri.”Sinar meletakkan sandwich-nya ke atas piring lalu meletakkan di depan Askara. “Mama senang mendengar itu.” Perempuan itu duduk di samping putranya dan menemani makan.“Abang berharap, Mama dan Bunda bisa berbaikan.”Kalimat itu membuat Sinar segera menoleh ke arah putranya. Tatapan remaja itu penuh pengharapan. Dia tampaknya ingin melihat kedua orang yang disayanginya tidak lagi berselisih paham. Askara tentulah tahu jika sebenarnya yang selalu membuat masalah antara ke

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 122

    Untuk pertama kalinya, Askara menghadiri acara keluarga Talita. Dia berusaha berbaur dengan keluarganya yang menerima Askara dengan sangat baik. Nenek dan kakeknya begitu bahagia melihat cucunya akhirnya datang dan berumpul dengan keluarga.“Nenek senang kamu ada di sini.” Askara menoleh dan mendapati seorang perempuan tua yang tampak masih begitu sehat. Tentu jika bersama dengan nenek dan kakeknya bukan pertama kalinya mereka bertemu, hanya saja dia selalu menolak untuk hadir ketika acara-acara seperti ini dilakukan.“Nenek sudah makan?” tanya Askara mencoba untuk perhatian. “Aku lihat, sejak tadi hanya mondar-mandir ke sana-kemari. Nenek harus menjaga kesehatan.”Perempuan tua itu tersenyum lembut. Menarik tangan Askara, lalu menggenggamnya. “Nenek senang kalau cucu-cucu Nenek berkumpul seperti ini, hati Nenek terasa bahagia sekali.”Askara menatap langit yang mucul sekumpulan bintang-bintang. Indah sekali. Sayangnya ini bukan bulan purnama. Jika bulan purnama, sekarang ibunya pasti

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 121

    Kedua tangan Askara maupun Talita penuh dengan barang belanjaan. Talita benar-benar membeli banyak barang untuk dirinya sendiri dan juga Askara. Setelah keluarga bersama dengan Talita, melepaskan segala beban yang selama ini dirasakan, Askara sedikit luluh dengan sikap ibunya.“Terima kasih. Abang sudah bersedia berjalan-jalan dengan Bunda.”Mereka sudah sampai di rumah dan sama-sama melepas lelah dengan duduk di sofa. Askara segera membaringkan tubuhnya di sofa dan memeluk bantal sofa. Memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkannya kembali.“Kalau ngantuk, naik gih, tidur di kamar.” Talita menepuk kaki Askara, lalu mengelus pelan kaki tersebut.“Aku di sini aja. Jendelanya biarin kebuka aja, Bun. Nggak usah pakai AC.” Askara menutup matanya setelah itu. Dia sepertinya benar-benar lelah luar biasa.Talita membuka jendela-jendela lebar itu agar angin bisa masuk. Membuat Askara menjadi nyaman luar biasa. Lelaki itu segera saja terlelap dalam tidurnya. Jika Askara sudah memutuskan un

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 120

    “Cerita Tante ternyata cukup rumit.” Tanggapan Bastian setelah itu. Menatap Askara setelah itu. “Bagaimana tanggapan lo tentang itu, Askara?”Askara menanggapi santai. “Gue udah pernah cerita itu dari Papa. Nggak beda jauh. Hanya beda sudut pandang.”“Papamu menceritakannya?” Talita mengernyit, lalu dia mengingat sesuatu. “Apa karena saat Bunba minta kamu bertanya tentang waktu itu ….”“Ya.” Askara memotong ucapan ibunya. “Papa sudah cerita semuanya.”“Lalu, apa tanggapanmu?” tanya Bastian lagi. “Menurut gue, ini terlalu rumit.”“Kehidupan orang tua selalu rumit dan gue benci itu.” Askara menarik napasnya panjang. “Bukankah keegoisan mereka sehingga membuat gue harus berada dalam masalah? Harus memilih di antara dua ibu.” Askara tersenyum kecil. “Percayalah, itu sangat menyebalkan.”Akhirnya, Askara mengungkapkan isi hatinya yang terpendam. Sejak kecil dia harus ditarik ke sana-kemari untuk hidup dan tinggal bersama mereka. Dia kesal luar biasa.Ruangan itu seketika hening karena keju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status