Share

Bab 2

Yuna harus mengumpulkan semua semangat yang dia miliki hanya untuk menyapa orang seperti Brandon.

“Aku tahu Uniasia juga bakal ikut serta di kompetisi malam ini. Aku punya parfum yang baru saja aku ciptain. Aku harap dengan parfum ini, aku diizinin untuk bergabung sama tim Uniasia,” kata Yuna.

“Uniasia sudah punya produk lain untuk ditampilin di kompetisi nanti,” balas Brandon.

“Tapi kan barang yang boleh ditampilin di kompetisi nanti nggak cuma satu barang doang. Aku cuma berharap parfum buatanku bisa ikut serta, bukan menggantikan ….”

“Atas dasar apa aku harus percaya sama parfum buatan kamu?” tanya Brandon yang langsung mematahkan ucapan Yuna.

Yuna segera mengeluarkan setumpuk kertas dari tasnya dan berkata, “Ini resep dan data yang aku pakai untuk bikin parfum ‘First Love’ ini. Semoga ini cukup untuk mewakili ketulusan hatiku. Soal kualitas … tiga tahun yang lalu, Pak Brandon pernah kasih aku tawaran kerja, jadi aku yakin Bapak percaya sama kemampuanku. Jadi, hari ini aku juga bawa sampelnya.”

“Sampel?”

Akhirnya muncul juga perubahan ekspresi di wajah Brandon. Alis matanya berkedut seakan merasa tertarik kepada apa yang dikatakan oleh Yuna. Yuna pun mengangguk dan tiba-tiba mengulurkan tangannya, yang kemudian disusul oleh sebuah aroma nan manis dan menyejukkan. Aromanya sangat lembut dan tidak menusuk hidung.

Dengan tenangnya Brandon memperhatikan tangan Yuna yang putih dan lembut itu. Aroma yang manis itu masih beterbangan di indra penciuman dan membuatnya hatinya terbuai.

“Aku yakin First Love buatanku ini paling nggak berhasil masuk tiga besar. Parfumku ini bakal jadi keuntungan buat Uniasia.”

Yuna hendak menarik kembali tangannya, tapi Brandon dengan sigap menangkapnya. Tenaga yang Brandon kerahkan pas sekali sehingga Yuna tidak bisa bergerak tanpa harus membuatnya kesakitan.

“Kamu pikir Uniasia peduli sama itu?”

“Ini baru hadiah perkenalan. Kalau Pak Brandon rasa nggak cukup, hak cita atas parfum yang aku buat dua tahun lagi bakal jadi milik Uniasia, gimana?”

Yuna sudah menduga Brandon pasti tidak akan menyetujui permintaannya semudah itu, tapi selama Brandon masih bisa diajak berunding, Yuna yakin dirinya masih punya kesempatan. Waktu sudah semakin menipis, dan Yuna tidak bisa menemukan partner bisnis yang cocok selain Brandon.

“Ini masih nggak cukup,” jawab Brandon.

Brandon melepaskan tangan Yuna, tapi sisa-sisa aroma yang beterbangan di udara masih dapat tercium meski samar.

Brandon memejamkan kedua matanya dan kembali berkata, “Kecuali … ada kamu juga.”

“Aku?!” sahut Yuna terkejut.

“Kamu bawa barang yang aku minta?” tanya Brandon tiba-tiba.

“I-iya, bawa.”

Yuna tetap membawa KTP sebelum dia berangkat sesuai dengan perintah Brandon, meski dia tidak tahu apa tujuannya.

“Menikahlah denganku. Biar aku yang bantu semua kesulitan kamu.”

Seketika itu rahang Yuna nyaris saja terjatuh ke lantai. A-a-apa yang dikatakan Brandon barusan? Menikah? Dengannya?! Kala itu, mobil yang mereka naiki juga telah tiba di depan kantor catatan sipil. Jadi Brandon membuat janji di tempat ini dan menyuruh Yuna untuk membawa KTP, tujuannya adalah untuk menikah?

“Kalau nggak mau, kamu boleh pergi,” kata Brandon sembari membukakan pintu, mengisyaratkan Yuna untuk cepat mengambil keputusan.

“Aku nggak bilang aku nggak mau,” jawab Yuna terburu-buru karena takut diusir dari mobil.

“Berarti kamu bersedia menikah sama aku,” tutur Brandon sambil menyeringai, “Ayo, kita urus prosedurnya. Aku masih ada urusan jam setengah sebelas.”

“.…”

Sembari menahan pintu mobil, kedua mata Yuna menatap lekat pria yang ada di hadapannya dan berkata, “Aku boleh tanya kenapa?”

Kenapa Yuna? Dan kenapa semua ini terjadi begitu mendadak?

“Bukannya kita lagi negosiasi bisnis? Kamu butuh orang untuk melawan VL, dan aku butuh istri. Aku rasa kita impas.”

Ucapan Brandon terdengar begitu santai dan natural. Sorot mata Brandon juga membuat Yuna merasa mereka jadi lebih dekat. Yuna sudah tidak punya masa depan lagi untuk hidup bersama dengan Logan, jadi Yuna tidak keberatan untuk menikah dengan Brandon. Toh, dengan segala kekuasaan yang dimiliki Brandon, tidak peduli apa pun yang dia rencanakan, Yuna tidak mungkin dirugikan.

“Oke, deal!” kata Yuna mantap.

Satu-satunya hal yang Yuna inginkan adalah karma. Karma kepada Logan yang telah mengkhianati perasaannya.

Prosedur pernikahan di kantor catatan sipil berjalan dengan lancar. Dokumen yang mereka berdua siapkan sudah lengkap, sehingga segala urusan bisa dilakukan dengan cepat. Begitu keluar dari kantor catatan sipil. Brandon mengenakan kacamata hitamnya untuk menutupi senyuman yang terpancar dari matanya. Yuna berlarian kecil untuk menyusul Brandon dan berkata, “Pak Brandon, soal kerja sama kita ….”

Seketika itu juga Brandon menghentikan langkahnya dan menoleh. Meski dibatasi oleh kacamata hitam, Yuna masih bisa merasakan hawa dingin yang terpancar dari Brandon. Yuna pun melepaskan tangan yang dia gunakan untuk menggenggam baju Brandon.

“Mulai hari ini, kamu harus terbiasa sama identitas baru kamu, yaitu jadi istriku.”

Brandon langsung memeluk pinggang Yuna dan mengembuskan napas di dekat wajahnya, membuat Yuna tercengang sesaat.

“Kasih bekas soal parfum kamu tadi ke Frans, biar dia yang urus.”

Brandon lalu melepaskan pelukannya dan masuk kembali ke dalam mobil. Yuna dengan segera mengikutinya, tapi dia tidak masuk ke dalam mobil.

“Kenapa lagi, istriku?”

Tiba-tiba ponsel yang berada di genggaman Brandon berbunyi, menunggu untuk dia angkat.

“Eh … bisa, nggak, kalau pernikahan kita jangan diumumin dulu?” tanya Yuna dengan wajah merah merona. Dia takut membuang-buang waktu Brandon, jadi dia kembali berkata dengan cepat, “Aku masih ada urusan, bakal aku beresin secepatnya.”

Yuna tidak bisa melihat tatapan mata Brandon yang tersembunyi di balik kacamata hitam, dan dia juga tidak bisa menebak perasaannya hanya dari ekspresi wajah.

“Aku tunggu kamu di Uniasia sebelum jam lima sore.”

Seusai berkata demikian, Brandon mengangkat panggilan dan menaruh ponselnya di samping telinga. Yuna hanya mengangguk dan menutup pintu mobilnya. Mobil Brandon sudah pergi jauh, tapi Yuna belum bisa bernapas lega karena masih ada urusan yang harus dia hadapi.

Yuna mengisi perutnya terlebih dahulu dan membeli pakaian baru, lalu mengendarai mobilnya menuju gedung kantor VL. Selama perjalanan, Logan berkali-kali berusaha menghubungi Yuna, tapi Yuna tidak mengangkatnya.

Ketika mobil Yuna baru saja berhenti, sekretarisnya Logan yang bernama Chandra segera menyambut dengan raut wajah panik, “Non Yuna akhirnya datang juga. Dari tadi Pak Logan nyariin.”

“Kenapa?” tanya Yuna sembari berjalan memasuki gedung kantor.

“Saya juga kurang paham, tapi katanya ini penting,” jawab Chandra.

Selain Logan dan Valerie, serta beberapa asisten yang cukup dekat dengan mereka, tidak ada yang tahu bahwa produk yang selama ini mencetak rekor penjualan tertinggi semua adalah hasil jerih payah Yuna. Kebanyakan orang mengira kalau Valerie-lah yang merupakan ujung tombak perusahaan.

Dulu Yuna tidak terlalu peduli dengan hal itu, dan sekarang … dia lebih tidak peduli lagi.

Yuna dapat mendengar suara teriakan Logan begitu dia sampai di depan ruang kantornya. “Kamu setiap hari kan selalu sama dia, masa kamu nggak tahu ke mana dia pergi?! Kerjamu ini gimana, sih? Stella, aku kasih tahu, ya. Aku bisa pecat kamu besok, jadi jangan harap bisa mengandalkan Yuna untuk bantuin kamu!”

Logan melampiaskan segala kemarahannya kepada asistennya, Stella, karena dia tidak bisa menemukan Yuna.

Beberapa saat kemudian, pintu kantor diketuk dan terbuka, tapi Chandra tidak masuk ke dalam dan hanya mengantar Yuna saja.

“Prang!”

Logan melempar gelas sampai pecahannya pun berserakan di depan kaki Yuna.

“Ke mana saja kamu tadi pagi?!” bentak Logan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status