Fiona menelan air liurnya susah payah. Fiona tertunduk, tidak berani menatap Satria."Ya, Kek. Tadi aku ke sini, tapi Lucas mengusirku," ucap Fiona cepat. "Aku ingin ikut kakek menjenguk Lucas, karena aku khawatir saat tahu dia kecelakaan dari Tante Indira. Aku pikir, kalau aku datang bersama kakek, Lucas tidak akan mengusirku. Karena itu aku terpaksa berbohong pada kakek."Satria paling benci dengan kebohongan. Tapi mendengar ucapan Fiona, Satria pun melunakkan ekspresinya.Satria menatap Lucas. "Lucas, kenapa kamu harus mengusir Fiona? Dia datang dengan niat baik untuk mengunjungimu. Tidak seharusnya kamu mengusirnya. Apa kaluarga kita sekarang sudah tidak memiliki etika lagi terhadap tamu?"Lucas yang mendengar itu hanya diam saja.Sedangkan Fiona terkejut karena Satria ternyata membela dirinya di hadapan Lucas.Satria menatap Fiona. "Tidak apa-apa. Aku harap kamu tidak memasukkan ke hati atas sikap kasar Lucas.""Tidak, Kek." Fiona menjawab cepat.Fiona menghela napas lega dalam h
Lucas dan Sera memasang ekspresi berbeda saat orang yang datang adalah Fiona. Bahkan mereka pun serempak membatin dengan kedatangan Fiona. "Kenapa dia ke sini, sih? Mengganggu saja," ucap Lucas dalam hati, kesal. "Apa yang Fiona lakukan di sini? Bagaimana dia bisa tahu Lucas ada di sini?" Sera bertanya-tanya dalam hatinya, heran dan bingung. Fiona berjalan cepat menghampiri ranjang Lucas. Ekspresi khawatir tergambat jelas di wajah cantiknya. "Lucas, apa kamu baik-baik saja?" "Untuk apa kamu ke sini? Bukankah sudah kutakan padamu untuk tidak pernah menemuiku?" bukannya menjawab, Lucas justru bertanya balik dengan sinis, begitu juga dengan ekspresi wajah serta sorot matanya. "Lucas, kenapa kamu selalu dingin padaku?" Fiona berkata pelan, raut wajahnya sendu. Lucas muak dengan ekspresi Fiona. "Lebih baik kamu pergi," ucap Lucas semakin dingin, mengabaikan apa yang dikatakan Fiona. Fiona menghela napas pelan. "Aku ke sini karena mengkhawatirkanmu. Tadi aku tidak sengaja bertemu den
Selepas kepergian Satria dan yang lainnya, Sera pun segera mengirim pesan kepada Chiara bahwa Satria dan yang lainnya sudah pergi. Lima menit kemudian Indira dan Chiara pun datang ke kamar inap Lucas."Ini, kalian makanlah." Indira memberikan sebuah bungkusan berisi makanan kepada Sera, yang sengaja dia beli untuk mereka berdua.Sera dengan cepat menerima bungkusan dari tangan Indira. "Mama dan Chiara sendiri bagaimana? Apa kalian sudah makan?""Kami sudah makan. Kalian makanlah," jawab Indira.Sera membuka bungkusan itu dan duduk di samping Lucas. "Lucas, makan dulu, ya."Sera menyendok makanan dan mengarahkan ke mulut Lucas."Benar-benar profesional," ucap Lucas dalam hati, bangga.Lucas dengan senang hati membuka mulutnya dan melahapnya."Kamu juga harus makan," ucap Lucas mendorong sendong kedua dari Sera ke hadapan Sera."Iya. Nanti. Saya akan makan setelah kamu selesai makan.""Tidak. Kita makan bersama-sama."Sera sedikit ragu."Makan dengan piring dan sendok yang sama dengan L
Di kamar inap Lucas."Paman, tolong maafkan Mama. Mama berkata seperti itu karena Mama takut, jadi emosinya sedikit tidak terkontrol. Sampai saat ini Mama masih trauma dengan apa yang terjadi sama Papa waktu itu. Kecelakaan yang menimpa Mama dan Papa waktu itu sangat membekas di hati Mama. Tolong maafkan Mama, Paman." Lucas meminta maaf untuk Indira, yang tentu saja itu hanya formalitas.Walau hubungan mereka tidak baik, tapi Lucas tetap harus menunjukkan sikapnya kepada Alvin, meski dalam hatinya sangat muak karena harus bersandiwara di hadapan mereka semua.Alvin tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, Lucas. Wajar seorang ibu bersikap seperti itu. Tidak ada orang tua yang ingin kehilangan anaknya.""Terima kasih, Paman."Lucas menatap Satria. "Maaf, Kek. Karena aku, Kakek jadi harus meninggalkan Danau Gladiol.""Tidak perlu dipikirkan. Keselamatanmu jauh lebih penting. Aku bisa ke sana lagi lain kali." Satria menjawab dengan nada datar, begitu juga dengan raut wa
Indira mengepalkan kedua tangannya menahan amarah atas pertanyaan tiba-tiba Satria."Aku tidak tahu," jawan Indira ketus.Di saat seperti ini, mana mungkin Indira memikirkan orang lain. Karena di kepalanya sudah penuh dengan kondisi Lucas yang terluka.Satria menatap Indira. "Apa kamu tidak memberi tahu mereka?""Tidak. Untuk apa aku memberi tahu mereka? Seandainya mereka tahu pun, apa gunanya untuk mereka? Lucas bukan anak mereka. Yang ada mereka akan senang kalau melihat Lucas terluka seperti ini."Satria kesal dengan ucapan Indira, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya bisa memendam kekesalannya dalam hati."Mama, jangan berkata seperti itu," ucap Lucas menatap Indira.Indira menatap Lucas. "Biarkan saja. Memang seperti itu kenyataannya. Kamu bukan anak mereka. Dan mereka pasti sangat senang kalau kamu terluka. Atau, mungkin mereka berharap kamu mati agar Adi bisa mendapatkan warisan keluarga Mahendra sepenuhnya.""Mama.""Indira!"Lucas
Chiara menunggu dengan gelisah. Kekhawatiran tampak jelas di wajahnya."Chiara, tenang. Lucas pasti baik-baik saja," ucap Sera berusaha menenangkan Chiara."Aku takut, Sera." Chiara berkata dengan suara bergetar. "Aku takut. Aku nggak mau kehilangan Kak Lucas.""Aku tahu. Tapi aku yakin Lucas akan baik-baik saja.""Kakek, ayo cepat!" Chiara mengulurkan tangannya untuk membantu Satria turun dari perahu. Sera pun dengan cepat membantu."Apa yang terjadi? Bagaimana Lucas bisa kecelakaan?" tanya Satria sambil berjalan cepat."Aku juga nggak tahu, Kek," jawab Chiara menahan tangis. "Mama barusan nelpon aku dan bilang kalau Kak Lucas kecelakaan."Ingin rasanya Chiara berlari meninggalkan Satria yang dianggapnya terlalu lamban.Satria sendiri berusaha berjalan dengan cepat. Mengabaikan napasnya yang mulai sesak."Kekak, pelan-pelan saja. Saya yakin Lucas akan baik-baik saja," ucap Sera ketika melihat wajah Satria yang begitu merah dengan napas terengah-engah.Satria menatap Sera tajam. Bagai