Share

Malam Pertama

Penulis: Kocakaja
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-08 19:45:23

Mau tidak mau, suka tidak suka, Hadyan menuruti perintah Helga. Perlahan-lahan tangan lelaki itu menjauh dari punggung Helga yang tak tertutupi oleh gaun mewah di tubuh ideal berkulit bersih nan mulus. Hadyan lantas mengalihkan fokusnya pada makanan yang tersedia di atas meja, dan memilih beef steak untuk mengisi perut kosongnya.

Waktu yang berlalu di acara resepsi pernikahan Helga dan Hadyan terasa sangat lambat bagi mempelai wanita. Karena pernikahan dua manusia beda usia itu dilanjut dengan beberapa rangkaian acara seperti berdansa dan bernyanyi, warna langit di atas sana makin gelap. Pesta pun digelar hari itu juga, mengakibatkan pasangan yang baru sah itu merasa kelelahan, terutama si pengantin wanita.

Rasa ingin cepat-cepat masuk ke kamar tidur tertunda saat rumah mewah terpampang di depan mata. Dari memasuki halaman saja Helga sudah dibuat tercengang dengan rumah Hadyan. Ternyata tempat tinggal Hadyan bersama keluarga kecilnya ini lebih besar dari rumah Hans yang sebelumnya ditempati Hadyan dan juga Ivander. 

Meski tampak luar biasa mewah, tidak membuat Helga bangga atau senang. Perempuan itu cuma kaget beberapa detik karena ia sudah tak sabar ingin menidurkan tubuhnya yang lelah. Sosok wanita yang berdiri di depan pintu utama segera mengambil alih Ivander dari gendongan Helga.

Begitu sudah digendong suster, Helga melepas sepatu hak tinggi, dan menggantinya dengan sandal rumah. Ia langsung berlari ke lantai dua, di mana kamar tidurnya berada. Sesuai informasi dari Hadyan saat di mobil, Helga buru-buru masuk ke kamar mereka yang bisa dibilang menyatu dengan kamar Ivander.  

Melepas gaunnya di atas lantai sebelum masuk ke kamar mandi, begitu masuk Helga segera membilas tubuh. Sesudah rampung dengan urusan bersih-bersih, Helga mencari pakaian tidur yang sudah disediakan di lemari pakaiannya dan Hadyan. “Pandai sekali yang menyiapkan gaun-gaun tidur tipis ini,” pujinya sambil melihat puluhan baju kurang bahan berjajar di depannya.

Helga memakai gaun tidur pendek soft pink berbahan satin, tanpa lengan. Tentunya memilih yang paling normal dari gaun lainnya yang rata-rata tembus pandang di titik tertentu. Perempuan itu langsung keluar dari walk in closet dan disuguhi pemandangan sang suami yang hanya memakai handuk putih di bagian pinggang sampai lutut. 

“Wow! Apakah malam ini kita akan bersenang-senang?” tanya Hadyan yang sudah berdiri di hadapan Helga. “Tunggu, aku pun tidak suka bermain tanpa membersihkan tubuhku lebih dulu,” tambahnya sesudah mengecup bibir Helga tanpa izin. Setelah itu Hadyan yang bergantian masuk ke kamar mandi.

Helga yang tak ingin ribut karena lelah, memilih naik ke ranjang besar mereka. Tanpa memusingkan kata-kata Hadyan, matanya pun terpejam. Hingga akhirnya Helga berhasil tertidur, benar-benar nyenyak, dan tidak tahu bahwa seseorang tengah asyik memerhatikannya.

Pria yang hanya mengenakan celana tidur panjang itu melempar handuk ke keranjang, bercampur dengan gaun kotor milik Helga dan setelannya semula. Ia menaiki ranjang dengan tangan yang sudah membelai tubuh Helga. Membuat sang istri terusik, dan segera membuka mata. 

“Apa kau lupa akan tugas utamamu malam ini?” tanya Hadyan yang membuat Helga terduduk dan menatapnya lekat-lekat. “Kerjakan tugasmu sebagai istri malam ini,” perintahnya sambil meraih leher Helga, membawa tubuh sang istri makin dekat padanya.

“Mungkin aku terlihat penurut karena bersedia menikah denganmu, tapi jangan pernah meremehkanku. Aku masih punya harga diri,” balas Helga tegas dan segera mendorong Hadyan. “Faktanya kau masih memiliki hubungan dengan mantan istrimu, karena itu aku berhak menolakmu,” terangnya sebelum turun dari ranjang. Hadyan yang terdiam itu hanya bisa melihat Helga yang memilih jalan ke arah pintu penghubung antara kamar mereka dengan kamar tidur Ivander. 

“Kau berani mengatakan itu?”

Perempuan berpakaian merah muda itu dengan cepat menoleh, saat tangannya sudah meraih kenop pintu. “Tidak ada malam pertama ataupun malam-malam lainnya. Kau dan aku tidak lebih dari pasangan di atas kertas,” balas Helga tegas. “Untuk masalah ranjang, aku tidak akan pernah menurut sebelum kau dan Ilana menyatakan perceraian kalian di media,” imbuhnya seraya tersenyum tipis. Kemudian masuk ke kamar Ivander.

Hadyan mendengar ucapan terakhir dari mulut Helga yang menurutnya begitu serius, ia sudah tak tahan lagi. Hadyan lantas menyusul istri kecil pemberontaknya itu ke kamar sang putra. Membuka pintu dan langsung mengangkut tubuh Helga dari kasur Ivander.

Helga diturunkan di atas ranjang, perempuan itu mendelik saat Hadyan mengatakan, “Tidak kuizinkan kau tidur di kamar anakku. Kau sudah tahu tugasmu, bukan? Apakah perlu kujelaskan secara detail?”

Helga berusaha menahan tubuh Hadyan saat dirinya sudah ditindih. Dengan cepat Hadyan mengambil sepasang tangannya dan disimpan ke atas kepala. Helga yang marah itu pun mendongak.

“Istri mana yang mau berbagi suami?! Kalian sudah bercerai!” teriak Helga yang berada di bawah tubuh Hadyan. Lelaki itu masih menahan tangan sang istri agar tidak bisa memukul atau mendorong tubuhnya. “Kau mengingatkan tugasku sebagai istri, tapi kau sendiri lupa apa kewajibanmu. Lihat dirimu dulu sebelum memaksaku!”

Bibir Hadyan terkunci sebentar mendengar lontaran Helga yang cukup berani. Akan tetapi, ia tak gentar untuk meminta haknya. “Kau yakin tidak ingin memberikan apa yang seharusnya kau berikan di malam pertama kita?” Helga mengiyakan. “Jangan lupakan nasib tugas-tugasmu. Tanpa nilai dariku, kau tidak akan bisa melanjutkan kuliahmu.” Setelah itu Hadyan mengecup kening Helga dan tangannya mulai merayap di tubuh Helga.

“Pria paling egois yang pernah kukenal sejauh ini adalah kau, Hadyan!”

“Dan kau wanita paling berani yang sayangnya tidak bisa menolak perintahku." Dengan tersenyum miring, Hadyan bertanya, "Siap bertempur sampai pagi?”

“Aku tidak ikhlas disentuh olehmu! AKU TIDAK SUDI!” jerit Helga sesaat sebelum bibirnya diserang Hadyan. 

Terpaksa menurut, mungkin pernyataan yang tepat untuk posisi Helga saat ini maupun beberapa jam ke depan. Tubuhnya sudah berada di bawah kendali sang suami. Mahkota yang dijaga selama dua puluh satu tahun miliknya harus diserahkan pada pria tiga puluhan, sang dosen.

Tak ada rasa bahagia sama sekali, justru Helga begitu marah. Selain nilai tugas yang berada di bawah kendali Hadyan, kini tubuhnya pun harus dirampas oleh pria playboy itu. “Mungkin aku akan jatuh cinta dengan tubuhmu, Helga ... dan mungkin aku tidak akan pernah menceraikanmu, sampai kapan pun,” bisik Hadyan di tengah-tengah mereka memadu kasih.

“Berhenti mengatakan janji-janji bodoh itu! Urusan Ilana saja aku tidak boleh ikut campur,” balas Helga yang langsung melengos saat Hadyan hendak mencium bibirnya. “Jika sampai aku wisuda kalian tetap berhubungan, akulah yang akan menceraikanmu,” batin Helga saat Hadyan memeluk pinggangnya erat-erat.

“Aku bukan pria yang suka asal memberikan janji.”

“Kau pikir aku peduli dengan ocehanmu itu? Aku pun tidak ingin percaya. Rasa percayaku padamu semakin berkurang sejak kau memaksaku untuk menyerahkan tubuhku beberapa menit lalu,” sahut Helga menatap tajam Hadyan. “Menjauhi Ilana saja kau tidak bisa.”

Kegiatan suami istri itu berlangsung cukup lama bagi Helga, namun tidak menurut Hadyan. Pria itu mengerti bahwa tubuh lelah sang istri butuh istirahat, beda dengan dirinya yang masih kuat hingga subuh nanti. Ia membawa Helga masuk ke dalam pelukannya, saat dilihat sepasang mata istri mudanya benar-benar terpejam.

“Belum saatnya untukku melepaskan Ilana,” bisik Hadyan mengencangkan pelukan di pinggang Helga.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Muda Pak Dosen   Calon Adik

    Hari berganti hari, tetap dilalui Hadyan dan Helga dengan waspada meskipun dua minggu ini Hans tinggal bersama mereka. Selama itu pula mereka tidak melihat adanya kejanggalan, bahkan Hans semakin dekat dengan Ivander.Hal itu juga yang membuat Helga berusaha menerima kebaikan Hans lagi, dan mengesampingkan pikiran negatif tentang sang ayah mertua. Seperti sore ini contohnya, saat ia tengah mengajari Ivander berhitung.Hans yang melihat Helga sibuk mengajar cucunya, tiba-tiba saja membawakan potongan buah apel dan mangga dari dapur.Setelah Sonya memotong kedua buah itu dan memasukkannya ke dalam mangkuk besar, Hans bersikeras membawakannya kepada menantu dan sang cucu.“Wah, apa itu?!” seru Ivander yang melihat langkah Hans mendekat ke posisinya dan Helga duduk.Keduanya tengah duduk di atas karpet bulu sambil bersandar pada sofa yang ada di belakang tubuh mereka. Sementara Hans yang berjalan mendekat itu tersenyum lebar melihat antusias Ivand

  • Istri Muda Pak Dosen   Tinggal Serumah

    Seseorang yang diketahui Hadyan dan Helga sebagai sopir pribadi Hans tiba-tiba mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Ia menyeret koper hitam tersebut dan berjalan menuju Hans.“Papa menyesal. Papa tidak ingin mengganggu kebahagiaan kalian, tapi Papa ingin tinggal serumah denganmu dan menantu Papa, Gavi.”“Semudah itu Papa menyesal?” Hadyan berdecih. “Aku tidak percaya.”Bagaimana bisa dia percaya akan perubahan sang papa yang tiba-tiba? Dia bukan anak kemarin sore yang mudah dibohongi. Terlebih-lebih Hans telah memintanya pergi dari rumah maupun berhenti bekerja di resto. Semua harta milik Hans wajib dikembalikan atas perintah pria itu sendiri, padahal dirinya adalah anak kandung Hans.“Papa sungguh meminta maaf pada kalian berdua, Helga,” balasnya yang membuat Helga berdeham singkat dan melirik Hadyan. “Papa sadar, kebahagiaan yang sebenarnya adalah melihat orang terdekat Papa bahagia dan menemani Papa sampai akhir hidup Papa,

  • Istri Muda Pak Dosen   Mengusik?

    Helga tidak berhenti menatap kagum pada rumah minimalis pemberian Hadyan. Rumah baru mereka tidak besar maupun megah, tetapi tampak asri di bagian depan. Halaman yang tidak terlalu luas itu bisa dipakai untuk memarkir mobil sekaligus motor besar sang suami. Sisi lain halaman rumahnya terdapat taman kecil yang ditumbuhi bunga melati juga kembang sepatu. Helga pun bisa bersantai di taman itu karena tersedia bangku yang terbuat dari kayu beserta meja bulatnya. Walau tidak besar, tapi entah mengapa Helga bisa bernapas lega dan sangat senang ketika memandang rumah itu.“Tidak ada yang bisa mengganggumu lagi,” lirih Hadyan. Sepasang tangannya melingkar di pinggang Helga. Dengan dagu yang diletakkan ke pundak kiri sang istri, ia lanjut berkata, “Maaf, karena aku terlambat mengajakmu pindah kemari, Baby.”“Kita pindah ke sini hari ini saja sudah membuatku senang,” sahut Helga yang membuat pelukan di pinggangnya mengencang.Ivander yang tengah berkeliling

  • Istri Muda Pak Dosen   Lembaran Baru

    Kini Helga sudah bisa bernapas lega, selain sidang akhir dan yudisium sudah dilaksanakan, waktu untuk wisuda telah ditentukan. Tahun depan istri muda Hadyan tersebut bisa lulus kuliah dengan gelar sarjana. Berkat hobi membaca ditambah dengan jurusan yang digelutinya, Helga bisa menjadi editor di salah satu perusahaan penerbit buku.Meski sibuk bekerja, Helga tidak pernah lupa menyempatkan waktu untuk Ivander. Ia tetap mengantar Ivander ke sekolah seperti biasa. Di hari libur pun Helga mengajak Ivander dan Hadyan berjalan-jalan.Seperti pagi ini contohnya. Tempat untuk menghabiskan waktu bersama yang dipilihkan Helga kali ini berbeda. Bagaimana tidak, Helga mengajak mereka berkemah selama dua hari satu malam.Di wisata perkemahan, ketiganya sampai dengan selamat dan segera memasuki tenda yang sudah disediakan. “Ivander jangan main dulu dong,” kata Helga saat bocah itu hendak bermain dengan mobil-mobilan. “Tolong bantu Mama menyiapkan sosis dan bakso dulu, y

  • Istri Muda Pak Dosen   Pindah Rumah

    “Mana mungkin!” balas Helga seraya tertawa pelan sebelum rasa mual itu kembali menyerang. Lalu mengelap mulutnya dengan punggung tangan. “Aku pasti cuma kelelahan.”“Kalau begitu kita ke rumah sakit.”“Gak perlu, Pak Hadyan.” Mendengar panggilan menyebalkan itu, Hadyan mencium kilat bibir Helga.Refleks, Helga memukul lengan Hadyan. “Astaga! Gimana kalau Ivander lihat?!” Sonya yang datang kembali bersama Ivander, memberikan minyak angin untuk Helga. Tidak hanya itu, Sonya juga membawakan sebotol air mineral, dan diterima oleh Hadyan. Pasangan itu pun mengucapkan terima kasih.“Mama oke?”“Ya, Mama Helga oke, Ivander. Kita bisa berangkat sekarang!”“Yes!” pekik bocah itu lalu menunjuk motor. “Boleh naik motor, Papa?”Hadyan tak langsung menjawab, tetapi melirik sang istri. Seolah-olah meminta pendapat Helga lebih dulu. Helga yang mengerti arti tatapannya lantas tersenyum.“Aku sama sekali tidak keberatan kalau ha

  • Istri Muda Pak Dosen   Hamil?

    Beberapa saat kemudian Ilana pergi dari sana sesudah mendapat jawaban dari Helga. Dirinya menahan kesal, karena Helga sama sekali tidak takut dan cenderung menantang. Hal itu membuat Ilana geram, dan memilih pergi dari rumah Hadyan.Akan tetapi, sebelum itu ia telah menunjukkan foto Hadyan yang sudah bersujud di kaki sang ayah. Bukan hanya itu, Ilana juga memperlihatkan foto Hadyan lainnya yang sudah terluka. Ia sempat mengancam Helga. “Silakan saja laporkan ke pihak berwajib. Lakukan visum kalau memang mau, tapi aku juga tidak tinggal diam,” kata Ilana setelah Helga kaget melihat foto Hadyan yang ada di ponselnya. “Aku bisa melaporkan Gavi mengenai perjanjian yang sudah dia sepakati sebelumnya bersamaku. Ada hitam di atas putih sebelum dia menikahimu,” jelas Ilana yang membuat Helga bertanya-tanya setelah kepergian mantan istri Hadyan itu.Helga tentu saja terkejut mendengar penjelasan Ilana mengenai perjanjian antara ibu kandung Ivander tersebut dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status