Share

Bab 5 : Rencana Ayuda

Ayuda diam di kamar hotelnya. Ia termenung mencoba mencerna apa yang terjadi. Gadis itu benar-benar syok saat Affandi berkata dia memang memiliki saudara kembar. Papanya itu belum menjelaskan alasan memisahkan dia dan saudari kembarnya, yang jelas Ayuda merasa sangat kecewa dan marah ke Affandi.

“Harusnya semua ini tidak terjadi kepadaku,” sesal Ayuda. Ia menekuk kedua kaki lalu menggunakan lututnya sebagai bantalan kepala. “Tapi jika bukan aku pasti dia yang akan mengalami semua hal buruk ini.” Ayuda diambang bimbang.

“Bagaimana dia menjalani hidup sampai bisa dijual ke pria sakit jiwa itu?” gumam Ayuda lagi. Dia terus memikirkan nasib saudarinya, berharap bisa bertemu segera.

“Di mana dia sekarang? Apa dia sengaja melarikan diri?” Ayuda kembali bertanya-tanya ke dirinya sendiri, hingga dia lelah dan memilih untuk merebahkan tubuhnya ke ranjang.

_

_

“Kalian benar-benar tidak becus,” bentak Affandi. “Andai saja kalian mencari orang yang bisa membersihkan rumah dengan baik, pasti Ayuda tidak akan memilih menginap di hotel dan berujung diculik seperti ini.”

Hari, Aldi dan beberapa bawahannya hanya bisa menunduk. Ayuda memang memiliki alergi debu, gadis itu enggan pergi ke rumah papanya karena sudah lebih dari dua bulan rumah itu tidak ditinggali. Ayuda juga jarang datang ke kota itu, biasanya dia ke Indonesia hanya untuk liburan beberapa minggu lalu kembali ke luar negeri dan jarang sekali singgah ke kediaman Affandi. Ia dan papanya memang sudah berpuluh-puluh tahun menetap di Singapura, tapi mereka masih memegang status kewarganegaraan Indonesia.

“Maaf Tuan, kami …. “

Affandi mengeram, dia hampir saja melayangkan pukulan ke orang yang bertanggungjawab menjaga rumahnya saat ponsel Aldi berbunyi. Pemuda itu mendapat info dari temannya yang sesama anak buah Affandi,bahwa sudah menemukan siapa pemilik villa itu dan akan mengirimkan infonya segera.

“Pak, ini …. “ Hari yang ikut melihat layar ponsel Aldi nampak kaget, setelah tahu bahwa pemilik villa itu bernama Ramahadi.

“Berikan padaku!” bentak Affandi. Ia menyambar ponsel dari tangan Hari dengan kasar, membaca informasi dan bahkan beberapa foto yang dikirim oleh bawahannya tadi ke ponsel Aldi.

“Brengsek! Pria jahanam itu ternyata anak dari Ramahadi.” Affandi murka, dia bahkan membanting ponsel Aldi ke lantai hingga pecah. “Aku akan membuat hidupnya berantakan, aku akan membunuhnya,” ucapnya dengan suara menggelegar.

“Pak jangan gegabah, sebaiknya kita mengkonfirmasinya dulu ke Nona Ayuda,”ujar Hari. Pria berumur tiga puluh lima tahun itu memang selalu bisa mengimbangi sifat tuannya.

Beberapa jam kemudian, Ayuda akhirnya tiba di rumah yang kemarin tidak ingin dia tinggali karena banyak debu sana sini. Dia menatap sekeliling dan menyesal. Seharusnya dia tinggal saja di sana meski harus bersin-bersin seharian.

Affandi duduk di sofa melihat putrinya duduk dengan santai, dia yakin bahwa Ayuda pasti menyimpan lara tapi tidak berniat menunjukkan itu ke dirinya. Nampak jelas dua mata gadis itu sembab, Affandi yakin Ayuda pasti menangis sejak kembali ke hotel.

“Aku pikir nama Jiwa banyak di negara ini ….” Affandi menjeda lisannya saat Hari menunjukkan ponselnya ke Ayuda. Di layar benda pipih itu terpampang foto Jiwa. “Tapi yang memiliki nama belakang Ramahadi pasti hanya dia,” imbuhnya.

Ayuda membuang muka, dia meminta Hari untuk menyingkirkan potret Jiwa dari hadapannya. “Di dunia ini semua laki-laki sama, jika tidak brengsek seperti pria ini pasti pembohong seperti Papa,” sindirnya.

Affandi membuang napasnya kasar mendengar ucapan Ayuda yang menusuk sampai ke tulang. Pria bertubuh agak gempal itu menegakkan punggung lalu mencondongkan tubuh ke arah sang putri. Sebagai ayah yang sangat menyanyangi dan memanjakan Ayuda, dia jelas tidak akan tinggal diam dengan perbuatan Jiwa yang merupakan anak dari musuh bebuyutannya. Ia dan Ramahadi merupakan saingan bisnis, bahkan kepindahannya dulu ke Singapura juga didasari oleh fitnah yang dia yakini dibuat oleh pria itu.

“Aku akan membuatnya membayar semua ini, aku akan menghabisi pria itu dan menghancurkan keluarganya,” kata Affandi dengan rahang mengetat.

“Apa yang akan Papa lakukan? Papa akan melaporkan dia ke polisi dengan pasal pemerkosaan? Mau ditaruh mana mukaku, Pa?” Ayuda akhirnya angkat bicara, matanya kembali memanas tapi dia meninggikan dagu agar air mata tak sampai keluar dari sana tapi tetap saja tidak bisa. Ayuda buru-buru mengusap pipi agar dia tidak terlihat menyedihkan di depan papanya dan Hari.

Affandi terdiam, dia melihat dengan jelas air mata Ayuda. Sebagai seorang ayah hatinya ikut merasa hancur. Hingga sebuah keinginan dari sang putri membuat dirinya syok. Ayuda berkata ingin membuat Jiwa menikahinya secara resmi.

“Nona, tapi dia sudah memiliki istri,” sambar Hari yang tak kalah kaget dengan niatan anak tuannya.

“Aku tahu,” jawab Ayuda enteng.

“Apa maksudmu? Apa kamu ingin menjadi istri keduanya? Menikahi anak Ramahadi sialan itu bukan candaan yang lucu, Ayuda apa kamu sudah tidak bisa berpikir jernih?” cecar Affandi.

“Tidak, aku sudah memikirkannya sejak si brengsek itu menyekapku di villa. Aku yakin ada rahasia besar kenapa dia melakukan perbuatan menjijikan itu. Dia sepertinya memperkosa untuk membuat Arra hamil dan melahirkan anaknya, aku yakin istrinya pasti mandul. Ia pasti akan menyiksa Arra dengan sangat kejam.” Sorot mata Ayuda berubah, tangannya bahkan mengepal di atas paha. “Dia membeli manusia layaknya barang, dan pasti akan dibuang setelahnya. Dasar pria sakit jiwa,” imbuhnya.

Affandi tak lantas mengiyakan atau melarang niatan Ayuda, dia menatap Hari yang terus memandangi putrinya, orang kepercayaannya itu jelas tak kalah heran darinya.

“Aku akan datang menemui pria itu, aku akan memintanya menikahiku dan akan kuhancurkan hidupnya. Bukankah Papa sangat membenci ayahnya? Aku akan dengan senang hati membantu Papa memporak-porandakan keluarganya.” Ayuda semakin menggebu, dia bahkan memulas senyuman sinis dan membuat Affandi menelan saliva.

“Ayuda, apa kamu serius dengan niatanmu?”

“Meski Papa melarang, aku akan mendatanginya dan membuat kekacauan, dia harus tahu bahwa aku bukan Arra tapi Ayuda, dan karena dia sudah merenggut hal paling berharga dariku maka aku juga akan merenggut hal paling berharga di hidupnya,” jawab Ayuda.

“Pak Hari, carikan aku semua informasi tentang pria itu! Jangan lewatkan hal sekecil apapun, aku akan membuatnya membayar semua ini.” Ayuda memulas smirk, di dalam hati dia berbisik-

“Mati kau Jiwa Ramahadi!”

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Anugrah
aku suka banget karakter wanita tangguh seperti ayuda..... anaknya aja kayak gitu g kebayang kelakuan bapak nya.... hahahaha..... like daughter like father....
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
ayuda pemberani dan pantang menyerah
goodnovel comment avatar
Sari 💚
owh, gini toh. bagus Ayuda, jangan lemah hehe. masa iya mereka mau nyembunyiin kamu dan berniat mengambil bagimu ckckc
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status