Transplantasi sumsum tulang adalah prosedur untuk memperbarui sumsum tulang yang rusak dan tidak lagi mampu memproduksi sel darah yang sehat. Transplantasi sumsum tulang disebut juga transplantasi sel induk atau sel punca atau sistem cell. Sumsum tulang adalah jaringan yang terdapat di dalam beberapa tulang, seperti tulang panggul dan tulang paha. Sumsum tulang ini berfungsi menghasilkan sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel keping darah atau trombosit. Sumsum tulang dapat rusak akibat penyakit, seperti kanker dan infeksi, atau karena pengobatan kanker, seperti kemoterapi dan radioterapi. Sumsum tulang yang rusak dapat mengganggu produksi sel darah. Sel darah yang dihasilkan oleh sumsum tulang yang rusak juga mungkin tidak sehat atau tidak berfungsi normal.Transplantasi sumsum tulang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang yang rusak. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan sel punca sehat ke dalam tubuh pasien. Sel punca yang sehat ini
"Kak!" Zavier dan Sean masuk kedalam ruangan rawat inap Zayyan. Tampak lelaki itu masih dengan posisi tengkurap sebab luka bekas operasi nya masih sakit."Bagaimana keadaan putriku, Sean?" tanya Zayyan tanpa basa-basi. Lelaki itu sekali meringgis kesakitan. Dia belum bisa berbaring atau duduk masih dalam posisi tengkurap di atas ranjang. Bekas operasinya yang belum kering dan benang jahitan juga masih terlihat basah. Sean menarik napas dalam. Berbicara dengan Zayyan harus hati-hati. Bisa-bisa dia terkena semprot. Apalagi jika bersangkutan dengan putri kecilnya dan juga Zea. "Ziva masih dalam pengaruh obat bius. Tapi dia baik-baik saja," jawab Sean. Zayyan bernapas lega. Dia berharap bahwa putri kecilnya itu akan baik-baik saja dan segera sembuh. Zayyan ingin mengajak putrinya jalan-jalan, lalu membeli banyak boneka dan bandana. "Kak," panggil Zavier. Kali ini lelaki tersebut seperti yakin bahwa Zayyan memang begitu mencintai Zea dan ketiga anaknya, hingga rela melakukan apa saja.
Ar tengah asyik bermain game seperti biasa. Selain sekolah, kegiatannya sehari-hari juga dihabiskan untuk bermain game. "Ar!" panggil suara terdengar menghampirinya. Pria berusia 11 tahun itu menoleh ke arah sumber suara. Wajahnya langsung sumringah melihat siapa yang datang. "Opa!" seru Ar. Leigh berjalan menghampiri cucu kesayangannya. Dia baru mendapat kabar bahwa Ar sekarang tinggal dengan Zevanya. Namun yang membuat dirinya bertanya-tanya di mana Zayyan? Kenapa putranya itu membiarkan cucu kesayangannya tinggal bersama sang ibu?"Opa!" Ar berhambur memeluk Leigh yang tinggi tubuh mereka hampir sama. "Apa kabar, Son?" tanya Leigh membalas pelukan hangat cucunya itu. "Ar baik, Opa," balas Ar seraya melepaskan pelukan sang kakek. "Kau semakin tampan saja," puji Leigh terkekeh pelan seraya mengusap kepala cucunya dengan sentuhan sayang. "Ar memang tampan, Dad," sahut Ar dengan senyum percaya diri. Tidak lama kemudian Zevanya datang. Wanita itu seketika terkejut melihat kedat
Zea membersihkan tubuh Zayyan dan Ziva secara bergantian. Ziva masih belum sadarkan diri, tetapi dia sudah melewati masa kritisnya. Sementara Zayyan terus menempel pada Zea. Dia benar-benar tak memberi celah wanita itu berbicara dengan laki-laki lain, termasuk Zavier dan Sean. "Mom, biar Zean saja yang mengurus Daddy," pinta Zayyan. "Tidak, Son!" tolak Zayyan cepat. Pokoknya dia hanya ingin dirawat dan disentuh oleh Zea."Kenapa, Dad?" tanya Zean dengan kening mengerut heran. "Tanganmu terlalu kecil untuk merawat Daddy," sahut Zayyan beralasan. Padahal agar dia bisa terus bersama dengan Zea. Sementara Zayn, putra pertama Zayyan dan Zea tampak diam saja dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Pria kecil yang sudah dewasa sebelum waktunya itu memang tak banyak bicara. Dia juga sedang kesal pada Zayyan, akibat ayahnya yang manja di luar batas itu membuatnya tak bisa bermanja-manja dengan sang ibu. "Bukan alasan Daddy agar menempel dengan Mopmmy, kan?" tuding Zean menatap ayahnya
Seperti terkena sambaran petir, Zayyan dan Zea sontak terdiam ketika mendengar penjelasan Erwin dan Sean. Kedua orang itu saling menggengam tangan untuk menguatkan satu sama lain. Bahkan tanpa malu dan tanpa permisi air mata mengalir di pipi Zea. Sungguh, dia benar-benar tidak mampu melihat wajah putri kecilnya. Wajah kesakitan dan tubuhnya harus disiksa oleh jarum-jarum kejam dan ganas yang menancap di bagian tubuhnya. "Tumor ini terbilang jinak dan perkembangannya cukup cepat," sambung Erwin."Apa putriku bisa sembuh, Win?" tanya Zayyan. "Bisa. Tapi, Ziva harus melewati beberapa proses perawatan yang panjang. Mungkin itu akan sedikit menyakiti dirinya," sambung Erwin yang kembali menjelaskan kondisi Ziva kecil. Tanpa Zayyan sadari air mata jatuh di pipi tampannya. Dadanya berdenyut sakit ketika membayangkan tubuh kecil Ziva yang disiksa oleh penyakit mematikan itu. Zayyan dan Zea kembali ke ruangna rawat inap Ziva. Di sana tampak gadis kecil itu bermain dengan kedua kakaknya. Di
Setelah menjalani beberapa perawatan dan kemoterapi, kondisi Ziva lumayan membaik. Gadis kecil itu sudah bisa bermain bersama kedua kakak kembarnya. "Daddy, Ziva mau pulang!" renggeknya manja. Rumah sakit adalah tempat paling menyeramkan bagi anak-anak sepertinya. Apalagi disiksa oleh banyaknya jarum suntik yang masuk ke beberapa bagian tubuhnya. Rasanya Ziva tidak sanggup dan ingin segera pulang saja. "Iya, Sayang. Kita pulang." Kini Zayyan merasa hidupnya berada di ambang maut. Melihat anak perempuannya yang terus saja merenggek kesakitan, seperti menusukkan belati tersendiri di dalam rongga hatinya. Hari ini Ziva memang sudah diperbolehkan pulang oleh Erwin dan Sean. Gadis kecil itu nanti akan menjalani beberapa perawatan lagi karena ada tumor kecil yang tumbuh di dadanya. Zayyan dan Zea duduk berdampingan di dalam mobil. Sedangkan Ziva berada di tengah kedua orang tuanya. Gadis kecil itu terus berceloteh bahagia karena akhirnya memiliki orang tua yang lengkap seperti teman-te
"Jadi, sekarang Zayyan ada di Kanada bersama Zea? Pantas saja dia sengaja menitipkan Ar padaku." Zevanya mengepalkan tangannya kian erat. Dadanya naik turun menahan amarah yang membara. Bisa-bisanya lelaki itu menjadikan dirinya hanya sebagai alat pelampiasan. "Iya, Nyonya," jawab sang asisten. "Kau boleh keluar!" usir Zevanya mengibaskan tangannya. Wanita itu duduk di kursi kebesarannya. Dia masih merutuki Zayyan, padahal dia dengan percaya diri berpikir bahwa Zayyan mulai masuk dalam perangkapnya karena menitipkan Ar. Ternyata dirinya hanya dijadikan alat pelampiasan. Lihat saja nanti dia akan membalas pria itu. "Aku yakin, ini semua pasti karena perintah Zea padanya," tudingnya. "Entah pelet apa yang diberikan Zea, sehingga Zayyan selalu mengikuti perkataan dan perintahnya," ujar Zevanya lagi yang masih menuduh bahwa semua karena Zea. Wanita itu berdiri dari duduk dan tak lupa meyambar tas yang terletak di atas meja. "Marvin ke mana sih? Sudah beberapa hari hilang tanpa kabar
"Tuan!" Zea langsung berdiri melihat kedatangan Leigh. Begitu juga dengan kedua anak kembarnya. "Siapa dia, Kak?" tanya Zean setengah berbisik, sembari menatap Leigh dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Hem!" Seperti biasa, lelaki kecil berdarah dingin itu hanya membalas dengan deheman. "Dia kakek kita," sambung Zayn kemudian. Zean tampak terkejut, kembali dia selidiki penampian Leigh. Jika dlihat-lihat pria tua yang ada di depannya ini memang begitu mirip dengan ayah kandung mereka. "Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan?" tanya Zea takut. Dia bahkan menggeser tubuh kedua anak kembar itu agar berlindung di belakang tubuhnya. Bisa saja Leigh datang untuk mengambil anak-anaknya. Zea tidak akan membiarkan hal itu terjadi."Tenanglah, Zea. Kedatanganku bukan untuk mengambil anak-anakmu," ucap Leigh yang seolah tahu bahwa calon menantunya itu sedang ketakutan. Zea bernapas lega. Wanita itu bahkan mengusap dadanya, tenang. Lalu dia mempersilakan Leigh duduk di sofa. Zayn menatap tajam