Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Salah satu rumah makan di daerah Bogor itu tampak ramai oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Mungkin karena harganya yang terjangkau dan rasa yang lezat, membuat tempat itu tidak pernah sepi. Selain itu para pelayan di sana masih muda dan cantik-cantik sehingga, menjadi daya pikat sendiri untuk membuat para pelanggan datang lagi.Puspa Sari adalah seorang pelayan di sana. Gadis berusia 20 tahun itu cantik dan berkulit putih bersih. Banyak lelaki yang suka kepada Sari bahkan ada yang mengajaknya untuk menikah, tetapi dengan tegas gadis itu menolaknya karena kebanyakan para pria penggodanya adalah lelaki yang sudah beristri, meskipun Sari dijanjikan akan diberi uang yang banyak. Ia tetap tidak mau menjual harga dirinya demi harta.“Ce, Sari mau pinjam uang dua ratus ribu,” ujar Sari kepada Ce Lilis pemilik warung makan.“Apa kamu mau pinjam uang lagi Sari?” tanya Ce Lilis dengan serius.“Iya Ce, buat biaya abah berobat,” jawab Sari sambil tertunduk.Ce Lilis tampak menarik nafas panj
Mentari baru saja menyingsing ketika Sari berjalan menuju ke rumah. Angin membelai lembut wajahnya yang masih dirundung duka. Tampak sesekali gadis cantik itu merapikan poninya yang menari.“Jadi besok kamu baru mulai kerja?” tanya Bayu ketika mereka berjalan beriringan.“Iya Kang, aku tidak enak sama Ce Lilis kalau kelamaan libur,” sahut Sari sambil meniti langkahnya.“Ya sudah besok kamu, aku antar jemput seperti biasa,” timpal Bayu yang dijawab anggukan oleh Sari.Bayu pun berangan jika saja ia sudah punya tabungan cukup, ingin rasanya segera meminang Sari dan menjadi pelindung serta membahagiakannya.“Kang.” Sari memanggil Bayu sehingga membuyarkan angan pemuda itu.“Iya ada apa?” tanya Bayu menghentikan langkahnya.“Sudah sampai, mau mampir?” tanya Sari sambil tersenyum manis.Bayu pun mengangguk, tetapi ketika baru beberapa langkah mereka melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah Sari.“Sepertinya ada tamu, besok saja aku mampirnya,” ujar Bayu dengan tidak enak hati.“Baikla
Sari segera berdiri dan menghampiri ketika Damar hendak pergi dari tempat itu seraya berseru, “Tunggu Kang Damar!”Damar segera menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sari.“Kenapa Kakang menipu ambu dan Sari?” tanya gadis itu sambil menatap Damar dengan serius.“Apa bedanya, mau sekarang atau besok kamu memang harus menikah kan?” Damar balik bertanya dan berkelit.“Tapi tidak seperti ini caranya, Kang!” protes Sari tidak terima dengan perlakuan Damar kepadanya.“Aku kan sudah bilang kamu akan dijadikan istri.” Damar berkilah sambil melihat Sari acuh tak acuh “Tetapi kenapa dengan lelaki itu?” tanya Sari yang merasa tertipu.“Karena Tuan Adamlah yang menginginkan kamu menjadi istrinya. Sekarang layanilah tuan dengan baik! atau kau akan mendapat amarahnya,” ancam Damar dengan serius. “Bawa ia segera ke kamar tuan, Bi!” seru pria itu berlalu dan pergi meninggalkan Sari yang hanya bisa menangis sambil terduduk.‘Nasi sudah menjadi bubur’ mungkin itulah peribahasa yang tepat unt
Sari terlihat gembira ketika Bi Euis membawa pesanannya, seperti sebuah Al-Quran dan mukena berwarna putih. Gadis itu ingin melaksanakan kewajibannya di mana pun dirinya berada. Sari tampak khusyuk menjalankan salat magrib setelah itu dilanjut membaca Al-Quran, sampai azan isya berkumandang.Tok ..! Tok ..! Terdengar suara ketukan pintu, tidak lama kemudian Bi Euis masuk sambil membawa makan malam untuk Sari. Wanita paruh baya itu tampak menunggu sesaat sampai Sari menyelesaikan salat isyanya.“Selamat malam, Nyonya,” ucap Bi Euis ketika melihat Sari membuka mukena.“Bi Euis,” sapa Sari dengan seulas senyum yang mengembang.“Saya membawakan makan malam,” ujar Bi Euis memberitahu, “Apakah ada barang yang Nyonya inginkan lagi?” tanya Bi Euis kemudian.Sambil menatap barang-barang di hadapannya, Sari pun menjawab, “Tidak ada Bi, ini sudah lebih dari cukup bagiku. Terima kasih sudah dibawakan makan, maaf kalau saya jadi merepotkan,” ucapnya dengan santun.“Tidak apa-apa, ini sudah kewaj