Share

Cemburu

"Ada tawaran pekerjaan yang menggiurkan untuk kamu, Don," ucap Gina sambil tersenyum. Kedua matanya berbinar sembari berjalan dengan cepat menghampiri Dona yang sedang asyik menyeruput kopinya di balkon apartemennya.

"Tawaran pekerjaan apa? Jangan bilang tentang naked photoshoot atau semu blue film ya. Gin. Aku sudah pernah mengatakan kalau aku tidak akan mengambil job seperti itu."

"Ini bukan job seperti itu, Dona. Aku tidak mungkin mengajukan job seperti itu padamu. Ini job film layar lebar dengan peran aman namun bayaranmu tiga kali lipat dari standar yang sudah kita tetapkan."

Dona terkesiap. Wajahnya yang tadi terlihat santai menikmati kopinya berubah menjadi serius menatal manajernya itu. Siapa yang berani membayar tiga kali lipat honor fantastis artis yang sedang naik daun itu?

"Siapa yang sanggup membayar honorku tiga kali lipat?" tanya Dona serius.

Gina menyunggingkan senyum puasnya karena akhirnya berhasil menyita perhatian Dona.

"Kamu baru saja bertemu dengannya beberapa hari lalu, Don. Sepertinya dia terkesan dengan pertemuan dramatis kalian kemarin."

Dona mengertnyitkan keningnya. Berusaha mengingat clue yang disampaikan oleh managernya itu.

"Aku menyerah. Katakan saja langsung siapa orangnya." Dona kehilangan mood menebak.

"Dia Aaron, Pemilik PT Rajawali Sindo. Kamu masih ingat kan orangnya seganteng apa?"

Dona memutar kedua bola matanya begitu mengingat sosok laki-laki yang tanpa sengaja menabraknya beberapa hari lalu.

"Tolak saja. Aku yakin ada misi lain kenapa tiba-tiba dia mau menawarkan job bergengsi dengan bayaran fantastis seperti itu," sanggah Dona sambil kembali menyeruput kopinya.

"Kamu serius menolak penawaran ini, Don?" Gina membelalakkan kedua mata sipitnya.

Dona menganggukkan kepalanya, "Dia pasti merasa sakit hati karena perlakuanku kemarin dan ingin merendahkanku dengan tawaran pekerjaan itu. Anak-anak konglomerat yang cuma bisa menghabiskan harta orangtuanya memang selalu menggunakan cara seperti itu untuk mempertahankan harga dirinya."

"Aku merasa sepertinya dia tidak sepicik itu deh, Don. Aku yakin dia orangnya tulus waktu meminta maaf padamu kemarin."

Dona tersenyum tipis sambil menatap wajah manajernya itu. "Kamu terlalu naif dan lugu, Gina. Semua laki-laki di dunia ini sama saja. Semua hanya berfokus pada harga diri dan nafsu mereka. Jangan pernah berpikir ada laki-laki yang benar-benar tulus."

Dona berjalan masuk kemudian meletakkan cangkir kopinya ke atas meja.

"Jadi gimana dengan penawarannya, Don? Sayang loh kalau dilewatkan begitu saja."

"Tolak saja, Gina."

"Kamu yakin?"

Dona menganggukkan kepalanya. "Yakin. udah ah. Aku mau mandi dulu. Siang ini kan ada syuting iklan dengan Doni. Aku males dicecar banyak pertanyaan kalau aku datangnya terlambat."

Dona melangkahkan kaki jenjang nan seksinya menuju ke ruang mandinya meninggalkan Gina yang masih melongo mendengar keputusan Dona melepaskan kontrak kerja bernilai ratusan juta itu.

***

Di lokasi syuting, Doni yang datang lebih cepat telah menunggu kedatangan Dona dengan tidak sabar. Begitu melihat wajah cantik istri sirinya itu, tanpa disadarinya, Doni spontan tersenyum sumringah dan bergegas berjalan menyambut kedatangan Dona.

"Mas kira ada sesuatu yang terjadi padamu, Sayang. Mas sudah menunggu kamu sejak tadi," ucap Doni setengah berbisik.

Dona berusaha menyunggingkan senyumnya senatural mungkin. Bukan karena ingin menjaga agar orang-orang di sekitar mereka tidak curiga, namun dia berusaha bersandiwara agar Doni tidak menyadari betapa muaknya Dona dengan sikap possesif Doni yang semakin lama semakin menjengahkan bagi Dona.

"Kamu marah ya karena Mas tidak menemui kamu dulu tadi?" lanjut Doni karena tidak mendapatkan sepata katapun dari Dona.

"Nggak, Mas. Bersikaplah biasa saja. Mas tahu kan kita sedang dimana?"

Doni terkesiap dan spontan melihat ke sekitarnya. Dona benar. Dia tidak boleh bersikap berlebihan pada Dona di tempat ramaj seperti itu.

Doni mulai menyetel bahasa tubuhnya menjadi lebih santai dan sedikit menjaga jaraknya dari Dona.

"Malam ini Mas juga tidak bisa datang. Jihan benar-benar rewel beberapa hari ini. Entah apa yang sedang merasukinya. Dia terus mencecar Mas dengan pertanyaan demi pertanyaan selayaknya seorang detektif. Benar-benar melelahkan!"

Dona menyunggingkan senyum bahagianya. Dia tahu alasan di balik sikap kakak madunya itu. Hal itu menjadi penanda bahwa rencananya kemarin telah berhasil.

"Tidak apa, Mas. Urus saja dulu Mbak Jihan."

"Kamu memang istri Mas yang paling pengertian. Dona. Seandainya kita lebih cepat bertemu dulu."

Dona menatap Doni sekilas kemudian dengan cepat mengalihkan tatapannya kembali ke depan.

Tak lama kemudian, Dona dan Doni telah sibuk membaca kembali script mereka dan mulai memainkan peran mereka di dalam script itu.

Saat sedang menjalankan tugasnya, tanpa sengaja kedua netra Dona menangkap sesosok laki-laki tampan dengan balutan jas mewah sedang menatap ke arahnya.

Untuk beberapa detik, Dona berkali-kali memfokuskan penglihatannya untuk memastikan tebakannya mengenai laki-laki itu.

"Ternyata benar. Dia adalah laki-laki yang menabrakku kemarin. Si anak konglomerat yang merasa bisa membeli segalanya dengan uang," batin Dona sambil tetap mengontrol ekspresinya yang sedang berlakon akting.

"Oke, cutt!!"

Terdengar suara Hanung, sang sutradara mengakhiri pengambilan adegan syuting mereka.

"As always, akting kalian memang tidak bisa diragukan lagi. Kalian benar-benar profesional. Kalian begitu menyatu saat memerankan lakon sebagai pasangan. Sangat natural," puji Hanung sambil bertepuk tangan karena takjub.

Doni tersenyum sambil menatap Dona. Siapa yang tahu kalau mereka memang tidak hanya sekedar berakting.

"Maaf, bisa saya bicara sebentar dengan Dona?" ucap Aaron yang sedari tadi berdiri memperhatikan Dona tanpa di sadari oleh kru yang sedang fokus bekerja.

Sekejap semua orang di sana, termasuk sang sutradara terkejut menyadari kedatangan pemilik perusahaan multimedia raksasa itu.

"Pak Aaron, apa kabar?" sapa Hanung dengan cepat berjalan menemui Aaron dan mengulurkan salah satu tangannya ke arag Aaron.

"Kabar baik, Mas Hanung." Aaron menyambut jabatan tangan Hanung. "Boleh saya meminta waktunya untuk bicara dengan Dona?"

"Tentu saja. Kami juga telah selesai. Silahkan, Pak."

Aaron tersenyum tipis kemudian berjalan mendekati Dona. Semua mata tertuju pada setiap gerakan Aaron dan Dona. Termasuk Doni yang mulai menatap tajam ke arah Aaron.

"Bisa kita bicara empat mata, Dona? Ada hal penting yang harus kita bicarakan." Suara bariton nan berat Aaron terdengar.

Doni mengernyitkan keningnya, berusaha menebak siapa pria yang sedang mengajak bicara istrinya itu? Kenapa semua orang tampak begitu takjub padanya? dan apa urusan laki-laki itu dengan Dona?

Tak bisa dipungkiri ada aliran panasnya api cemburu yang membakar hatinya begitu melihat bagaimana tatapan laki-laki itu pada Dona.

"Mau bicara dengan saya?" tanya Dona balik. Wajahnya menatap tajam Aaron

Aaron menganggukkan kepalanya. "Tidak akan lama. Aku janji. Tapi kalau kamu masih ada urusa , saya akan dengan sabar menunggu."

"Tidak perlu. Kita bicara sekarang saja. Ayo."

Dona berjalan meninggalkan Doni dan Aaron menuju ke pintu keluar. Aaron tersenyum melihat sikap dingin dan ketus Dona padanya. Semakin Dona bersikap seperti itu, semakin kuat keinginannya untuk menaklukkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status