Tidak mudah mendapat pekerjaan dengan gaji besar yang ditawar Dario Clark. Apalagi jika dia berhenti, Aria harus membayar uang muka gaji yang sudah diterima. Itu bukan jumlah yang kecil.
Aria menghela napas lesu berdiri dari kursinya dan kembali ke kamarnya. Dia masih merasa sedikit pusing.
....
Keesokan paginya. Aria berangkat ke perusahaan pagi-pagi. Dia berdiri di depan pintu masuk perusahaan sambil mengintip ke lobi memandang gugup karyawan yang berlalu lalang.
Orang-orang di perusahaan sudah mengenalnya sebagai sekretaris Dario.
Apa yang dipikirkan mereka jika dia kembali lagi ke perusahaan setelah berhenti kerja. Mereka selalu mencari-cari gosip di seputar kantor CEO.
Jika ada berita tentang Aria berhenti kerja, mereka pasti sudah dengar.
Namun tidak ada karyawan yang memperhatikannya. Aria menarik napas dalam-dalam gugup sebelum berjalan masuk ke perusahaan.
Saat dia melewati meja resepsionis, wanita yang berjaga di meja
“Jangan, aku baik-baik saja ko—“ Aria ingin menolak. Namun sebuah suara dingin menginterupsi mereka. “Tampaknya kalian punya banyak waktu luang.” Haris dan Aria dengan cepat menoleh melihat Dario keluar dari kantornya. Mata gelap Dario menatap tangan Haris di kepala Aria dengan tatapan berbahaya. Aria sontak berdiri dan membungkuk hormat di depan Dario gugup. Tangan Haris di kepalanya terlepas saat dia berdiri. “Selamat malam Tuan Clark. Apa ada yang perlu saya bantu.” Dario meliriknya, sorot matanya acuh tak acuh. Namun sorot matanya masih menyimpan kemarahan yang tidak bisa dijelaskan. “Tuan Clark, apa Anda sudah mau pulang?” Haris menghadap Dario dengan hormat melihatnya mengenakan mantel. “Apa saya perlu saya siapkan mobil untuk mengantar Anda?” “Tidak, aku masih pertemuan dengan Tuan Albert. Siapkan mobil untuk menuju ke Moon Club.” “Baik Tuan, tunggu saya membereskan meja say—“
Aria langsung mendongak menatap heran.“Aku tidak berani melakukan itu. Wanita itu yang memberikan nomor kontaknya padaku, bukan aku yang meminta,” jawabnya sambil menundukkan kepalanya. Keningnya berkerut.Jika dia sampai mengirim seorang wanita ke tempat tidur Dario, Hanna pasti akan membunuhnya. Mengapa dia harus mencari masalah.Dario mendengus, tidak mengatakan apa-apa. Dia menyilangkan tangannya di depan dada tanpa mengucapkan sepatah kata pun sampai mereka tiba di lantai tujuan.Dario keluar dari lift diikuti Aria dengan kikuk di belakangnya. Tak lama kemudian mereka berhenti di salah satu kamar VIIP.Ruangan VIIP itu sangat luas dan mewah. Pencahayaan lampu di ruangan itu agak remang-remang.Saat Aria memasuki ruangan itu, dia melihat sudah ada beberapa pria di dalam ruangan baik tua dan muda dengan ditemani banyak wanita cantik dan seksi.Di lihat dari pakaian mewah mereka, Aria menebak mereka rekan bisnis Dario d
“Jadi di mana Tuan Albert? Dia masih belum datang?” Dario bertanya belum melihat sosok Tuan Albert di antara para tamu VIIP. Dia sangat tidak senang Tuan Albert datang terlambat. Sayang Tuan Albert adalah pamannya, adik dari ibunya hingga dia bisa berbuat apa-apa pada Tuan Albert. Pada saat yang sama pintu kamar VIIP dibuka dan sosok pria paruh baya berperut buncit masuk dengan dikuti asisten pribadinya. “Halo, maaf aku terlambat.” Pria paruh baya itu menyengir lebar dengan ekspresi sembrono di wajah bulat dan berminyak. Tuan Albert berjalan masuk dan duduk di sofa seberang Dario dengan ekspresi santai, tidak peduli dengan tatapan kesal rekannya yang lain. Dia dengan cepat memerintah wanita lain yang untuk melayaninya dan menuangkan minuman. Dua wanita bertubuh montok dan seksi mengapit tubuh gemuk Tuan Albert dengan genit. Sementara wanita lain menuangkan minuman melayaninya minum. Tuan Albert memeluk dua wanita di sis
Kevin mencium Aria dengan ciuman mendominasi dan penuh perasaan.Dulu di masa lalu saat mereka masih menjadi kekasih. Kevin sudah pernah menciumnya berkali-kali.Aria selalu menikmati saat-saat ketika mereka berciuman. Namun sekarang berbeda. dia tidak menikmati ciuman Kevin.Ciumannya terasa menjijikkan di bibirnya membuatnya sangat tidak nyaman. Sangat berbeda saat Dario menciumnya.Aria memejamkan matanya dan memejamkan matanya mengusir bayangan pria itu.Ketika dia membuka matanya, yang di depan matanya bukanlah Dario, melainkan Kevin. Aria sekarang tidak memiliki perasaan apa pun pada pria itu hingga dia tidak bisa menerima ciumannya.Dia meletakkan tangannya di dada Kevin dan mendorongnya dengan paksa.“Ke ... Kevin ... lepaskan—!”Namun tenaga pria itu sangat kuat, dia bahkan tidak bisa mendorongnya.Dia menangkap tangan Aria dan menekan ke dinding dengan keras membuat gadis itu meringis kesakita
“Aria!”Mata Dario melebar melihat Aria memejamkan matanya dengan wajah pucat.Dario menyandarkan tubuhnya ke pelukannya.“Aria, apa yang terjadi padamu? Hey bangun, jangan membuatku khawatir.” Dia menepuk pipi gadis itu pelan.Namun saat dia tangannya menyentuh pipinya, Dario merasakan wajahnya sangat panas.Dia demam tinggi lagi!“Dasar bodoh, mengapa memaksa diri bekerja jika masih demam ” gumamnya menghela napas.Dario segera menggendong Aria dengan gaya bride style dan membawanya keluar dari klub dengan cemas. Dia tidak peduli dengan Kevin yang terbaring tidak sadarkan diri di lantai.Dia tidak peduli dengan pertemuan bisnis yang baru setengah jalan dan membawa Aria cemas ke rumah sakit........Mata gadis itu mengerjap, sebelum membukan matanya perlahan“Ugh ...” Dia melenguh sambil mengusap kepalanya yang terasa berat.Dia melirik ke sekeliling d
Aria kembali bekerja seperti biasa. Selama beberapa waktu ini Dario memperlakukannya seperti karyawan biasa dengan sikap profesional.Tidak ada yang membicarakan kejadian di klub di pesta membuat Aria bernapas lega.Dia bisa menjalani pekerjaan magangnya seperti biasa tanpa kekhawatiran. Dia fokus bekerja dan mendapat gaji besar untuk biaya kuliah dan biaya rumah sakit Ramus.Memikirkan satu bulan sudah lewat dan hari ini merupakan hari dia akan menerima gaji pertamanya. Aria tidak bisa menahan senyum.“Tampaknya kamu dalam suasana hati baik akhir-akhir ini. Kamu terus tersenyum sepanjang pagi.” Ramus berkomentar masuk kantor dengan cangkir kopi di tangannya.Dia duduk di mejanya melihat Aria tersenyum sendiri di depan komentar.Aria menoleh sambil meraba wajahnya.“Apa mukaku terlihat jelas?” Dia cengengesan bertanya pada Haris.Haris menganggukkan kepalanya.“Apa ada acara bahagia yang mem
“Apa kamu tahu toko apa ini? Siapa yang menyuruhmu berdiri di sini? Cepat pergi dan mengemis di tempat lain.” Claudia mencibir dengan penuh penghinaan memandang penampilan Aria. Aria menatapnya datar. Dia sudah sering mendapat penghinaan dan sudah terbiasa dengan itu. Namun belum bertemu dengan gadis paling arogan di depannya. Apa penampilannya terlihat seperti pengemis? Pikir Aria tersinggung. Mata Aria menyipit menatap wajah gadis itu dengan pandangan ragu, dia samar-samar pernah melihat wajahnya di suatu tempat. Bukankah dia model papan atas yang sering muncul di papan baliho di pusat kota? Claudia Tanner? Aria diyakinkan ketika gadis itu berbicara dengan asisten di belakangnya. “Panggil satpam untuk mengusir gembel ini.” Claudia memandang Aria dengan ekspresi berkerut jijik. Dia tidak khawatir dengan image-nya sebagai model papan atas karena toko ini berada di kawasan elite, tidak sembarang orang bisa masuk ke kawas
“Tidak! Tunggu, Nona!” Manajer toko buru-buru menghentikan Aria panik.“Nona karena kamu sudah datang belanja di sini, kami akan melayani Anda dengan sepenuh hati.” Dia tersenyum lebar dan menyanjung.Raut wajah manajer toko seperti orang yang melayani putri presiden.“Kalau boleh tahu, nama Nona siapa?” tanya manajer toko dengan penuh perhatian.“Aria Crowen,” balas Aria mengangkat alis heran.“Rupanya Nona Crowen, apa Anda dari keluarga Crowen yang menjalankan perusahaan Quin? Anda putri Nyonya Delia?”Manajer toko memandang Aria dengan penuh kekaguman.Meski pengaruh keluarga Crowen sudah menurun, reputasi Nyonya Delia menjadi legenda di mata kaum wanita.Tidak heran Aria mendapat kartu platinum VIIP. Manajer toko belum tahu kartu itu berasal dari DarioAria tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia menghargai orang yang menghormati ibunya.Clau