Manjadi seorang istri tentunya sangat tidak mudah untuk Valeria, apalagi keluarga dari suaminya selalu saja menuntut Valeria menjadi sempurna. Setelah melahirkan seorang anak, tubuh Valeria yang berubah drastis membuat suaminya berselingkuh dengan alasan Valeria tidak cantik lagi. Tak lama setelah itu, Valeria juga kehilangan anak yang baru saja dia lahirkan. Semua orang menyalahkan Valeria karena tidak becus menjaga anak. Julian menceraikan Valeria, di saat yang bersamaan, keluarga Valeria membawanya pulang dan diam-diam dia menerima warisan dari keluarganya yang pura-pura bangkrut selama ini. Valeria kembali bangkit, dia mulai mengubah penampilannya dan menjadi CEO di perusahaannya. Perlahan, Valeria membalaskan dendamnya kepada keluarga Julian. Saat Valeria menyelidiki ternyata keluarga Julian bekerja sama dengan seorang mafia untuk memperlancar bisnisnya. Karena Valeria hanya fokus membalas dendam, dia tak tahu jika mafia itu tertarik dengan Valeria. Valeria yang sudah trauma dengan percintaan kini di goyahkan lagi dengan pria mapan dan berwibawa itu. Dengan semua usaha yang di kerahkan Salvatore, Valeria mulai kembali membuka hati. Sal bahkan membuat Valeria semakin bertumbuh menjadi wanita yang jauh lebih baik. Mereka menjadi pasangan yang paling di segani di dunia perbisnisan.
View More"Ah! Julian, jangan sekarang. Kita masih di kantor."
Tangannya terhenti saat membuka gagang pintu ruangan Julian–suaminya.
Senyum Valeria yang sudah terpancar sejak tadi pun langsung kandas usai mendengar kalimat itu.
Jantungnya berdetak kencang mendengar sebuah suara dari dalam ruangan Julian.
"Siapa suruh kamu pakai pakaian seksi hari ini."
"Ahh! Julian, no!"
Valeria membungkam mulutnya, tak percaya. Suara yang dia dengar sangatlah tidak asing. Itu benar suara Julian, dan perempuan itu, Valeria seperti mengenalinya.
“Tapi, tidak mungkin….” Valeria mencoba tak mempercayai dugaanya, dia ingin memastikan jika semua itu tidaklah nyata.
Dengan tangan bergetar dan air mata yang hampir menetes, Valeria membuka pintu dengan cepat. Hal yang tak pernah Valeria duga sebelumnya, dia melihat suaminya bercinta dengan sekretarisnya sendiri.
Julian tampak belum menyadari kehadiran Valeria, dia masih sibuk menenggelamkan wajahnya di kedua kaki mulus Margareta. Perempuan seumuran Valeria itu tengah mendesah di atas meja kerja Julian sambil mendongakkan wajahnya ke atas.
Buliran bening di mata Valeria luruh seketika, hatinya sakit sekali. Hanya Julian yang dia cintai, dia tak pernah membayangkan hari ini akan terjadi di dalam hidupnya. Wajah tampan Julian semakin berseringai saat mendengar suara lenguhan Margareta dan semua itu disaksikan oleh Valeria dengan matanya sendiri.
"Julian," ucap Valeria dengan suara bergetar.
Dua manusia yang sedang fokus itu kini langsung menoleh ke arah pintu dan mendapati Valeria tengah kacau di sana. "Valeria?" gumam Julian terkejut.
Buru-buru Margareta turun dari meja kerja Julian, dia langsung membenarkan letak roknya juga kemeja putih ketatnya yang sudah berantakan.
Julian yang awalnya terkejut melihat Valeria kini terlihat tenang dan masih duduk di kursi kerjanya. Dia bahkan dengan terang-terangan menatap Valeria sambil menjilat sisa cairan di bibirnya.
"Julian, kamu benar-benar keterlaluan," geram Valeria dengan mengepalkan tanganya.
"Sudah lama aku memikirkan hari ini Val. Aku pikir kamu terlalu bodoh bahkan tak pernah mencurigai ini." Julian terkekeh mengingat betapa polosnya istrinya itu selama ini. "Kamu bahkan percaya saat aku bilang bekas makanan saat sprei di kamar kita kotor."
Mata Valeria membulat sempurna. "Jadi kamu dan dia bahkan melakukannya di kamar kita?” Dia ingat, kejadian itu. Dan kini, Valeria merasa benar-benar bodoh. “Sejak kapan kalian bersama?" Valeria menahan gejolak hatinya yang hampir seluruhnya runtuh.
Dengan santai Julian menarik pinggang Margareta dan memeluknya. "Sudah lama, aku sudah lama menginginkan tubuh Margareta. Dia jauh lebih seksi daripada kamu. Lihat, kamu gendut, bahkan tubuhmu sudah tidak lagi mengesankan seperti dulu."
Brak!
Valeria membanting kotak makan di depan Julian sampai makanan mengotori sepatu Julian. "Brengsek kamu Julian!"
Kata-kata yang diucapkan Julian begitu menusuk. Dia baru saja melahirkan anak mereka, wajar saja jika dia masih memiliki bobot yang berlebih.
Namun rupanya, perubahan bentuk tubuh Valeria yang baru melahirkan itu justru jadi salah satu alasan suaminya berselingkuh.
Julian hanya menyeringai. "Lalu apa yang akan kamu lakukan? Kamu hanyalah Morreti yang sudah bangkrut, tidak lagi aku butuhkan selain tubuhmu, ingat itu.”
Luka hati Valeria semakin parah kala Julian mengungkit keluarganya.
Dulu, Valeria adalah anak dari salah satu keluarga kaya–Moretti. Namun, tiba-tiba bisnis keluarganya runtuh.
Dulu, pernikahan dia dan Julian mendapat pertentangan dari keluarganya, terlebih daddynya. Namun kini, Valeri menyadari kebodohannya yang lain.
“Orang tuaku benar, aku seharusnya tidak mempercayai pria sepertimu!” Dengan nanar, Valeria berujar sambil menatap sang suami.
Julian semakin menyeringai puas. “Aku adalah pewaris Ricci, aku bisa melakukan apa saja dengan apa yang aku punya. Tugasmu sudah selesai setelah melahirkan anakku. Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi."
Dengan kemarahan dan kekecewaan yang sempurna, Valeria mengepalkan tangan. Sebelum dia meninggalkan Julian dan gundiknya, dia berkata dengan penuh penekanan, “Aku akan membalasmu nanti, Julian! Ingat itu!”
Lima Tahun Kemudian ....Di markas Il Leone d'Ombra, seorang gadis kecil duduk di samping seorang pria bertubuh kekar. Suasana ruangan itu penuh dengan aroma logam dan minyak senjata, namun gadis kecil itu tampak tidak terganggu sedikit pun.Antonio, pria yang tengah merapikan senjata, berkali-kali menarik napas panjang. Di sebelahnya, Elettra—gadis kecil berusia lima tahun dengan rambut ikal kecokelatan dan mata secerah musim semi—terus berbicara tanpa jeda."Uncle Antonio, kenapa peluru ini warnanya beda? Apa senjatanya juga beda? Kalau senjata ini bisa buat tembak monster nggak? Kenapa di sini gelap banget? Uncle nggak takut hantu?"Antonio menghela napas, berusaha tetap fokus membersihkan senjatanya. "Elettra, bukankah kau seharusnya menggambar atau bermain boneka? Anak seusiamu biasanya tidak tertarik pada senjata.""Aku bukan anak kecil biasa, Uncle. Aku Elettra Marino! Aku harus tahu semuanya supaya bisa melindungi Mommy dan Daddy. Kalau Uncle nggak mau jawab, aku tanya sama Da
Elena menangis tak henti-henti di pelukan Lorenzo. Tubuhnya bergetar, wajahnya penuh kekhawatiran."Tuhan, jangan ambil putriku ..., jangan ambil cucuku ...," isaknya berulang kali.Lorenzo mencoba menenangkan istrinya, meski dalam hatinya sendiri ada badai yang tak kalah hebat. "Tenanglah, sayang. Valeria perempuan yang kuat. Dia akan baik-baik saja." Meski suaranya terdengar tenang, genggaman tangannya pada bahu Elena menunjukkan betapa kerasnya dia menahan diri untuk tidak ikut larut dalam kepanikan.Sementara itu, Anna mondar-mandir di koridor rumah sakit. Setiap detik terasa seperti menit, setiap menit terasa seperti jam."Kenapa lama sekali? Kenapa belum ada kabar?" Anna bergumam, tatapannya kosong.Di tengah semua kegaduhan itu, Salvatore justru terdiam. Dia berdiri di sudut ruangan, tubuhnya kaku seperti patung. Matanya tertuju pada pintu ruang operasi, seolah menunggu keajaiban. Namun, dalam keheningannya, tubuhnya gemetar. Keringat dingin membasahi pelipisnya."Valeria ...,
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Kini perut Valeria sudah semakin membesar, hampir memasuki usia delapan bulan.Musim semi menghiasi kota dengan udara hangat dan bunga bermekaran. Valeria duduk di bangku kayu di tepi jalan, menikmati es krim stroberi yang mencair perlahan di tangannya.Wajahnya berseri-seri, matanya berbinar penuh kebahagiaan. Di sampingnya, Salvatore duduk santai, sesekali menyeka tetesan es krim yang hampir jatuh ke gaun Valeria."Kau tahu, Salvatore," ucap Valeria sambil menjilati sendok es krimnya. "Aku berharap anak kita nanti suka es krim sepertiku. Bagaimana menurutmu?"Salvatore tertawa kecil. "Kalau begitu, aku harus siap-siap mengisi freezer penuh es krim. Anak kita akan jadi pecinta es krim garis keras sepertimu."Valeria tertawa terbahak. Suara tawanya menggema lembut di tengah keramaian jalan. Beberapa orang yang lewat ikut tersenyum melihat pasangan itu, seolah kebahagiaan mereka menular.Tas belanja di kaki mereka penuh dengan perlengkapan ba
Matahari mulai tenggelam, menciptakan gradasi oranye dan ungu di langit senja. Salvatore duduk di kursi balkon kamar Valeria, memandangi langit dengan tatapan kosong.Angin sore berhembus lembut, namun tidak mampu mendinginkan pikirannya yang berkecamuk. Kata-kata Julian terus terngiang di kepalanya, mengalun seperti nada minor yang menghantui."Lepaskan Sofia .... Hentikan penyiksaannya ...."Salvatore memijit pelipisnya. Rasa pusing itu kembali datang, semakin tajam seiring bayangan-bayangan samar yang muncul. Wajah Sofia, jeruji penjara, dan suara erangan kesakitan yang entah berasal dari mana. Apa benar semua itu ulahnya?Dia mendesah panjang, rasa bersalah mulai merayapi hatinya. Bagaimana mungkin dia mencintai Valeria namun di saat yang sama menyakiti orang lain? Apakah ini sisi gelapnya yang tersembunyi?"Salvatore?"Suara lembut Valeria membuyarkan lamunannya. Salvatore menoleh, melihat Valeria berdiri di sampingnya dengan segelas jus segar di tangannya. Senyum perempuan itu t
Setelah menjalani pemeriksaan di rumah sakit, Salvatore dan Valeria keluar dengan senyum lega. Hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi mereka baik-baik saja. Kaki Salvatore hanya memerlukan sedikit terapi, dan kehamilan Valeria dalam keadaan sehat. Beban yang sempat menggantung di benak mereka pun perlahan terangkat."Ayo, kita makan siang. Aku sudah lapar," ujar Valeria ceria, menggenggam tangan Salvatore dengan erat."Aku juga," Salvatore tersenyum hangat. "Ada restoran di sekitar sini yang katanya enak. Mau coba?""Tahu darimana?""Tadi aku sempat mendengar percakapan orang di rumah sakit. Mau coba makan di sana?"Valeria mengangguk antusias. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju restoran kecil berdesain klasik yang tak jauh dari rumah sakit. Suasananya tenang dengan dekorasi kayu dan jendela besar yang menghadap ke taman kota.Mereka memilih meja di dekat jendela, menikmati pemandangan hijau di luar sembari menunggu pesanan datang. Percakapan ringan mengalir, sesekali diiringi
Sinar matahari pagi menerobos jendela ruang makan, menciptakan pola-pola cahaya yang menari di atas meja kayu panjang yang telah dipenuhi oleh berbagai hidangan sarapan. Aroma roti panggang yang baru matang, telur dadar lembut, dan kopi hitam pekat menguar di udara, memberikan suasana hangat di rumah keluarga Valeria.Di ujung meja, Salvatore duduk dengan rapi dalam setelan kasual, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku dan celana panjang gelap. Di sebelahnya, Valeria tampak anggun dalam gaun sederhana berwarna pastel yang lembut membungkus tubuhnya yang kini tengah mengandung. Tangannya sesekali mengusap perutnya yang mulai membuncit, seolah secara naluriah melindungi kehidupan kecil di dalamnya.Elena meletakkan cangkir kopi di depannya, kemudian duduk di samping Lorenzo. Giulia dan Roberto juga telah mengambil tempat, memulai sarapan dengan senda gurau kecil."Kalian tampak rapi pagi ini." Elena membuka percakapan dengan senyum keibuan. "Ada acara khusus?"Valeria dan Sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments