Home / Rumah Tangga / Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Raya / ๐—•๐—”๐—• ๐Ÿฒ. Pemilik Rumah Sakit

Share

๐—•๐—”๐—• ๐Ÿฒ. Pemilik Rumah Sakit

Author: Bayang Cermin
last update Last Updated: 2025-05-08 12:54:40

"Seperti apa dia Ma? Dia memang cantik. Wajahnya seperti kamu masih muda yah," Dokter Stev berbisik lembut di telinga sang istri.

"Terusโ€”kamu pikir aku sudah tua gitu?"

"Buโ€”bukan begitu sayang. Tapi ... " ucapan dokter Stev terputus ketika mendengar suara Nadine terbangun.

"Hmm, masih di rumah sakit. Bosen banget aku iissh!" gumam Nadine sambil bergegas bangun.

Disandarkan punggungnya pada bantal. Rambutnya dibiarkan tergerai sedikit kusut. Bola matanya menoleh ke samping, dimana Pamela masih menatapnya.

Nadine tersenyum dan menyapa. "Syukurlah Ibu sudah siuman. Saya senang sekali melihat Ibu sudah sadar."

Pamela pun ikut tersenyum. "Terima kasih Nak, kamu sudah menolong saya mendonorkan darah kamu buat saya."

"Sama-sama Ibu. Semoga Ibu sehat yah," jawab Nadine, ada perasaan Damai dengan tatapan Pamela.

Suster Irma masuk menghampiri Nadine.

"Nona Nadine, anda diperbolehkan pulang sekarang. Dan ini ponsel nona Nadine, kemungkinan sudah rusak, layarnya retak"

Suster Irma memberikan ponsel Nadine yang hampir merenggut nyawanya. Nadine mengambil ponselnya, membolak balikkan benda itu. Ponsel satu-satunya yang ia miliki. Nadine mengangguk pelan. "Terima kasih sus."

Melihat itu, dokter Stev angkat bicara. "Nggak perlu khawatir Nadine. Saya akan membelikannya yang baru."

"Nggak! Nggak usah Dok. Maaf kalau saya merepotkan," jawab Nadine dengan cepat.

Dokter Stev mengeluarkan kartu nama, memberikannya ke Nadine.

"Ini kartu nama saya. Kalau ada perlu, jangan sungkan beritahu saya" ujar dokter Stev melepaskan senyumnya.

"Siapa tahu ada keperluan konsultasi lanjutan, atau anda sedang membutuhkan pertolongan medis. Silahkan hubungi saya. Oh iyah, boleh saya minta nomor telpon kamu?"

Nadine sedikit ragu. Rasanya tidak nyaman memberikan nomor telpon ke dokter yang baru saja dikenalnya. Terlebih di depan Pamela, istrinya. Ia takut bermasalah. Pandangannya beralih ke Pamela. Namun, Pamela malah tersenyum.

"Iya, Nak. Berikan nomor telpon kamu ke kami. Jangan takut. Karena kami sangat berterima kasih pada kebaikan kamu Nak. Siapa namamu Nak?"

"Nama saya Nadine Bu." jawab Nadine lirih

Ucapan Pamela menjadikan Nadine tidak ragu untuk memberikan nomor telponnya. Mata Pamela memandang lekat wajah Nadine dengan rasa aneh. Ada rasa nyaman dan damai menatap wajahnya. 'Anak ini memancarkan cahaya lembut di hati aku'

Semakin lama Pamela, memandang, seolah ia ingat sesuatu. 'Tapi apa? Kenapa rasanya wanita ini membuat hatiku merasakan teduh, yang sulit untuk dibayangkan?' tanpa kedip Pamela menatap Nadine.

Ada sesuatu yang tak terbantahkan, rasa damai menyeruak hatinya. Namun, sekeras apapun pikirannya berusaha mengingat, tapi seolah bayangan itu terhalang kabut. Ada sesuatu potongan masa lalu yang hilang. 'Tapiโ€”tapi kenapa tiba-tiba aku menangis?'

Tiba-tiba mata Pamela memanas, dengan turunnya air mata satu persatu ke pipinya. Dengan cepat Pamela menghapus air mata yang mulai menetes deras. Nadine sendiri menjadi aneh dengan tatapan Pamela.

"Ibuโ€”Ibu kenapa menangis? Apa ada yang salah sama saya Bu?"

Nadine turun dari brangkar menghampiri Pamela. Menyentuh tangannya yang masih terpasang alat infus. Akan tetapi Pamela, mencoba tersenyum, walau ada rasa sesuatu, entah apa itu.

Saat Nadine menyentuh tangan wanita itu, terasa darah hangat mengalir menyatu. Nadine merasakan kehangatan dan ketentraman hatinya. Seolah ada sesuatu ikatan, sesuatu yang berharga. 'Tapi apa?' batin Nadine.

"Ibuโ€”Ibu jangan menangis. Ini akan membuat saya jadi ikut menangis," suara Nadine terisak.

Sampai-sampai mereka tidak menyadari dengan keberadaan dokter Stev. Pria itu mengerutkan dahinya dalam-dalam.

Nadine melepaskan pelukannya. "Ibu Pamela, saya pulang dulu yah. Semoga ibu cepat sembuh."

"Terima kasih yah, Nak. Boleh kan kalau Ibu menelpon kamu sering-sering?" tanya Pamela masih menggenggam tangan Nadine.

"Iya, itu udah pasti kok Bu. Kalau Ibu udah sembuh, saya juga pasti sering-sering menghubungi Ibu."

Pamela mengangguk, lalu menggenggam tangan sang suami. "Pa, tolong antar Nak Nadine pulang ke rumahnya."

"Tapi ... tapi aku harus jaga kamu disini," dokter Stev merasa aneh, entah apa yang dirasakan sang istri.

"Pa, kasihan Nadine, harus pulang sendiri. Takut terjadi sesuatu lagi."

Mendengar perdebatan kecil itu, Nadine merasa tidak nyaman. "Jangan Bu, aku bisa pulang sendiri. nggak perlu diantar segala."

"Kamu harus diantar Nak. Pa, kan ada suster Irma yang jagain mama. Jadi mama Minta tolong yah, antarin nak Nadine pulang ke rumahnya. Please ... Jadi kita bisa tahu rumahnya, dan nggak kehilangan jejaknya."

Dokter akhirnya berpikir, kalau ucapan istrinya ada benarnya. Karena ia sendiri sedang melakukan tes DNA Nadine dan dirinya.

"Baiklah, kamu disini baik-baik yah. Aku gak lama. Ayo Nadine," ajak dokter Stev sambil melangkah.

Namun Nadine menolak. "Nggak Dok, biar saya pulang sendiri aja."

Pamela kembali menggenggam tangan Nadine. "Ini permintaan saya. Tolong, pulanglah bersama suami saya."

Dengan berat hati, Nadine akhirnya mengangguk. "Baiklah Bu. Saya permisi.

Dokter Stev melangkah lebih dulu, menuju halaman parkir, naik ke mobil BMW i5 berwarna hitam. Dengan ragu, Nadin naik ke dalamnya.

Sepanjang perjalanan mereka saling diam. Walau pun ada sesuatu yang harus disampaikan dokter Stev, namun, bukan sekarang. Suatu saat ia akan bertanya sesuatu yang sangat penting.

Mobil sedan BMW bercat hitam metalik berhenti di depan rumah bergaya klasik. Sedari tadi Nadine, duduk dengan gelisah. Seolah ada sesuatu yang akan terjadi padanya. Dokter Stev sesekali melirik dengan rasa iba.

Setelah mobil tiba di depan rumah, Nadine turun dengan ucapan terima kasih.

Mata-mata para tetangga menatap wanita itu semakin sinis. Tatapan tajam penuh hina, dari satu Ibu-ibu, menjadi satu warga kampung.

"Liat tuh, menantunya si Rubia bawa om-om. Semalam gak pulang, abis dari mana coba? kalau bukan bermalam sama om itu!"

"Murahan amat sih! Heran sama si Erlan, kenal dimana wanita pemuas napsu gitu?!"

Bibir saling mencibir. Bisikan-bisikan semakin menyebar, dan bola mata saling lirik satu sama lain, membuat Nadine semakin risih. Maka ia mempercepat langkahnya.

Langkahnya berhenti di balik pintu. Sesaat ia memejamkan mata sambil menghembuskan nafasnya. Belum sempat ia meraih gagang pintu, Rubia sudah lebih dulu membuka pintu dengan wajah geram.

"Dasar perempuan la-cur!"

PLAKKK!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย 78. Ditemukan Lokasi Terakhir

    "Wah, bapak Aldiano sudah bangun? Sebentar ya, Pak. Beberapa menit lagi." jawab Ronald, seolah ia pun sudah putus asa. Harapannya sudah mulai redup. Namun ia tidak pernah jerah untuk memulai lagindan lagi. Semua itu hanya membuatnya rasa penasaran. 'Aku harus bisa" batinnya. Sinar pagi mulai masuk lewat cela jendela. 'Aku akan mencobanya sekali lagi.' gumam hatinya. jari jemari Ronal kembali mengetik di atas keyboard dan menunggu loading. "Ayo cepat .... Cepat!" desis Ronal menggeser duduknya. Beep! Suara notifikasi dokumen muncul di layar. Mata Ronal membelalak. Suara itu pelan, tapi mampu membuatnya terkejut. Sebuah koordinat muncul dengan jelas. Ronald buru-buru mengetik, memasukkan angka koordinat itu ke dalama peta. "Uhuuuuy! Akhirnya kita dapatkan lokasi terkini!" teriak Ronald senang. "Beneran Pak? Sudah ditemukan?" Aldiano pun terkejut "Iya, kita sudah menemukan lokasinya. Sepertinya ini di daerah puncak. Sudah masuk puncak gadog." Ronal memberikan

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย BAB 78. Pencarian Lokasi

    "Baiklah, akan saya tunggu dan akan saya bayar kalau pekerjaan berhasil, silahkan," ujar Aldiano mempersilahkan Ronal masuk dan duduk di ruang tamu. Maka Ronaldo dan Darman duduk di ruang tamu. Ronald kembali ke laptopnya. Suara ketikan dan suara deru kipas pendingin laptop berputar terdengar lembut. Aldiano duduk di samping Ronald. Pintu terbuka pelan, Stev melangkah cepat menghampir mereka dengan hati gelisah dan panik. "Bagaimana Al? Bagaimana sama Nadine?" "Aku lagi coba dengan Pak Ronald ini Pa. Beliau seorang IT. Semoga aja kita temukan lokasinya. Karena HP Nadine mati," jawab Aldiano, matanya suntuk semalaman tidak bisa memejamkan mata. "Kalau begitu Papa mandi dulu. Kalau udah selesai, kasih tau Papa, Ok. Mama kamu udah tidur?" "Mama di kamar, mungkin udah tidur, karena lelah dari tadi nangis terus." jawab Aldiano "Yah sudah. Papa mandi dulu. Kamu kalau ngantuk tidur aja dulu." "Ok Pa." Sepeninggalan Stev, pikiran Aldiano memikirkan segala cara. Bagaimana i

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย BAB 77. Memanggil IT

    "Sabar ... Sabar Bos. Wanita kesayangan kau ini pasti selamat, asal ... ""Asal apa? Cepat katakan!"Suara Aldiano mulai emosi. Darah mulai naik mengalir di kepalanya. Ia tidak ingin terjadi apa pun dengan Nadine."Dengar baik-baik Tuan Aldiano. Satu hal yang perlu kau ingat. Jangan coba-coba lapor polisi, kalau tidak, kau akan menyesal seumur hidupmu! Mengerti kau!"Suara itu terdengar seperti terdistorsi, yang seolah menggunakan alat pengubah suara, atau mungkin hanya di balik masker tebal. Aldiano tidak pernah mengenal suara itu."Lantas? Apa maumu bajingan!"Pamela berbisik di telinga Aldiano untuk mengeluarkan suara dari speaker. Maka Aldiano mengeluarkan suara itu dari speaker."Saya cuma mau satu hal yang perlu kau berikan ke saya, yaitu, Perusahaan yang harus kau serahkan ke Helena."Mendengar itu, Pamela membelalakkan matanya. Aldiano pun tidak kalah terkejutnya. Ia melirik ke Pamela."Apa hubunganmu dengan Helena? Jangan bilang kau adalah kekasihnya, yang ingin memperalat He

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย Bab 76 Hilangnya Nadine.

    "Bagaimana Al? Apa gak diangkat juga?" tanya Pamela dengan tatapan berharap dipenuhi rasa panik. Aldiano diam sambil memegang ponsel-nya. "Belum Ma. Gak diangkat juga. Sebentar aku telepon Calista." Aldiano menekan kontak Calista. Suara wanita terdengar di sebrang telpon. "Selamat malam Pak. Ada yang bisa saya bantu." "Calista, apa kamu tahu tentang Nadine. Sekarang Nadine menghilang," tanya Aldiano. "Nona Nadine menghilang? Kapan Pak?" suara Calista terdengar terkejut. Karena baru saja sore tadi ia mengantar Nadine pulang. "Saya juga gak tahu pastinya kapan. Yang pasti, dia belum pulang sampai selarut malam ini. Jadiโ€”jadi kamu gak tahu?" "Tidak Pak. Saya tidak tahu. Apa perlu saya bantu cari?" "Umm, gak perlu. Nanti kalau saya butuh kamu, saya telpon kamu lagi. Terima kasih." Aldiano menutup sambungan telpon, dan ia diam sejenak memikirkan sesuatu. 'Telpon Papa gak mungkin. Papa lagi sibuk dengan operasi bedah hari ini.' batinnya. Tiba-tiba matanya membelalak le

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย BAB 75. Hilangnya Nadine.

    "Tumben sepi sekali rumah ini?" gumam Pamela saat membuka pintu rumah perlahan. Malam telah larut dengan hembusan angin menerpa tubuhnya yang kelelahan, sehabis pulang arisan di rumah temannya. Hanya cahaya lampu ruang tengah yang masih menyala. Maka Pamela menghidupkan lampu yang mati di ruang tamu, lalu melepaskan sepatu. "Aldiano!" Wanita itu melihat Aldiano duduk di ruang tengah sedang menonton TV. Terlihat dari raut wajahnya tidak seperti biasanya. Lalu Pamela menghampiri dan duduk di samping Aldiano. "kamu kok sendirian Al? Kemana yang lain?" "Aku juga nggak tahu Ma. Calista kan hari ini Cuti 2 hari Tapi sejak sore tadi aku pulang nggak terlihat Nadine. Mungkin di kamarnya." jawab Aldiano. "Coba kamu panggil di kamarnya." "Bentar aku panggil." Aliando beranjak bangun bergegas melangkah ke kamar Nadine. Ia Mencoba mengetuk pintu itu berkali-kali, tapi tidak ada sambutan dari dalam, dan tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam. Maka ia kembali menghampiri Pamela.

  • Istri yang Kau Tuduh Tidak Perawan Ternyata Kaya Rayaย ย ย BAB 74. Akhirnya

    "Iโ€”ini gak salah kan. Mata aku gak salah lihat kan? Tuโ€”tulisan ini kenapa ada nama aku? Kecocokan DNA aku dan Bapak Stev sama?"gumam Nadine.Bibirnya bergetar. Matanya membelalak. Namun, berkaca-kaca. Hatinya bergoncang diselingi nafas yang tersengal. Tangannya lemas, hampir saja surat itu jatuh dari tangannya. Beberapa langkah wanita itu mundur sambil menggelengkan kepalanya."Ini nggak mungkin, Ini pasti salah," kerongkongannya tercekat. Suaranya serak. Selama ini Nadine, hanya tahu kalau Pamela adalah istri Stev, pemilik perusahaan tempat ia bekerja. 'Tapi Kenapa di surat ini ada tertulis seperti ini?' kata hatinya."Jika memang iya, Kenapa selama ini mereka sembunyikan ini dari aku?"Air mata Nadine mulai membanjiri pipinya dengan deras. Ia mencoba mengingat kembali potongan-potongan masa lalu, tapi hal itu tidak ditemuinya. Kosong. Mungkin karena ia masih terlalu kecil. dan masih bayi yang baru bisa merangkak."Kenapa mereka tega meninggalkan aku saat itu? Meninggalkan aku di j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status