Share

Bab 5

Author: Irstia88
last update Last Updated: 2023-07-24 17:43:25

"Salah sendiri pilih dia jadi istrimu," ucap Saras mendelik pada Nadine.

"Bu ...." Prasetyo menoleh pada istrinya, seolah matanya mengatakan agar istrinya tak ikut campur urusan rumah tangga mereka.

Mbak Nur nampak iba pada Nadine. Kasihan karena baru sehari saja menginjakkan kaki di rumah ini sudah dijadikan bahan pergunjingan mertua dan suaminya.

"Maaf, Mas, Bu. Nanti saya akan minta diajarin sama Mbak Nur, gimana bikin kopi yang sesuai selera Mas Sadam," ucap Nadine bersuara pada akhirnya.

"Kalau perlu bantu beres-beres sama masak di dapur. Kamu lebih cocok dijadikan pembantu kok daripada jadi istrinya Sadam," pungkas Saras sambil melempar sapu tangan putih dengan kasar ke atas meja.

Ia bangkit dan melengos pergi meninggalkan ruang makan.

"Ya ampun, Ibu ... mulutmu itu loh!" Prasetyo berdiri menyusul langkah istrinya.

Kini hanya ada Sadam dan Nadine di sana, sedang Mbak Nur buru-buru pergi ke belakang ke dapur kotor untuk mencuci piring bekas sarapan. Mbak Nur tak mau mendengar hinaan demi hinaan yang terlontar dari mulut majikannya terhadap Nadine. Dia merasa tak tega melihat Nadine yang begitu lugu tapi di perlakukan dengan tidak baik. Padahal Nadine tidak membuat kesalahan besar.

Sadam melirik pada Nadine yang masih mematung di tempat tampak wanita itu sedang menahan air matanya.

Sadam tersenyum miring, ia merasa puas melihat Nadine menderita, dikata-katai oleh ibunya. Sadam bangkit mendekati istrinya.

"Kamu dengar apa kata ibuku? Kamu memang pantas jadi babu di rumah ini. Wanita kotor sepertimu memang terlalu beruntung jika menjadi istriku, tapi semua sudah terlanjur. Nikmati saja statusmu sebagai istri sekaligus pembantu di rumah ini," bisik Sadam lalu ngeloyor pergi meninggalkan Nadine begitu saja.

Mata wanita itu sudah tak mampu membendung tangis. Apa salah dan dosanya hingga diperlakukan seperti ini. Sadam yang seharusnya menjadi pembela bagi dirinya, malah ikut menghina bahkan membenarkan perkataan ibunya yang tak sepantasnya diucapkan.

Mbak Nur yang selesai mencuci piring nampak kembali ke dapur bersih, melihat Nadine yang menitikkan air mata.

"Sabar, Non. Namanya rumah tangga memang selalu dihiasi oleh kerikil-kerikil kecil yang membuat kita tertusuk dan sakit. Tapi semua itu tak selamanya terjadi. Mbak doakan agar Non sama Tuan Sadam hidup bahagia," ucap Mbak Nur mengelus lengan Nadine.

"Makasih, Mbak." Nadine memeluk wanita berusia 45 tahun itu. Rasanya dia menemukan saudara di rumah ini. Dia yang belum beradaptasi dengan lingkungan rumah suaminya, tentu masih banyak kesalahan kecil yang akan dia lakukan. Jika di ambil dari segi positifnya, perkataan Saras mertuanya dan Sadam memang ada benarnya.

Nadine memang harus banyak belajar pada Mbak Nur. Apa saja kesukaan Sadam, dia harus banyak bertanya pada Mbak Nur yang sudah dua puluh tahun bekerja di rumah ini.

***

Drrrt drrrt

Ponsel Nadine bergetar di atas nakas. Sadam yang sedang sibuk dengan layar laptopnya, melirik sekilas pada ponsel yang tergeletak di atas nakas di sampingnya.

Tertera nama Maya pada layar ponsel tersebut. Saat itu Nadine sedang berada di kamar mandi.

Ponsel Nadine terus berbunyi karena Sadam tak mau mengangkat telepon tersebut. Dia memilih untuk kembali fokus dengan pekerjaannya, membiarkan ponsel itu berdering sampai Nadine selesai mandi.

"Loh, Mas, kenapa gak kamu angkat saja sih? Aku dengar dari tad ponselku berbunyi," ucap Nadine masih mengenakan handuk kimono, melangkah mendekat dan meraih ponsel di atas nakas.

"Kamu pikir aku ini asisten mu? Lagian itu ponsel punya kamu, aku gak mau tau privasi kamu. Begitu juga sebaliknya, kamu jangan pernah berani mengotak-atik ponselku," ujar Sadam.

"Kenapa gitu ngomongnya, Mas? Kita ini suami istri ... " belum selesai Nadine berkata, Sadam sudah lebih dulu memotongnya.

"Sudah aku bilang, status itu hanya formalitas saja." Sadam sibuk mengetik dengan mata tak lepas dari layar laptop.

"Mungkin menurutmu pernikahan kita ini hanya permainan, tapi tidak bagiku. Pernikahan itu sakral, ada janji yang harus kamu tepati diantaranya adalah membahagiakan aku," tukas Nadine.

Sadam menyimpan laptop disampingnya, kini manik mata itu menatap lekat istrinya dengan tatapan menusuk.

"Jika aku harus menepati janjiku untuk bisa membahagiakan kamu, maka seharusnya kamu juga bisa membahagiakan aku. Tapi dari awal kamu sudah membuat aku kecewa, jadi JANGAN PERNAH LAGI MENUNTUT APA-APA DARIKU, APALAGI KEBAHAGIAAN!" suara Sadam makin meninggi membuat Nadine menyipitkan matanya dengan tubuh gemetaran karena takut.

Tanpa mereka sadari di luar sana Saras kebetulan sedang melewati kamar mereka. Mendengar suara ribut-ribut dari dalam kamar putranya, sontak diapun menguping dari luar. Menempelkan telinganya pada daun pintu, agar suara Sadam lebih jelas terdengar.

"Tapi Mas, kamu hanya salah paham." Nadine membela diri.

"Salah paham? Aku capek debat sama kamu, tau gak? Jelas-jelas aku sudah tertipu olehmu! Menikahi wanita yang ternyata sudah tak perawan, kamu pikir aku bodoh? Yang gini ini yang bikin aku gak betah di rumah! Udah salah masih bantah lagi, bawel juga. Malas lama-lama berada di dekatmu," ucap Sadam bangkit hendak mengganti pakaian dan berniat untuk pergi ke diskotik lagi.

"Mas, kamu mau kemana? Aku mohon jangan pergi, jangan mabuk lagi. Oke! Aku gak akan banyak menuntutmu kecuali satu, aku tak mau melihat kamu mabuk-mabukan seperti semalam. Aku khawatir dengan kesehatan kamu, Mas," lirih Nadine memelas.

Sadam sebenarnya hanya menggertak saja, dia tak benar-benar berniat pergi dari rumah apalagi ke diskotik. Banyak kerjaan yang harus dia selesaikan dari rumah, sementara ini dia sedang ambil cuti menikah dan belum masuk kantor lagi. Meskipun dia bosnya di kantor tak membuatnya berleha-leha masalah pekerjaan. Dia terus memantau perkembangan perusahaan selama dirinya tidak hadir ke kantor.

Sadam kembali menjatuhkan dirinya di atas ranjang, meraih laptop dan kembali sibuk bekerja.

Saras yang berada di balik pintu tampak membuka mulutnya lebar-lebar setelah mendengar perdebatan anak dan mantunya. Seakan tak percaya mendengar Nadine yang katanya sudah tak perawan lagi. Kebenciannya terhadap menantunya itu makin menjadi, hatinya meradang dan dia makin tak rela menyerahkan anak semata wayangnya pada wanita yang salah, yaitu Nadine.

Pantas jika sikap Sadam tiba-tiba berubah pada Nadine, rupanya itu alasannya. Pantas mereka pulang dari hotel, mungkin Sadam kecewa dan merasa tertipu saat malam pertama mereka, pikir Saras.

Suara ponsel kembali berbunyi, Nadine segera mengangkat telepon dari Maya yang sedari tadi menghubunginya.

Sebelum menerima panggilan tersebut, terlebih dahulu ia menormalkan suaranya agar tak terdengar serak karena habis menangis dan bertengkar dengan suaminya.

"Hallo, May!" sahut Nadine.

"Mentang-mentang pengantin baru, lama banget ngangkat telepon. Pasti lagi berdua-duaan ya sama suaminya?" Maya menggoda di sebrang telepon.

"Kamu, bisa saja." Nadine melirik sekilas pada Sadam sambil tersenyum kecut.

Senyatanya keadaan Nadine tak seindah yang dibayangkan oleh Maya.

"Maaf, barusan aku habis mandi. Ada apa ya, May? Tumben nelepon," tanya Nadine.

"Lusa nanti ada cara reuni, kamu mau ikut? Harus ikut ya, aku kangen banget sama kamu. Lama gak ketemu, soalnya aku sibuk terus di luar kota sampai-sampai gak sempat datang ke acara nikahan teman sendiri, maaf ya! Sebagai permohonan maaf, aku undang kamu ke acara reuni lusa nanti, biar aku yang atur semua acaranya, jangan khawatir! Kamu hanya tinggal datang, duduk manis dan nikmati acaranya," cerocos Maya seakan tak bisa berhenti bicara.

"Aku minta izin dulu sama suamiku ya, May. Nanti aku kabari lagi," ucap Nadine melirik kembali pada Sadam.

Tatapan mereka pun saling bertemu, namun dengan cepat Sadam memalingkan wajah bersikap acuh tak acuh.

"Ajak saja suamimu, sekalian kenalan kan?" desak Maya.

"Ya, nanti aku kabari lagi, makasih ya undangannya. Bye!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 14

    Baru saja sembuh dari sakit Saras sudah menyuruh Nadine melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi pekerjaan Mbak Nur saja.Nadine tak bisa menolak, hanya pekerjaan rumah saja baginya memang tak berat. Dia menuruti apapun perintah ibu mertuanya, berharap agar Saras bisa bersikap lebih baik lagi dari sebelumnya. Namun semua itu hanyalah mimpi belaka bagi Nadine. Karena sampai kapanpun Saras tak akan pernah menerima dia jadi menantunya."Bu … stok makanan di kulkas habis," papar Mbak Nur menghampiri majikannya yang tengah duduk di ruang keluarga."Suruh Nadine kesini, biar dia yang pergi belanja!" titah Saras.Mbak Nur terdiam sebentar, dia tau betul jika saat ini Nadine masih lemah tubuhnya karena baru saja sembuh dari sakit."Kenapa masih di situ?" Saras menatap heran melihat Mbak Nur masih berdiri mematung di tempat."Biar saya saja yang belanja, Bu," ucap Mbak Nur."Kamu mau bantah aku? Cepat panggil Nadine!" sentak Saras nada suaranya tinggi."Ba-baik, Bu." Mbak Nur tergopoh

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 13

    "Nadine!" teriak Sadam saat melihat istrinya tergeletak di lantai kamar mandi dengan pakaian basah, wajah pucat dan bibir membiru.Mbak Nur yang berdiri di depan pintu tampak menutup mulut dengan kedua tangannya.Segera Sadam membopong tubuh Nadine, membawa wanita itu ke kamar. "Mbak Nur, ambilkan air hangat dan bawa ke kamarku!""Baik, Tuan." Mbak Nur segera menuruti perintah majikannya.Saat Sadam hendak melangkah naik ke atas tangga, seketika Saras dan Prastyo menghampiri."Kenapa Nadine? Apa yang terjadi sama dia?" tanya Prasetyo heran.Saras tampak terdiam, mendelik sinis tanpa merasa berdosa sama sekali.Sadam melirik ke arah ibunya dan berkata, "tanya saja Ibu, apa yang sudah Ibu lakukan pada istriku."Sadam melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia teramat kesal pada ibunya yang sudah berani mengurung Nadine di kamar mandi. Sadam memang membenci Nadine tapi dia juga tak mau melihat istrinya tak berdaya seperti ini. Kalaupun harus Nadine menderita, tapi bukan begini caranya. Sam

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 12

    Byurrr!Nadine reflek terbangun saat wajahnya basah di siram oleh seseorang.Posisinya yang semula terbaring kini langsung terduduk. Kedua tangan mengusap wajahnya yang basah."Enak banget jam segini masih tidur! Kamu pikir ini rumahmu bisa enak-enakan tidur sampe siang, hah?" bentak Saras."Maaf, Bu, tapi kepalaku pusing. Aku mau istirahat sebentar boleh ya, nanti aku bangun kok," pinta Nadine memelas. Air minum yang diguyurkan ke wajahnya membuat Nadine menggigil kedinginan."Jangan manja! Bangun dan cepat bekerja! Kalau sampai gak turun juga, aku siram kamu pakai air panas, mau?" ancam Saras."Tapi, Bu. Aku sakit." Nadine memeluk tubuhnya yang kedinginan."Dasar perempuan jal*ng!" Saras menyeret tubuh Nadine, menarik lengannya hingga Nadine tersungkur ke bawah lantai."Ampun, Bu. Lepaskan aku!" Nadine memohon."Kalau gak mau aku seret ya kamu bangun dong! Baju udah numpuk belum di gosok jadi cepat sekarang juga bereskan semuanya!" Saras melepas kasar lengan Nadine."Aku izin cuci m

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 11

    "Jangan, Mas Ampun!" pekik Nadine saat Sadam mengambil sabuk yang tergantung pada gagang pintu lemari.Sudah bisa dia duga, apa yang akan dilakukan sang suami dengan menggunakan sabuk di tangannya itu.Saat tangan Sadam terangkat dengan menggenggam sabuk yang hendak dilayangkan pada tubuh mulus istrinya, saat itu juga Nadine gegas bersimpuh pada kaki suaminya."Ampun! Jangan lakukan itu padaku. Aku mohon!" Tangis wanita itu memecah heningnya malam."Aku berani bersumpah demi apapun, aku tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan Aksan. Pria itu memang sudah lama menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya. Sumpah demi Tuhan!" lirih Nadine.Pria itu menurunkan tangan yang menggenggam sabuk. Lemah seketika tubuh Sadam saat mendengar sumpah dari mulut istrinya. Dia memang sudah keterlaluan memperlakukan Nadine. Tak seharusnya dia berlaku seperti ini. Bertindak kasar pada perempuan bukanlah tabiat yang biasa dilakukannya.Bahkan baru sekali ini dia mengotori tangannya dengan menampar wa

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 10

    Plaaak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Nadine hingga tubuh wanita itu terhuyung.Kulit putih itu bersemu merah akibat cap jari yang dilayangkan suaminya. Tak seberapa sakit jika dibandingkan dengan hatinya yang kini terluka namun tak berdarah. Dipermalukan di depan umum seperti ini tak ada satu wanita pun yang mau, apalagi yang mempermalukan dirinya tak lain adalah suaminya sendiri."Berani kasar pada istrimu sendiri? Pria macam apa kamu ini?" Tiba-tiba terdengar suara seorang pria mendekat ke arah mereka."Aksan?" gumam Nadine cukup kaget dengan kemunculan pria itu yang secara tiba-tiba dan tak terduga. Sadam menoleh ke arah sumber suara, menatap tajam pria yang kini sudah berada tepat di hadapannya."Bukan urusanmu, mau aku apakan dia terserahku, dia istriku!" tegas Sadam."Ya, dia memang istrimu. Tapi kelakuan kamu itu tidak mencerminkan perilaku seorang suami terhadap istrinya. Karena ini tempat umum, dan aku berhak mencegah tindakan kasar pria terhadap seorang perempuan."

  • Istri yang Kau Hinakan   Bab 9

    "Jangan lama-lama jabatan tangannya, itu laki orang loh, May!" tiba-tiba muncul Rena masih sahabat kami juga.Nadine baru menyadari jika sedari tadi Maya belum melepaskan tangannya dari Sadam.Spontan Maya melepaskan setelah mendapat teguran dari Rena."Maaf," ucap Maya mengukir senyum terbaiknya pada Sadam.Pria itu membalas senyuman yang tak kalah maut, membuat siapapun yang melihat akan meleleh dibuatnya."Mari kita duduk di sana," ajak Maya menunjuk ke arah sebuah kursi yang melingkar di sudut ruangan.Nadine dan Sadam melangkah mengikuti Maya dengan Rena yang berjalan lebih dulu.Mereka duduk disana sambil mengobrol banyak hal. Mengenang keseruan mereka saat bersekolah, maupun menceritakan keseharian dan kesibukan mereka saat ini."Ngomong-ngomong ini tempat punya dia. Maya sedang sibuk bisnis cafe dan karaoke, sudah buka cabang dimana-mana. Hebat kan?" tutur Rena."Hebat sekali. Kamu wanita karir yang sukses," puji Nadine."Oh jadi ini tempat kamu?" Sadam mengedarkan pandangan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status