Istri yang Kau Remehkan

Istri yang Kau Remehkan

Oleh:  Suzy Wiryanty  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
9 Peringkat
104Bab
68.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Menjelang delapan tahun usia pernikahannya, Suri Hidayah merasa tidak bisa mempertahankan rumah tangganya lagi. Suaminya telah berubah menjadi sosok yang tidak lagi ia kenali sejak karirnya melesat ke puncak menjadi seorang direktur pelaksana yang disegani. Pras seolah lupa diri dan kerap merudung Suri, secara fisik dan psikis. Dari merendahkan pendidikan Suri yang hanya tamatan SMP sampai mencela penampilan Suri yang menurut Pras norak alias kampungan. Belum lagi, Pras membandingkannya dengan Murni Eka Cipta, sang bos yang 'anggun, cerdas, berpendidikan tinggi juga berharta.' Lantas, bagaimana Suri membuktikan dan membalikkan segala hinaan Pras ke depannya? Mampukah dia?

Lihat lebih banyak
Istri yang Kau Remehkan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
zahra
bagus banget ceritanya,, pelajaran hidup banget,,
2023-05-20 23:31:38
0
user avatar
A.floral dear
Best cerita nye.. banyak nasihat.. banyak juga kata2 yang membuka minda dan merubah cara berfikir.. susunan ayat juga teratur.. sekarang buku ini jadi favourite saya. Walau pun Ada beberapa ayat yang saya tak faham sebab saya dari negara jiran Malaysia. This is the quality we want.
2023-04-06 15:56:23
2
user avatar
Anggiria Dewi
hadir thor
2023-04-02 18:36:03
1
user avatar
Tuning Virgayanti
Bikin penasaran untuk membaca terus
2023-03-27 04:13:42
1
user avatar
Aisah Mungil
bagus tapi koinnya mahal
2023-03-23 10:24:48
1
user avatar
Kalina Ina
bahasanya selalu bagus
2023-03-18 13:50:23
1
user avatar
rissia
bagus ceritanya..syukaaaa bgt
2023-03-10 06:45:09
1
user avatar
Claresta Ayu
Yuhuuuu.... ketemu Suri lagi disini. Sukses slalu kak Suzy
2023-03-09 19:09:40
1
user avatar
Suzy Wiryanty
Hallo Readers , Suri akan menemani kalian setiap pagi pukul 10 ya? Author akan update setiap hari di jam itu. Sekian dan terima vote ...
2023-03-09 16:35:59
1
104 Bab
1. Berbohong?
Sembari merajut, Suri bolak-balik memindai jam dinding di ruang tamu. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Namun Prasetyo, suaminya, belum juga pulang ke rumah. "Hufft," desah Suri gelisah. Biasanya, paling lambat pukul tujuh malam Pras sudah sampai di rumah. Jikalau pun Pras meeting atau sekedar mengobrol dengan client, biasanya Pras akan mengabarinya. Memintanya untuk tidak menunggunya makan malam karena ia akan makan di luar. Tidak biasa-biasanya Pras seperti ini. Suri lantas meletakkan peralatan rajutnya. Ragu-ragu ia meraih ponsel di atas meja. Ia ingin menelepon Pras. Sebenarnya ia bukanlah type istri yang cerewet. Bukan pula type istri yang selalu ingin merazia suami sendiri. Hanya saja ia khawatir karena tidak ada kabar dari Pras, dari sore hingga malam seperti ini. Suri menimang-nimang ponselnya. Ragu-ragu antara ingin menghubungi Pras atau tidak. "Aku tidak suka di telepon-telepon saat aku sedang mencari nafkah di luar rumah. Aku bukan anak kecil yang harus kam
Baca selengkapnya
2. Tak Tahan
"Ya begitulah, Ti. Aku 'kan punya penyakut asam lambung. Terlambat makan sedikit saja, langsung kumat." Walau dadanya terasa nyeri, Suri mengikuti sandiwara yang telah dimainkan Pras. Ia masih ingin menjaga muka suaminya."Iya sih. Ehm, aku meneleponmu sebenarnya ingin menceritakan sesuatu. Tapi bagaimana ya, aku tidak enak mengatakannya."Suri mengelus dada perlahan. Mempersiapkan mental agar siap mendengar apapun yang akan diceritakan oleh Wanti. Dirinya dan Wanti sudah saling mengenal lama. Oleh karenanya, saat nada suara Wanti bimbang seperti ini, Suri sudah menangkap sesuatu. Bahwa apapun yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu nanti bukanlah hal yang menggembirakan."Kamu ingin bilang apa, Ti? Katakan saja. Kamu ini seperti sedang berbicara dengan orang lain saja." Suri sedapat mungkin memperdengarkan nada suara yang biasa-biasa saja. Padahal denyut jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya."Begini ya, Ri. Entah ini hanya perasaanku saja. Tapi aku merasa sikap Pra
Baca selengkapnya
3. Drama Pras
"Kamu ini mau tahu saja urusan orang," omel Pras kesal. "Urusan orang? Orangnya itu 'kan suami sendiri. Wajar kalau aku ingin tahu, Mas," tukas Suri tegas. Statusnya adalah seorang istri. Ia berhak mengetahui urusan suaminya."Sudah! Jangan diperpanjang lagi. Aku mau mandi. Suami baru pulang bukannya disambut dengan senyuman, ini malah diajak ribut. Istri macam apa kamu?" Pras mendengkus sembari berjalan ke kamar mandi."Istri yang ingin mengetahui siapa yang menelepon suaminya pukul tiga dini hari. Jawab pertanyaanku, Mas?" Suri tidak mau mengalah. Sudah cukup beberapa bulan ini Pras memperlakukannya tidak selayaknya seorang istri. Selama ini, ia terus bersabar dan menghibur diri. Mengucapkan dalam hati, bahwa Pras tengah disibukan oleh pekerjaan, makanya sikapnya tidak mengenakan. Ia terus merapal kalimat penghibur diri itu layaknya mantra setiap hari, agar dirinya tidak suudzon pada suami sendiri.Tapi kali ia tidak mau sabar lagi. Pembicaraannya dengan Wanti tadi sesungguhnya
Baca selengkapnya
4. Mengatur Strategi
Suri mematung. Ia sama sekali tidak mengira kalau ternyata Pras sangat memandang rendah pendidikannya.Padahal, sewaktu Pras melamarnya dulu, Pras mengatakan bahwa pendidikan formalnya bukanlah yang utama. Karena pendidikan yang paling penting di matanya adalah pendidikan akhlak dan hati yang mulia. Makanya dulu ia bersedia menerima lamaran Pras. Karena di matanya, Pras adalah laki-laki baik yang bersedia menerima kekurangan dan kelebihannya. Tak disangka tak dinyana, ternyata semua itu adalah bualan semata. Suri sakit hati mendengar hinaan Pras. Harga dirinya bagai dicampakkan seperti setumpuk kotoran. "Maaf, aku tidak sengaja mengucapkannya. Aku sedang lelah lahir batin, Ri. Makanya ucapanku jadi tidak terkontrol." Secepat mulut Pras berucap, secepat pula itunya ia meminta maaf. Namun, Suri tidak menjawab. Kini, ia sudah mengantongi satu hal: selama ini, Pras memang memandang rendah dirinya. Hanya saja, pria itu menutupinya dengan baik. Dan kini pada saat emosinya terkait, mak
Baca selengkapnya
5. Drama Lagi
"Selamat sore, Pak Damar. Maaf saya tidak menyadari kehadiran Bapak." Suri membungkukkan sedikit tubuhnya. Kehadiran Damar membuatnya rikuh. Istimewa Damar mengetahui kesulitannya. "Sore juga. Saya baru saja tiba di toko. Wajar kalau kamu tidak melihat kehadiran saya." Suri hanya tersenyum kecil. Ia tahu harus bersikap bagaimana menanggapi kata-kata Damar. Damar dulu mengenalnya sebagai seorang buruh jahit di perusahaan mantan istrinya. Lantas sebagai istri Pras. Hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan. Makanya Suri kikuk. Walau mereka bukan atasan dan bawahan lagi, tetapi tetap saja, dalam hati Suri ada perasaan sungkan berhandai-handai dengan Damar. Ia merasa tidak selevel. "Silakan melanjutkan acara belanjanya, Suri. Jangan sungkan, ini adalah toko salah seorang kerabat saya. Saya yang memasok semua bahan-bahannya. Jadi sudah pasti harganya lebih murah. Saya menemui pemilik toko dulu." Suri mengangguk. Selanjutnya ia kembali melihat-lihat bahan-bahan rajutan. Ia mem
Baca selengkapnya
6. Egois Hingga ke Tulang!
"Duduk dulu, Mas. Mari kita bicara baik-baik. Mas tahu 'kan kalau Wira sedang tidur." Suri mengabaikan serpihan asbak rokok dan vas bunga. Pikirnya nanti saja kekacauan ini ia bersihkan. Ia akan mengutamakan menjelaskan segala kesalahpahaman pada Pras dulu.Suri menghempaskan pinggulnya pada sofa di hadapan Pras. Ia berusaha tetap tenang walau Pras sudah melemparkan ejekan. Ia tidak mau terpancing. Kalau dirinya ikut-ikutan emosi, masalah tidak akan selesai. Yang ada mereka berdua akan saling berbalas ejekan. "Bicara baik-baik kamu bilang? Bukannya kamu yang memulai duluan? Kamu telah mempermalukanku di hadapan banyak orang, Suri!" Pras menunjuk wajah Suri geram. Namun ia mengikuti langkah Suri ke sofa. Pras sengaja mengambil posisi duduk di hadapan Suri. Pras ingin Suri terintimidasi dengan kemarahannya. "Mempermalukan, Mas? Memangnya apa yang sudah aku lakukan?" Suri menjinjitkan kedua alisnya. Ia tidak merasa melakukan hal yang memalukan. "Apa yang sudah kamu lakukan?" hardik Pr
Baca selengkapnya
7. Tekad Suri
Mata Suri membola lalu menunjuk dirinya sendiri. "Mas bilang apa tadi? Aku mengemis?" "Iya. Karena sudah hampir dua minggu ini aku direcoki oleh pertanyaan-pertanyaan konyol seputar rajutan nenek-nenekmu itu oleh para kolega atau pun rekan-rekan kerja. Kalau kamu tidak mengemis pada mereka, dari mana mereka tahu soal kegemaran merajutmu itu?"Suri tidak sanggup menjawab pertanyaan namun isinya tuduhan oleh Pras. Hatinya perih karena diremehkan dan dihina sedemikian rupa oleh suaminya sendiri. Rasa sakitnya sampai membuat lidahnya kelu.Suri bernapas pendek-pendek. Mencoba mendinginkan kepalanya walau hatinya panas luar biasa. Menghadapi Pras, tidak perlu dengan ejekan. Namun dengan kalimat efektif yang mematikan."Aku tidak pernah mengemis pada siapa pun, Mas. Aku memasarkan daganganku melalui marketplace dan media sosial. Mereka yang tertarik pada rajutanku dan menghubungiku untuk membuat pesanan. Mereka semua yang mencariku, bukan sebaliknya."Demi mendukung argumennya, Suri meng
Baca selengkapnya
8. Pras Kebakaran Jenggot.
"Rumahmu nomor berapa, Suri?" "Eh, nomor sebelas, Pak. Lurus saja. Nanti di simpang empat depan sana, kita belok kiri." Suri kaget saat Damar tiba-tiba saja berbicara padanya. Selama hampir empat puluh lima menit berkendara, Damar sama sekali tidak bersuara. Demikian juga dengan dirinya. Sekian tahun tidak pernah bertemu, Suri tidak tahu harus berbincang-bincang tentang apa dengan mantan atasannya ini. Rasanya aneh saja semobil dengan Damar. Dalam mimpi pun ia tidak pernah membayangkannya. "Simpang depan pertama itu ya? Oke. Oh ya, tadi Ibu sudah memberikan nomor kontaknya, demikian juga saya. Jadi kalau kamu membutuhkan sesuatu, jangan segan-segan untuk menghubungi kami ya, Suri?" pungkas Damar lagi. "Baik, Pak." Suri mengangguk takzim. Setelahnya hening lagi. "Kalau masalah butik dan sebagainya, kamu boleh kompromikan dengan Ibu. Tapi kalau masalah benang dan tetek bengeknya, kamu jangan segan-segan mencari saya," terang Damar lagi. "Baik, Pak." Suri kembali membeo. "Janga
Baca selengkapnya
9. Tuduhan Tak Masuk Akal
Pras menyipitkan sebelah matanya. Ciri khasnya jika tertarik pada sesuatu."Begini, ibu saya bekerjasama dengan Suri dalam bisnis rajut. Kami mengirim benang-benang, sementara Suri merajutnya untuk butik-butik ibu saya," imbuh Damar lagi. Selama Damar dan Pras berbicara, Suri berjalan ke arah bagasi. Ia muak melihat akting Pras saat berperan sebagai suami yang baik. Lebih baik ia mengangkat barang-barang belanjaannya daripada mengikuti drama murahan satu babak Pras. "Bisa tidak, Ri? Berat lo barang-barangmu itu," seru Damar. Ia juga ikut berjalan ke arah bagasi."Bisa, Pak. Saya mah sudah terbiasa nguli." Suri mencoba bercanda. "Biar aku saja yang membawanya, Ri. Kamu istirahat saja di dalam," usul Pras penuh perhatian. Jikalau tidak ada orang lain di antara mereka, mungkin Suri akan bertanya pada Pras apakah dirinya sehat. Tetapi karena ada Damar di antara mereka Suri mengangguk singkat, setelah berpamitan pada Damar. Ia harus menjaga wibawa Pras. Seraya masuk ke dalam rumah, Su
Baca selengkapnya
10. Berulah?
'Tenang Suri. Jangan terbawa emosi. Semakin kamu tenang, Pras akan semakin kelimpungan,' batin Suri menenangkan dirinya. "Akhir-akhir ini kamu gampang sekali mengucapkan kata cerai. Kamu pikir aku akan semudah itu menceraikanmu? Hah, mimpi saja. Lihat saja, si duda sialan itu akan menunggumu sampai bungkuk!" ceracau Pras emosi. Suri tidak mempedulikan ceracauan Pras lagi. Yang penting ia sudah menyatakan sikapnya. Suri mengangkat empat plastik besar barang belanjaannya dengan susah payah. Ia juga pura-pura tuli saat Pras membanting segala barang pecah belah di ruang tamu. Biar saja. Toh guci-guci antik dan vas bunga kristal itu dibeli dengan uang Pras. Yang rugi siapa coba? ****** "Jadi si Pras seperti cacing kepanasan ya melihatmu diantar pulang Pak Damar?" Wanti menggeser tumpukan benang di samping Suri. Memberi ruang yang cukup luas untuk bokongnya di atas tikar. Hari minggu sore ini ia mengunjungi Suri untuk mengajak sahabatnya ini berjalan-jalan. Sudah lama mereka tidak kel
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status