JEJAK RINDU YANG TERLARANG

JEJAK RINDU YANG TERLARANG

last updateHuling Na-update : 2025-03-13
By:  AtiexbhawellOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Hindi Sapat ang Ratings
40Mga Kabanata
1.4Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Luna terjebak dalam pernikahan yang penuh luka. Hendri, suaminya, selalu memperlakukannya dengan kasar, baik secara fisik maupun emosional. Dalam hati, Luna menyimpan kerinduan pada hidup yang bahagia, tetapi rasa takut dan kewajibannya sebagai istri membuatnya bertahan. Namun, segalanya berubah saat Luna menghadiri acara reuni sekolah dan bertemu kembali dengan Adrian, mantan kekasihnya yang dulu pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Pertemuan itu membawa kembali kenangan indah yang sempat terkubur. Percakapan yang dimulai dengan canggung perlahan berubah menjadi kehangatan yang mengingatkan Luna pada siapa dirinya sebelum semua luka itu datang. Keakraban Luna dan Adrian tak luput dari perhatian Hendri. Cemburu yang memuncak membuat Hendri semakin kasar, hingga memicu pertengkaran besar di antara mereka. Dalam kemarahannya, Hendri tak sengaja membongkar rahasia besar yang selama ini ia sembunyikan—skandal yang tak hanya menghancurkan kepercayaan Luna, tetapi juga membuatnya harus mempertimbangkan kembali apa arti pernikahan dan kebahagiaan. Luna kini dihadapkan pada pilihan sulit: terus bertahan dalam pernikahan yang melukainya, atau mencari keberanian untuk mengejar kebahagiaan, meski itu berarti meninggalkan segalanya dan merangkai kembali jejak rindu yang tak pernah usai. "Jejak Rindu yang Terlarang" adalah kisah tentang cinta lama yang kembali menyala, keberanian untuk melawan ketidakadilan, dan perjalanan seorang wanita menemukan kembali dirinya di tengah badai kehidupan.

view more

Kabanata 1

Sebuah keputusan

Brak!

"Dari mana saja kamu?" Hendri menggebrak meja begitu Luna melangkah masuk. Nada suaranya tajam, seperti sembilu yang mengiris udara.

Luna menghela napas panjang, tangannya masih menggenggam tali tas kerja. “Ada masalah di kantor. Aku harus menyelesaikannya sebelum cuti,” jawabnya, mencoba tetap tenang meski lelah merambat di setiap pori.

“Masalah? Masalahnya itu kamu! Kamu yang keras kepala! Sudah kubilang resign, tapi kamu tetap kerja!” hardiknya dengan tatapan sinis.

Luna melepas sepatu tanpa berkata-kata. Hendri selalu seperti ini—melontarkan amarah, tak peduli apa yang sebenarnya terjadi. Jawaban apa pun akan percuma, hanya akan menyulut lebih banyak argumen.

“Aku tidak mau berdebat,” ucapnya pelan, lalu melangkah masuk ke rumah.

Hendri mengikutinya, napasnya terdengar berat. “Ibu akan datang malam ini. Siapkan makan malam yang layak. Jangan bikin malu. Pastikan mereka menyukai makan malamnya.”

Luna berhenti di depan pintu kamar. “Mereka?”

“Mbak Siska dan anak-anak,” jawab Hendri datar.

Mata Luna melebar, sesaat kemudian ia menghela nafas berat seolah pasokan oksigen begitu menipis di rongga dadanya.

“Kamu 'kan tuan rumah. Jadi, tunjukkan kalau kamu bisa melayani mereka dengan baik.”

Luna menggigit bibir, menahan ucapan yang sudah mendesak di tenggorokannya. Ia membuka pintu kamar, lalu masuk tanpa sepatah kata.

Di kamar pun Luna tak sempat mengistirahatkan tubuhnya walau sejenak. Dia bergegas berganti pakaian, lalu segera menuju dapur dan menyiapkan makan malam untuk mertua dan iparnya.

Di dapur, suara panci dan pisau mendominasi.

Luna memotong sayuran dengan cepat. Tangannya bekerja otomatis, meski pikirannya penuh dengan bayangan Siska. Wajah kakak iparnya yang selalu dingin, komentar tajam yang menjatuhkan dan anak-anaknya yang selalu membuat rumah seperti kapal pecah.

“Apa cuma aku yang harus peduli dengan semuanya?” gumamnya sambil menyalakan kompor.

Langkah berat Hendri terdengar mendekat. “Masak apa? Sup ayam? Jangan lupa tambahkan bumbu yang banyak. Mbak Siska suka makanan berbumbu.”

Luna tidak menjawab, hanya mengangguk kecil. Hendri berdiri di sana, memperhatikan sebentar sebelum pergi lagi ke ruang tamu.

Tak seberapa lama, terdengar deru mobil memasuki ke halaman, Luna sudah bisa menebak kalau mertua dan iparnyalah yang datang. Hendri beranjak untuk membuka pintu, seketika riuh suara ibu mertua, Siska, dan anak-anak menyerbu masuk. Luna buru-buru menghampiri.

“Luna, kamu makin kurus saja,” komentar ibu mertuanya, nada suaranya antara prihatin dan menyindir. “Hati-hati sakit. Hendri perlu istri yang sehat.”

“Iya, Bu,” jawab Luna pendek, menunduk.

Siska menatap meja makan sekilas. “Ini makan malamnya? Sup ayam? Hmm, warnanya kurang menarik. Kamu pakai kunyit enggak? Kalau cuma begini sih anak-anak pasti enggak doyan.”

Luna hanya tersenyum tipis. Komentar seperti itu sudah biasa ia dengar. “Kalau ada yang kurang, nanti saya tambahkan.”

Siska mengangkat bahu, lalu memanggil anak-anaknya yang sudah mulai berlari-larian di ruang tamu. Bahkan sudah mengacak-acak mainan milik Rafi, anak Luna yang saat ini sedang berada di rumah orang tua Luna.

Malam semakin larut.

Setelah makan malam yang penuh dengan sindiran halus dan kritik, Luna masuk ke kamar. Tentu saja setelah membereskan dapur dan meja makan, memangnya siapa lagi yang akan membereskannya selain dirinya sendiri? Sedangkan Hendri masih bersama keluarganya di ruang tamu, tertawa lepas.

Luna duduk di tepi ranjang, hari ini terasa sangat berat baginya. Masalah yang tak kunjung selesai di tempatnya bekerja, ditambah dengan kedatangan mertua dan iparnya yang selalu saja membuat kepalanya seakan hendak meledak.

Gelak tawa dari ruang tamu terdengar sampai ke kamarnya, membuatnya tersenyum miris. Ya, mereka tidak pernah tertawa selepas itu saat ada dirinya. Bahkan, dia lupa kapan terakhir kali suaminya tertawa seperti itu saat bersamanya.

Luna merebahkan diri di atas kasur, saat hendak memejamkan mata tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Sita, sahabat baiknya sejak bangku sekolah. Ia membuka layar dan membacanya pelan.

"Lun, lusa ikutan reuni 'kan? Adrian bakal datang juga loh."

Luna terpaku. Nama itu, seperti membuka kotak kenangan yang selama ini ia kunci rapat-rapat. Tangannya gemetar saat mengetik balasan singkat.

"Kamu yakin?"

Pesan terkirim. Napasnya terhenti sejenak, dadanya berdegup keras. Entah kenapa dia menjadi sedikit tertarik dengan agenda tahunan yang belum pernah dia ikuti selama ini.

Di ruang tamu, suara Hendri terdengar jelas.

“Mbak, Bu, kalian nginap saja di sini beberapa hari. Luna pasti bisa mengurus semuanya.”

Luna menutup matanya, menahan gejolak emosi yang hampir meledak. Ia bangkit dan membuka jendela kamar, membiarkan angin malam menyentuh wajahnya.

Pesan balasan masuk. Ia membacanya perlahan, senyum kecil muncul di wajahnya.

"Yakin! Dia udah konfirmasi di grub panitia."

Dengan cepat Luna mengirim balasan. "Ya, aku ikut!"

Balasnya dengan keyakinan penuh. Dia sudah sangat lelah akhir-akhir ini, dia pikir mencari hiburan sejenak tidak ada salahnya bukan?

Malam itu, Luna tahu, hidupnya sedang berada di ambang sesuatu yang besar—sebuah perubahan. Namun, ia tidak tahu apakah itu akan menjadi awal dari kebebasan atau akhir dari segalanya.

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

Higit pang Kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

Walang Komento
40 Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status