Share

BAB 6. SELEMBAR CEK.

“K-kamu mencoba memerasku?” Devano tidak lagi berbicara formal sekarang.

“Terserah kamu saja mau berpikir apa, yang pasti aku menginginkan uang 10 milyar darimu." Angela terus berusaha menampilkan wajah se garang mungkin, tidak ada waktu lagi untuk takut sekarang, meski tubuhnya sudah bergetar panas dingin dengan jantung berdebar kencang. Sebelum melakukan hal ini tentu saja Angela sudah memikirkan akibat yang akan terjadi, mungkin saja setelah ini Devano akan membunuhnya. Tidak ada yang tidak mungkin bisa dilakukan orang kaya, bukan?

Devano terdiam beberapa saat dan membalas tatapan nyalang Angela. "B-baiklah, aku akan memberikan uang 10 milyar itu, lepaskan aku dulu." Napas Devano benar-benar tinggal di ujung sekarang.

Sudut bibir Angela sedikit terangkat, tanpa berpikir panjang Angela melepas cekalan pada dasi pria itu. Namun, di luar dugaan, Devano langsung bergerak mengambil alih posisi.

BRUKK!

"AKH!" Angela menjerit saat punggungnya terbentur mulus pada lantai yang keras itu, Devano membantingnya tanpa ampun sama sekali.

Keadaan berbalik, Devano mencekik leher Angela, tidak kencang, hanya berupaya melumpuhkan gadis yang kini berusaha memberontak itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Devano dengan napas memburu, selain emosi yang menyerang, napas Devano belum sepenuhnya pulih akibat lilitan dasi tadi.

Angela menggeleng keras, sudut matanya mengeluarkan air. Tidak! itu bukan air mata tangisan, entahlah, mungkin Angela terlalu takut, aura yang dikeluarkan Devano begitu mencekam, tubuhnya yang sudah berkeringat dingin seketika langsung menggigil. "Lepaskan aku!"

"Katakan siapa dirimu, baru aku akan melepaskanmu!" tekan Devano semakin mempererat cekalan pada leher Angela.

Angela tidak memiliki pilihan lagi. Sambil menggeleng keras, Angela merogoh sesuatu yang sedari tadi ia simpan dalam bra.

Menyaksikan hal yang begitu memalukan, Devano memalingkan wajah sambil mengumpat. "Dasar jalang!"

"Yakin tidak mau melepaskanku?" seru Angela.

Devano menoleh dan seketika terbelalak, cekalan pada leher Angela perlahan terlepas. Angela terbatuk hebat dan bangkit sambil tersenyum puas menatap Devano, "Semua terekam di sini, kurasa cukup untuk membuat Mommy jantungan," ucap Angela.

Ya, sejak rencana memeras pria kaya raya ini muncul, Angela berpikir keras bagaimana caranya agar Devano tidak bisa berkutik akan ancaman yang ia berikan.

Untung saja ia memiliki ponsel jadul yang ukurannya lebih kecil dibanding ponsel keluaran terbaru sekarang. Hal itu juga didukung oleh gaun Angela yang pakai memiliki semacam bolongan kecil di bagian dada, Angela bisa menyelipkan ponsel mode rekam untuk mengumpulkan semua bukti.

Yah, meski yang semula menyerang Devano adalah dirinya. Namun, ia bisa menyebarkan video itu hanya sepenggal saja, bukan? Angela tersenyum akan kepintarannya kali ini.

Terbukti, Devano tidak bisa berkutik lagi sekarang.

"Apa yang kamu inginkan?" Devano memilih untuk tidak memperpanjang masalah, ia tidak memiliki waktu hanya untuk sekedar meladeni gadis gila itu.

"Hanya uang 10 milyar … Sekarang!" Angela memberikan tekanan pada akhir kalimatnya.

"Kau akan menghapus video itu saat aku memberikannya?" tanya Devano.

Angela mengangguk dengan semangat, "Tentu saja, aku akan menghapusnya di depanmu."

"Baiklah, setelah kita pulang dari sini, aku akan memberikan uang itu."

Angela hampir saja bersorak senang mendengar itu. Usahanya tidak sia-sia, ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu yang begitu singkat. Dan, termasuk mudah. Ya, Angela hanya perlu memutar otaknya untuk ini ternyata.

Devano berlalu dari kamar itu dengan wajah merah madam. Tentu saja ia sangat marah, gadis yang terlihat polos itu ternyata tidak lebih dari titisan iblis. Ck, bisa-bisanya ia terkecoh.

________

“Mom menyukai Nathalie.”

Wajah sumringah Emelly menyambut kedatangan Devano, pria itu hanya mengangguk saja mengiyakan. “Iya, Mom.”

“Jadi, kapan rencananya kalian akan melangsungkan pernikahan?”

Devano berdehem sebentar berusaha mengenyahkan emosinya yang belum sepenuhnya menghilang. “Em, aku belum memikirkannya.”

“Kenapa belum? Kamu harus memikirkannya dari sekarang!” desak Emelly.

“Mom, Mommy tahu sendiri jika aku sedang sibuk sekarang, pekerjaanku lagi menumpuk.” Devano mencoba memelas.

“Ah begitu? Baiklah, kalau begitu biar urusan pernikahanmu Mommy yang mengurus, kamu dan Nathalie tinggal terima jadi saja.”

Rahang Devano hampir jatuh mendengarnya. Ya, tentu saja, seharusnya ia tidak menuruti ide konyol dari Hendrix untuk masalah penting seperti ini, Mommy–nya adalah orang terkeras kepala sedunia, seharusnya ia mengingat itu sebelum mengambil tindakan.

“Mommy tidak perlu repot-repot, lagipula aku belum membahas ini dengan Nathalie,” ucap Devano mencoba mencari alasan, berharap kali ini Emelly luluh.

“Ya sudah, mumpung dia ada di sini, kita bahas saja sekarang bersama-sama.” Emelly masih keke.

Sungguh, ingatkan Devano nanti untuk menjambak rambut Hendrix karena sudah memberi ide buruk ini. “Ma, tolong mengerti–lah, Devano bisa mengurus ini sendiri, Nathalie juga masih sangat muda, umurnya baru sekitar 20 an, Devano harus mencari momen yang pas untuk mengungkapkan keseriusan Devano padanya.”

Emelly terdiam beberapa saat lalu menarik napas panjang yang terdengar begitu berat membuat Devano merasa bersalah terhadap wanita yang sudah melahirkannya itu, ‘Maafkan Devano, Ma,’ batinnya.

“Baiklah, Mommy akan menunggunya,” ucap Emelly tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca membuat Devano semakin di hantam perasaan bersalah.

Devano memeluk wanita paruh baya itu sebentar lalu pergi keluar dengan langkah lebarnya.

Dalam kamar yang lain, lebih tepatnya kamarnya sendiri. Devano berdiri menghadap jendela kaca besar, dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana menatap pepohonan di rindang di sekitar rumah.

Tak lama kemudian, ketukan pintu terdengar.

“Masuk!” seru Devano.

“Kenapa kamu memanggilku?” tanya Hendrix dengan suara paraunya, wajah kacau pria itu menunjukkan jika dia baru habis terlelap.

Devano tertawa sinis, “Enak sekali kamu tidur di saat aku mengalami kesialan karena ide–mu yang sangat buruk itu.”

Hendrix terdiam dengan wajah bodohnya. Otaknya berusaha bekerja keras mencerna setiap kata yang diucapkan sang Tuan. “Apa maksudmu?” Hendrix menyerah, daripada semakin membuat Devano murka, lebih baik ia tidak berusaha sok pintar dengan menebak-nebak yang berujung salah.

Devano tidak menjawab, pria itu berjalan menuju laci nakas samping kasur tidurnya. Mengambil sebuah cek dan pulpen, Devano menggigit tutup pulpen itu untuk membukanya lalu menuliskan angka pada kertas pencetak uang itu.

Setelah memberi tanda tangan, ia menoleh menatap Hendrix. “Panggilkan Angela kemari,” perintahnya.

Tanpa banyak bertanya, Hendrix segera berlalu dari sana. Dilihat dari ekspresi sang Tuan sepertinya telah terjadi sesuatu yang cukup menyebalkan.

Tak sampai lima menit kemudian. Hendrix datang bersama Angela yang tersenyum sumringah, “Kamu memanggilku?” kata Angela berbasa-basi.

Hendrix hanya diam saja memperhatikan, sepertinya benar dugaannya, telah terjadi sesuatu yang mungkin ia lewatkan.

Devano menyodorkan cek yang sudah ia isi dan tanda tangani tadi. “Sesuai permintaanmu, 10 Milyar.”

Hendrix yang mendengar itu hampir tersedak ludahnya sendiri. 10 Milyar? Untuk apa uang 10 Milyar diberikan pada Angela? Setahu Hendrix tidak ada perjanjian apapun sebelumnya tentang uang sebanyak itu. Atau jangan-jangan ini alasan Devano tampak sangat marah?

Angela terdiam, menatap selembar kertas kecil persegi panjang itu tanpa ekspresi. “Aku tidak ingin kertas itu, aku ingin semua uang–nya langsung di hadapanku.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status