LOGIN"Apa aku tak salah dengar?"
"Nggak ada yang salah, dan itu persyaratan nya. Seminggu lagi atau sebulan lagi. Semua keputusan ada padamu." Velove langsung melongo mendengar syarat yang tak masuk akal menurutnya. Dua duanya jatuhnya akan sama. Sedangkan Altares diam menunggu jawaban Velove. Bagi Velove dua syarat itu hanya menguntungkan satu pihak yaitu Altares sedangkan dia tetap akan di rugikan. Altares tersenyum samar saat melihat wajah keruh Velove. Lebih tepatnya wajah Velove yang sedang berpikir keras saat ini. "Kalau gitu, aku juga punya syarat untuk kamu." Altares menaikkan sebelah alisnya mendengar Velove juga mengajukan syarat untuknya. "Tapi lepas dulu." "Kalau aku nggak mau?" tantang Altares. Velove memanyunkan bibirnya cemberut karena Altares terus saja menjawabnya. Belum lagi posisi yang seperti ini, Velove takut jika Daddy nya tiba tiba ada disana dan malah akan salah paham. Velove mulai memberontak karena Altares tak juga mau melepaskannya. Dan karena dia kesal, dia menggigit lengan Altares. "Aw....." Akhirnya pelukan mereka terlepas. Altares meringis sambil mengusap pelan lengannya bekas di gigit oleh Velove. Velove menjulurkan lidahnya kepada Altares karena berhasil lepas dari pelukan laki laki itu. "Kamu....?" Velove tak takut, dia tak pernah takut dengan siapapun kecuali kedua orang tuanya. Jangan di tanya kenapa dia takut, karen Daddy nya akan menghentikan semua fasilitas miliknya jika dia tak bisa di atur oleh sang Daddy. Velove sudah bersedekap tangan kali ini dengan mode wajah seriusnya. "Aku mau nikah, tapi aku mau pernikahan itu di sembunyikan." Mata Altares sedikit membeliak, dia sedikit tak terima dengan apa syarat yang di katakan oleh Velove kepadanya. "Kenapa harus di sembunyikan? Kamu nggak hamil duluan bukan, jadi kenapa harus seperti itu!" protes Altares. Velove kembali mendengus kesal, bagaimana bisa laki laki di depannya berpikiran sejauh itu kepadanya. "Sembarangan kalau bicara, gimana bisa hamil kalah bikin aja belum!" Velove reflek menutup mulutnya saat ini. Sedangkan Altares menyeringai ke arah Velove. Laki laki itu berjalan mendekat ke arah Velove lalu menarik pinggang gadis itu agar mendekat ke arahnya. "Apa yang kamu lakukan?" pekik Velove. Velove berusaha melepaskan diri dari Altares. Namun, Altares tak mau mendengarnya dan semakin merapatkan tubuh mereka. Altares meraih dagu Velove agar dia bisa melihat lebih dekat wajah gadis yang akan menjadi istrinya itu. "Jadi, kamu mau hamil dulu hmm? Boleh kalau gitu, mau di lakukan di kamar kamu atau si apartemen ku? Atau kamu mau lakuin itu di hotel?" Mata Velove melotot, dan dia dengan keras menginjak kaki Altares dengan kencang. "Awww...... shit.....!" Altares berteriak kencang, seketika pelukan mereka terlepas. "Mesum banget sih!!!" Setelah itu, Velove masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan dongkol. Dia berkali kali menghentakkan kakinya karena mengingat wajah mesum Altares tadi. Sedangkan Altares yang kakinya baru saja di injak hanya terkekeh melihat Velove yang kesal dengan nya. "Dia benar benar menarik. Di saat wanita lain bersedia telanjang gratis di depanku, dia malah menolak ku." Setelahnya, Altares menyusul Velove masuk ke dalam rumah dengan wajah yang sudah kembali datar dan dingin tanpa ekspresi. Velove sempat terkejut dengan perubahan wajah itu. Berbeda dengan saat bersamanya tadi yang terkesan mesum dan pemaksa. Jangan lupa wajah tengil Altares yang membuat Velove kesal setengah mati. "Apa dia punya kepribadian ganda?" batin Velove. Velove bergidik ngeri membayangkan jika ternyata Altares mempunyai kepribadian yang banyak. Pikiran Velove sudah berlari kemana mana saat ini. "Jadi kalian sudah memutuskan, kalian akan langsung menikah seminggu lagi?" Mahen bertanya pada Altares tentang keputusan mereka. Altares mengangguk, dan melirik ke arah Velove. "Ya dan semua private wedding. Lebih tepatnya intimide weding." Para orang tua saling pandang, tapi melihat raut wajah Velove dan Altares akhirnya mereka mengangguk setuju. Mereka lalu membicarakan semuanya saat itu juga dan Altares memutuskan jika semuanya akan di urus oleh dirinya. Velove hanya akan menerima beres. "Jadi seminggu lagi pernikahan kalian akan di laksanakan." Sofiah yang sejak tadi sering tertawa saat ini memasang wajah serius dan menatap Velove dengan tatapan yang menurut Velove itu menakutkan. Sofiah berdiri dan berjalan pelan ke arah Velove yang membuat Velove beringsut mendekat ke arah Nesa sang Momy. Sofiah meraih tangan Velove, mengusap kedua tangan Velove dengan pelan. Dia lalu tersenyum lembut. Tak lama dari itu, Sofiah melepas sebuah cincin bermata biru dari jari tangannya lalu memakaikan cincin itu pada Velove yang membuat Velove melongo dengan wajah penuh kebingungan. "Ini cincin warisan dari nenek Altares. Dan cincin ini akan terus berpindah kepada siapa saja yang menikah dengan keturunan keluarga kami. Karena kamu akan menjadi istri Altares berarti cincin ini akan berpindah jadi milikmu. " ucap Sofiah lembut. Velove masih melongo karena tiba tiba raut wajah Sofiah juga berubah menjadi lembut kembali. Marko menggelengkan kepalanya melihat apa yang di lakukan Sofiah barusan. "Ma, kamu bikin calon menantu kamu takut." "Hah? Apa?" tanya Sofiah pura pura tak mengerti. Tapi kemudian dia tertawa renyah dan memeluk tubuh Velove yang membuat Velove semakin bingung. Sofiah menepuk pelan punggung Velove. "Jangan takut, aku nggak gigit." ucap Sofiah lembut "I-iya Tante." jawab Velove yang masih bingung. Sofiah melepaskan pelukan nya pada Velove. "Jangan panggil Tante dong, panggil mama. Kamu kan mau nikah sama anak mama yang udah kayak kulkas empat pintu itu." Mulur Velove kembali menganga mendengar celetukan Sofiah. Bahkan tak segan mengatakan Altares kulkas empat pintu. Velove melirik Momy nya, dan saat Nesa mengangguk barulah Velove bersedia memanggil Sofiah mama. "Terima kasih mama." ucap Velove lirih. Sofiah memeluk tubuh Velove kembali. Setelah itu mereka kembali melanjutkan obrolan mereka mengenai pernikahan Altares dan Velove. Hari sudah larut saat keluarga Altares pamit untuk pulang. "Besok aku jemput kamu." Velove mengerutkan keningnya bingung. "Fitting baju pengantin dan juga cari cincin nikah." Velove hanya ber O ria sebagai jawaban. Dan setelah melihat mobil Altares menjauh pergi barulah Velove masuk ke dalam rumahnya kembali. "Vel, di jaga baik baik cincinya. Kalau hilang kamu bisa jual ginjal untuk menggantinya." To be continuedAltares membelalakkan matanya, saat melihat Velove melompat dari mobil miliknya. Velove terlempar dari dalam mobil dan beruntung jatuh di semak semak yang tak jauh dari dia melompat tadi. Duar..... Terjadi benturan keras dari mobil Velove yang ternyata langsung menabrak pembatas jalan. Altares dan anak buah Carlos langsung berhenti. Dengan jantung yang berdegup kencang Altares mencari keberadaan istrinya.. "Uh ... sakit banget badanku." Velove mencoba bangun tapi tak bisa karena kakinya ada yang terluka dan kemungkinan juga retak. Altares yang melihat Velove berusaha bangun segera mempercepat langkahnya. Saat dia sudah dekat, Altares langsung memeluknya erat. "Sayang, kamu nggak apa apa kan?" Altares langsung melihat Velove tapi matanya membelalak saat melihat semua luka di sekujur tubuh Velove. Sayatan duri duri dari semak semak dan juga beberapa lebam yang Velove dapat membuat Altares meradang. "Tuan muda ...." panggil Anak buah Carlos. "Aku mau pelakuny
Altares saat ini sedang bersama Carlos membahas masalah pekerjaan yang sedikit tertunda. Dan dia harus segera menyelesaikan nya sebelum pernikahan Carlos dan Leticia. "Al, tadi aku dapat info katanya Velove habis di labrak sama cewek." Carlos tiba tiba masuk ke ruangan Altares sambil memberitahu info itu. Dia juga membawa beberapa berkas di tangannya. Altares menghentikan kegiatannya lalu melihat Carlos. "Siapa lagi? Heran banget, banyak cewek yang ngajakin musuhan Velove." Carlos mengangkat kedua bahunya tak tahu karena memang sejak menikah dengan nya selalu saja ada cewek cewek lain yang ingin bermasalah dengan Velove. "Nanti aku teflon dia buat mastiin. Sekarang kerja dulu. Harus segera selesai. Nanti malam mau pergi ke pelelangan." Carlos mengangguk, dia juga segera menyelesaikan beberapa berkas yang butuh di seleksi. # Velove yang masih di kantin memilih menunggu Leticia yang sedang ada kelas. Tak ada yang aneh dan tak ada yang mencurigakan. Tapi perasaan
Velove terus menggerutu karena Altares tak melepaskannya sampai dia harus menyerah karena kelakukan suaminya itu. "Uh.... pinggangku!!" keluh Velove. Dia sejak tadi duduk tak jenak di kantin karena merasa jika pinggangnya sangat sakit. Leticia yang baru datang ke kampus melihat Velove bingung. "Kenapa pinggang?" Velove yang mendengar pertanyaan Leticia hanya melirik sahabatnya itu sekilas. Leticia bahkan sudah membawa nampan makanan ke meja Velove. Belum lagi beberapa makanan lain yang baru di antar. Velove melihat semua itu merasa aneh. "Kamu ngapain pesan makanan segitu banyak?" Leticia yang ingin makan pun langsung berhenti. "Nggak kenapa Napa, tadinya mau tanya kamu dulu tapi nggak jadi pas lihat wajah kamu keruh gitu. Dan ini manis manis makanannya. Katanya bisa balikin mood aja." Velove menelisik wajah Leticia yang makan dengan santai. Tak biasanya Leticia menyukai makanan manis. "Kamu nggak hamil kan?" tanya Velove polos. Uhuk..... Leticia te
Velove benar benar marah pada Altares. Dia tak mengijinkan Altares masuk ke dalam kamar mereka. "Sayang, kok di kunci? Kamu serius suruh aku tidur di luar?" Altares berusaha masuk ke dalam kamar mereka tapi tetap saja tidak bisa. Altares mengacak rambutnya kasar, dia merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa dia keceplosan masalah seperti itu. Apalagi selama menikah yang baru beberapa waktu ini banyak sekali wanita yang mengganggunya. Velove di dalam kamar sudah memukul bantal tidurnya berkali kali untuk menyalurkan kemarahannya pada Altares. "Bisa bisanya dia bilang seperti itu? Awas aja kalau dia sampai melakukannya dengan wanita lain. Aku kebiri itu terong Belanda nya!!" Altares yang sedang menunggu di depan kamarnya tiba tiba merinding. Bulu kuduknya tiba tiba berdiri semua. "Kok serem tiba tiba?" gumam Altares. Altares yang tak di bukakan pintu oleh Velove akhirnya pergi ke ruang kerjanya yang ada di sebelah kamar mereka. Disana juga tersedia tempat ist
Yudis dan istrinya panik, tapi berbeda dengan Sarah yang tak terima dengan apa yang terjadi. Bisa bisanya Leticia malah mendapatkan calon suami yang sempurna dan selalu mendapatkan semua yang dia mau. Sedangkan dia tak bisa mendapatkan itu. "Jangan merasa kalian lebih kaya jadi kalian bisa seenaknya. Lagian tiba tiba banget kalau Leticia mau nikah, bukannya kemarin usah tunangan terus putus. Atau jangan jangan kamu hamil duluan? Wah, dan kalau iya, kamu jadi cowok bego banget mau nikah sama cewek bekas kayak dia!" Plak.... Plak... Dua tamparan mendarat langsung di pipi Sarah. Membuat Sarah langsung tersungkur di lantai. Sejak tadi Velove masih diam, tapi karena Sarah terus mengoceh akhirnya dia turun tangan. "Nggak sopan banget ngatain orang hamil duluan." ucap Velove santai. Marko dan Sofiah sempat melongo tapi kemudian tersenyum gemas. Mereka kira sejak tadi Velove akan diam saja. Tapi ternyata langsung ambil tindakan saat Sarah terus bicara yang tak baik pada Leti
Malam ini, keluarga Altares tiba di kediaman Leticia. Hanya pertemuan dua keluarga tanpa melibatkan banyak orang. Carlos sejak tadi duduk gelisah karena gugup. Dan ingin rasanya dia kabur dari sana. Altares yang melihat itu ingin sekali memukul Carlos. "Carlos, diam lah. Kenapa kamu malah gugup begitu?" tegur Altares lirih. Carlos mengambil napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Carlos melihat ke semua orang yang ada disana. Dia yang biasanya datar dan dingin sekarang malah terlihat gugup hanya karena akan melakukan pembicaraan dua arah dengan orang tua Leticia. Leticia keluar bersama mamanya dan juga papanya. Carlos semaput tertegun dengan yang dia lihat. Altares yang melihat Carlos seperti orang bodoh gemas sekali. "Carlos, bisa tidak bersikap biasa saja. Kenapa malah melongo seperti itu? Kamu tuh bikin malu!" bisik Altares. Carlos juga tak sadar kenapa bisa dia seperti itu padahal biasanya dia bersikap cool dan datar. Entah kenapa dia gugup dan hampir saja m







