Sepulang kerja, Alya tidak langsung pulang. Ia sudah mampir ke sebuah toko buku. Beberapa buku resep masakan sudah dibelinya. Ia tidak peduli apa judul bukunya tadi yang pasti ia sudah membeli semua buku memasak.
Alya juga sudah browsing beberapa cara memasak yang enak dan simple. Ia bahkan sudah mefollow ig seorang chef ternama di negeri ini. Chef itu sering membagikan beberapa tips memasak yang mudah, simple dan pasti enak. Ia tidak mau kalah dengan Yeni kali ini.
Alya baru saja memarkir mobilnya di garasi. Ia langsung turun dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya.
“Mang Ujang, tolong bawain barang belanjaanku di bagasi!” seru Alya memanggil.
Seorang pria paruh baya dengan wajah pas-pasan sudah tergopoh datang menghampiri.
“Ini semua, Non?” tanya Mang Ujang sambil mengeluarkan semua barang belanjaan Alya.
“Iya, itu semua. Bawa ke dapur ya, Mang?” perintah Alya.
Ia memang tidak hanya berbel
Alya melengos dan tidak peduli dengan ucapan Gavin. Paling-paling Gavin akan berkata bohong dengan mengatakan masakannya enak. Ia tahu kebiasaan kakak angkatnya itu. Dia selalu berkata bohong demi memperbaiki mood Alya.Alya sudah berlalu pergi dan tak menghiraukan ucapan Gavin kali ini. Sudah cukup ia dikritik. Ia memang tidak bisa memasak. Rasanya bersaing dengan Yeni dalam hal memasak adalah hal yang salah dan Alya janji tidak akan melakukan hal tersebut. Karena dia tahu, dia akan kalah telak.Bunyi gemericik air di kolam ikan ini sudah sedikit menenangkan kekesalan Alya. Ia memang sengaja menyendiri di kolam belakang rumah. Di sana ada sebuah gazebo dengan kolam ikan koi di bawahnya. Dulu sewaktu ayahnya masih hidup, Alya selalu menghabiskan waktu bersama ayahnya di sini. Alya memang sangat dekat dengan ayahnya, rasanya kehilangan ayah membuatnya sangat bersedih. Namun, hidup harus terus berjalan dan dia tidak mau terus bersedih nantinya.Ayahnya juga yang s
Sontak Gavin membuka matanya. Ia melihat Yeni sudah berjalan menghampiri sementara Alya tampak asyik menikmati macaroni mac and chesse. Sebuah kelegaan tiba-tiba meluncur dengan deras merasuk ke dada Gavin.“Kalian di sini? Ayo, masuk! Aku dan ibu sudah selesai masak,” lanjut Yeni.Gavin hanya menganggukkan kepala bersiap hendak bangkit mengikuti Yeni. Sementara Alya masih bergeming di tempatnya.“Kamu tidak masuk, Al?” tanya Yeni ke Alya yang tampak asyik menikmati makanannya.“Enggak, aku masih kenyang. Lagipula masih ada sisa masakanku tadi, sayang banget kalau dibuang,” ulas Alya.Yeni hanya mengangguk.“Maaf ya, Al. Bukan maksudku menolak masakanmu, mungkin kamu memang butuh belajar lagi,” ucap Yeni menghibur.Alya menganggukkan kepala sambil tersenyum.Gavin yang berdiri tak jauh darinya hanya diam dan menatap Alya dengan intens.“Yuk, Mas! Ibu sudah menunggu ki
Pagi yang cerah mengawali hari Alya kali ini. Ia baru saja selesai meeting saat Rendi masuk menerobos ruangannya.“Ada apa, Ren?” tanya Alya kesal.Rendi menghela napas.“Maaf, Al. Aku datang terlambat hari ini,” ucap Rendi dengan napas memburu.Ia memang baru saja datang dan melewatkan waktu meeting bersama tadi.“Iya, gak papa,” jawab Alya datar. Ia sedang asyik memeriksa email di laptopnya kali ini.“Al, sebenarnya ada hal penting yang harus aku beritahu kepadamu,” lanjut Rendi.Alya menghentikan aktivitasnya kemudian mengangkat kepala menatap Rendi.“Ada apa?”Rendi menarik napas panjang sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Alya.“Kamu masih ingat lahan yang aku negosiasi di luar kota itu, ‘kan?”Alya mengangguk.“Nah, itu ternyata tanah bermasalah, Al.”Alya mengernyitkan alis menatap Rendi dengan k
Hampir maghrib saat Alya dan Gavin meninggalkan rumah Pak Mustakim. Langit sudah benar-benar gelap dan hujan rintik mulai turun perlahan. Gavin mempercepat laju mobilnya, ia tidak mau terjebak hujan dan banjir yang sering melanda di daerah tersebut.“Hati-hati, Mas!” seru Alya mengingatkan begitu melihat Gavin terus mengendarai mobil dengan kecepatan penuh.Gavin tidak menjawab hanya anggukkan di kepala yang jadi jawabannya. Ia benar-benar sudah konsentrasi penuh menatap jalanan yang mulai gelap. Mobil yang mereka tumpangi terus melaju dengan perlahan hingga akhirnya Gavin putus asa dan menepikan mobilnya.“Kenapa, Mas?” tanya Alya penasaran.Gavin menghela napas sambil menoleh ke arahnya.“Aku gak bisa melihat jalan, Al. Hujannya deras banget. Lebih baik kita cari makan dulu, deh. Siapa tahu setelah makan hujannya reda,” putus Gavin.Alya hanya mengangguk namun jauh di dalam lubuk hatinya tengah bersorak
Usai meneduh beberapa saat akhirnya Gavin dan Alya memutuskan melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini mereka berencana mencari toko baju yang buka untuk mengganti baju Alya yang basah kuyup. Namun, tidak ditemui toko baju yang buka. Mungkin karena hujan deras, banjir menyebabkan beberapa toko tutup sebelum waktunya.“Udah, Mas. Aku pakai ini saja, nanti lama-lama juga kering,” ujar Alya dengan santainya.Gavin tidak menjawab dan masih terus mengawasi ke kanan kiri jalan mencari toko yang buka. Hingga akhirnya mobil mereka dihentikan oleh petugas kepolisian.“Selamat malam, Pak. Ada apa kok jalannya ditutup?” tanya Gavin dengan sopan.“Iya, maaf mengganggu perjalanan Anda. Jalannya ditutup karena sungai di depan meluber sampai ke jalan sehingga membahayakan lalu lintas,” terang petugas kepolisian.“Lalu kalau saya akan kembali pulang lewat jalan mana, Pak?” lagi Gavin bertanya.“Mau melanjut
“MAS GAVIN!!!” seru Alya kembali mengulang panggilannya.Sontak Gavin terjingkat kaget dan terbangun dari tidurnya. Ia berulang mengerjapkan mata sambil terus menguceknya. Alya terkekeh melihat tingkah lucu kakaknya saat terbangun dari tidur.“Mas mau tidur di sini terus? Ini sudah jam delapan pagi,” ujar Alya kemudian.“Eng ... gak. Mana mungkin di sini terus. Lagian kamu kok gak banguni aku dari tadi, sih,” kata Gavin memberi alasan.“Aku sudah membangunkan Mas sejak jam tujuh tadi,” rutuk Alya sambil memajukan bibirnya.Gavin tersenyum, bangkit sambil mengacak rambutnya. Ia sudah berjalan menuju kamar mandi sekarang.“Gila!! Untung saja tadi cuman mimpi. Kenapa juga aku sampai ngimpi bercumbu dengan Alya. Gak beres otakku ini,” gumam Gavin sambil terus menggelengkan kepalanya.Ia sudah mulai melakukan aktivitas kamar mandi. Sementara Alya terus tersenyum sambil menatap bay
Alya berjalan dengan lesu turun dari mobilnya. Ia sengaja pulang sore hari ini, ia masih lelah usai pergi keluar kota kemarin.“Al, tumben sore sudah pulang,” sapa Bu Aminah begitu Alya masuk ke ruang tamu.“Iya, Alya capek, Bu. Habis keluar kota kemarin pingin tidur sore,” jawab Alya sambil terus berjalan menuju kamarnya yang di lantai dua.“Kamu gak makan dulu, Al?” tanya Bu Aminah.Alya menggeleng dengan cepat dan terus melangkah menuju tangga. Bu Aminah mengejar dan mengekor di belakang Alya.“Al, semalam kamu tidur sekamar dengan masmu, gak?” tiba-tiba Bu Aminah bertanya.Alya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Bu Aminah sambil mengernyitkan alis.“Ya ... enggaklah, Bu. Meskipun dia kakakku, tapi gak enak juga sama Yeni,” bohong Alya.Ia sudah janji di dalam hati kalau kejadian kemarin malam hanya akan disimpan untuknya serta Gavin saja.“Syu
Pagi ini Alya ceria sekali, mungkin istirahat yang cukup semalam membuatnya tampak segar kali ini. Alya sudah parkir mobilnya dengan rapi dan berjalan masuk menuju lift. Beberapa karyawan langsung menyambut sambil menundukkan kepala menyapa Alya. Semua juga tahu kalau Alya adalah CEO di perusahaan property ini.“Pagi, Al!” sapa Gavin yang langsung masuk dan berdiri di samping Alya begitu pintu lift terbuka.Alya tersenyum dan menatap kakaknya yang tampak sangat tampan hari ini.“Ceria amat, Mas. Habis ngapain semalam?” cetus Alya.Memang hanya mereka berdua yang berada di dalam lift tersebut, sehingga Alya tidak malu menanyakan hal semacam itu kepada Gavin.“Kayak gak tahu aja gimana kalau suami gak ketemu istrinya sehari,” jawab Gavin tanpa menoleh ke Alya.Alya hanya manggut-manggut sambil mengulum senyum.“Memang berapa ronde semalam, Mas?” tanya Alya sarkas.Gavin menoleh dan