Share

2. Hukuman

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-03-07 19:14:52

Gelap dan hanya hewan malam yang bisa didengar. Seonggok daging yang masih bisa bergerak mulai mengeluarkan suara. Iya, dia adalah Jagat. Pemuda malang itu dibuang oleh Abimana dan kawan-kawannya ke jurang terdalam.

Untung tubuh Jagat masih bisa terselamatkan dengan tersangkut di antara tumbuhan menjalar yang menjuntai mulai atas tebing hingga dasar.

"Haus, air! Aku butuh air ...." Jagat perlahan membuka kolopak matanya, dia memandang sekitar, "Dimana aku?"

Jagat berusaha berdiri dan berpijak pada batang yang menjulur dan lumayan besar. Namun, belum sampai kaki menyentuh batang itu dia terpeleset hingga jatuh dengan kecepatan yang lumayan. Tulang punggungnya menghantam ranting beberapa kali hingga terhempas di rerumputan.

"Argh! Lumayan tinggi juga tebing itu!" kata Jagat sambil melihat ke atas. "Tempat apa ini, begitu lembab dan dingin?"

Jagat masih terlihat bingung dan pandangannya menyapu keadaan sekitar. Perlahan dia bangkit dan mulai menyusuri setapak yang sepertinya sudah lama tidak dipakai. "Tempat ini sepertinya sudah lama ditinggalkan. Tetapi oleh siapa?"

Jagat masih terus mengikuti jalan itu hngga terlihat mulut goa, "Sepertinya hujan akan turun, aku berteduh di goa itu saja!"

Langkah Jagat pun langsung menuju ke pintu goa. Awalnya goa itu terlihat pengap dan kumuh, lalu dengan menggunakan rumput liat lantai goa dibersihkan. "Nah jika sudah bersih jadi nyaman untuk rebahan."

Jagat merebahkan tubuhnya pada lempengan hitam yang ada di sisi kanan goa dan menyatu pada dindingnya. Pemuda itu mengeliatkan tubuhnya agar tulang sendi yang kaku sedikit lebih lentur. Namun, telapak tangannya menyenggol batuan yang ada diujung kepala.

Batu itu tergeser dan terdengar suara berdesing juga sinar kebiruan, kedua kejadian itu membuat Jagat terpana. Sebuah kujang terbang melayang memutar di atas kepala Jagat. Pemuda itu masih belum bisa menguasai jiwanya, tatapannya tertuju pada kujang tersebut.

"Kujang Sakti, mendekatlah padaku jika kau merasa nyaman!" Pinta Jagat dengan nada lantang.

Seakan kujang itu memiliki perasaan dan hati, dia terbang menuju ke dada Jagat.

Blesh!

Bagai sebuah senjata siluman, kujang itu memasuki raga Jagat dan pemuda tersebut belum siap. Jagat memegangi dadanya yang terasa nyeri dan panas. Keringat dingin keluar bercucuran, kedua telapak tangannya menekan dada. Sesekali dipukulnya dada dengan tujuan agar kujang itu mau keluar

Akan tetapi, sayangnya kujang itu tidak keluar tetapi justru merangsek masuk lebih dalam. Setiap gerakan kujang dapat dirasakan oleh Jagat. Pemuda itu semakin meremat kuat dadanya sendiri. "Ini gila, bagaimana bisa berjalan sesuka hatimu, Kujang. Aku mohon berhentilah!"

Jagat masih terus memukul dadanya sendiri, bahkan kini dia mencari batu untuk memukul dadanya. Dia berharap dengan bantuan batu tenaganya bisa lebih kuat. Namun, ternyata semua sia-sia. Kujang tersebut masih berada di tubuh Jagat justru yang ada dadanya membiru akibat pukulannya dengan batu.

Rasa panas mulai menjalar ke seluruh tubuh Jagat membuat pemuda itu duduk meringkuk menyatukan lutut dan dadanya. "Panas, ini panas sekali. Hentikan Kujang. Apa yang kau inginkan dariku?"

Hening tidak ada jawaban, Jagat pun mulai bergerak tidak nyaman. Tiba-tiba seberkas sinar kebiruan meluncur menghujam tubuh Jagat membuat dia menjerit panjang selayaknya lolongan serigala.

"Sakit, siapa kalian? Apa salahku hingga kau siksa aku seperti ini, keluarlah tunjukkan wujudmu!" Jagat terus berteriak mencari seseorang yang mungkin menjadi pemilik kujang.

Rasa sakit dan nyeri datang lagi hingga membuat tubuh Jagat menggelepar terlentang kembali di lempengan batu hitam. Kemudian tubuh Jagat menghadap ke dinding goa. Kedua bola matanya membeliak kala dinding itu juga mengeluarkan sinar kebiruan.

"Aku mohon keluarlah, Kujang!" Pinta Jagat.

Ada benda yang terbuat dari kayu cendana melayang di depan mata membuat Jagat ingin menangkap. Dengan sekuat tenaga Jagat mencoba meraihnya dan blum!

Benda yang terbuat dari kayu cendana itu pun ikut masuk dalam raga Jagat, pemuda itu mengerang kesakitan hingga akhirnya pingsan.

Sementara di atas tebing, terlihat Abimana tertawa bahagia. Dia dan dua anteknya melihat ke bawah jurang yang sangat dalam.

"Tubuh pria ayu tadi pasti hancur saat menyentuh tanah, Pangeran," ujar Jantaka.

"Se-sepertinya begitu, Jantaka. Tidak mungkin jika tubuhnya utuh lihat ke bawa sana! Gelap dan anginnya bertiup begitu kencang," papar Kurubumi.

"Sebaiknya kita segera balik ke padepokan, ingat jika paman koki menanyakan keberadaan Jagat kalian harus bungkam!" ancam Abimana.

Kedua antek pangeran itu mengangguk terutama Kurubumi, pria muda yang sejak kecil sudah bermain dengan Abimana tidak berani membantah. Dia tahu kekuasaan macam apa yang berada di belakang Abimana. Kurubumi yang merupakan putra seorang panglima kerajaan Bumi Seloka selalu mengalah pada Abimana yang merupakan seorang putra mahkota.

"Ingat Jantaka jangan pernah membuka mulut!"

Jantaka hanya menjawab dengan gumaman lirih. Mereka terus berjalan hingga sampai di tempat tandon besar yang terletak di belakang dapur umum. Dari jau Abimana busa melihat bahwa paman koki sudah berdiri di ambang pintu masuk dapur, sepertinya dia sedang menunggu seseorang.

"Hai Paman Koki, sedang apa Anda berdiri di sana. Segera masuk dan masak makanan untuk kami!" teriak Abimana lantang dan dingin.

Paman koki yang bernama Ki Jemblung hanya diam, dia tidak memedulikan pada suara teriakan Abimana yang memberinya perintah. Melihat teriakannya tidak diperhatikan oleh Jemblung membuat Abimana naik pitam, kakinya meluncur berniat untuk menendang empat kaki yang menyangga gentong besar.

"Aku tidak butuh kalian, pergilah!" Hentak Jemblung.

"Hai, jangan bikin sakit hati pangeran jika hidupmu ingin nyaman di masa depan!" Jantaka ikut berkata kasar pada koki padepokan itu.

"Aku tidak peduli pada apapun jua. Kalian yang memulai semua ini, kelak di masa depan merugilah!" Sumpah serapah yang lolos dari bibir Jemblung seketika disambar oleh suara petir yang bersahutan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jagat Kelana   234. S2

    Hari perpisahan pun tiba, Jagat berdiri di antara para selirnya. Terlihat wajah Pitaloka menunduk, dia tidak berani menatap sosok Akshita yang begitu bersinar di antara dua selir yang lain.Kepergian Jagat yang mendekat pada Pitaloka memberi kesempatan pada Akshita untuk melangkah menuju ke kereta kuda yang telah disiapkan putranya.Tidak hanya Akshita yang meninggalkan Jagat berdua bersama selir Pitaloka melainkan juga ada Roro Wening yang berjalan mengikuti Akshita dari belakang sambil menggendong putranya. Hanya Prameswari yang masih setia menunggui suaminya.Jagat yang melihat sikap Pitaloka segera berjalan mengikis jarak hingga sejengkal, lalu telapak tangannya terulur agar dapat menggapai dagu runcingnya."Ada apa dengan wajahmu, Pitaloka?"Wanita itu terdiam, dia masih mengarahkan pandangannya ke bawah meskipun wajahnya sudah terangkat. Helaan napas berat bisa dirasakan oleh Jagat."Bicaralah, bagaimana aku bisa tahu apa yang kau pikirkan jika hanya diam bahkan menatapku pun su

  • Jagat Kelana   233. S2

    Hari yang ditunggu akhirnya tiba, semua persiapan sudah selesai, bahkan beberapa sesaji pun telah siap di setiap sudut istana. Jagat sendiri telah siap di atas singgasananya dengam pakaian kebesaran. Tampak di sisi kanannya telah duduk wanita tercantik di Singgalang. Akshita duduk dengan anggun berhias mahkota bermata merah delima yang sesekali memancarkan cahaya berkilauan. Sementara di sisi kiri singgasana Jagat duduk berderet para selir yang dimulai dengan selir utama hingga ke selor tanpa status. Kali ini kedudukan selir tanpa status dimiliki oleh Pitaloka, wanita yang telah berulang kali membuat ulah di dalam istana. Apapun yang dilakukan oleh wanita itu masih saja dimaafkan oleh Jagat mengingat wanita itu adalah sesembahan dari kerajaan kecil yang telah hancur. Roro Wening duduk sambil memangku putranya yang akan dianugrahi nama Pangeran Naga Langit. Berita ini sudah tersebat di seluruh negeri hingga membuat halaman istana dipenuhi oleh warga biasa. Saat ini kerajaan tela

  • Jagat Kelana   232. S2

    Waktu begitu cepat berganti, sinar mentari masuk kamar Jagat melalui jendela yang terbuka sejak semalam, bahkan tubuh raja Singgalang pun masih tergolek berselimut di atas ranjang berteman sekuntum bunga mawar merah pekat. Prameswari yang melewati jendela kamar tersebut berdiri terdiam untuk beberapa saat lamanya. Pikirannya menerawang penuh tanya. "Tidak biasanya jendela itu terbiar begitu lama. Ada apa gerangan?" Pertanyaan demi pertanyaan menguar begitu saja tanpa ada kejelasan jawaban. Prameswari akhirnya melanjutkan perjalanan, dengan perutnya yang sudah besar membuat wanita itu sedikit kesulitan berjalan. Di tengah perjalanan pandangannya menangkap bayangan wanita cantik sedang bersenandung gending jawa yang dia tidak mengerti. Gerak wanita tersebut begitu familiar dan lembut, senyumnya terlihat lepas tulus. "Siapa wanita itu, wajahnya begitu indah bahkan aroma tubuhnya menguar hingga jauh."Tanpa sadar Prameswari terus melangkah mendekat pada sosok tersebut, bibirnya berger

  • Jagat Kelana   231.

    Untuk sesaat Airlangga masih tenggelam dalam samudra ragu, pemuda itu menatap langit yang telah gulita, hembusan napasnya begitu terdengar berat, seakan membawa beban.Jagat Kelana yang belum bisa memahami apa jalan pikiran putra berdarah silumannya dengan sabar menunggu deretan kata yang mungkin keluar dari untaian kegelisahan.Kembali terdengar hembusan napas berat Airlangga membuat hati Jagat seketika berontak, lalu kepalanya menoleh memindai keseluruhan wajah putranya, dia mencari arti di setiap gurat wajah Airlangga. "Jangan membuat semua menjadi sulit jika jalan termudah itu ada, Putraku. Utarakan saja!"Airlangga menoleh menatap ayah biologisnya yang telah lama dia rindukan sejak kecil. Selama ini, dia hanya mendengar semua kisah pria tersebut dari ibunya tanpa mengenal secara nyata. Perlahan bibir Airlangga melengkung tipis, bahkan hampir tanpa terlihat oleh Jagat. Namun, sebagai seorang ayah Jagat Kelana masih bisa menangkap gerakan tipis bibir itu. "Jika Engkau kecewa den

  • Jagat Kelana   230. S2.

    Hati terus berlalu, waktu silih berganti. Angin pun seakan berhenti meninggalkan jejaknya. Jagat Kelana terlihat gelisah menunggu kelahiran putra Roro Wening.Wajahnya yang tampan mulai berkeringat dingin, tetapi auranya masih begitu memukau. Prameswari masih setia menemani Jagat meskipun dia sendiri juga dalam keadaan lemah akibat hamil muda. "Duduk saja di sini, Tuanku," pinta Prameswari masih dengan nada lembut. "Mengapa lama sekali prosesnya, Prames?""Ini sudah hal yang biasa, apakah masa silam Anda tidak pernah mengerti kelahiran Pangeran Airlangga, Tuanku?"Jagat Kelana menatap sendu pada selirnya, bibirnya bergerak lirih, "sayangnya aku tidak ada saat Airlangga lahir. Apakah sesakit itu?"Prameswari meringis, dia tidak menjawab tanya suaminya. Pendengarannya saja dibuat mati. "Prames, ada apa denganmu?""Tidak, aku hanya belum ingin merasakan sakitnya.""Lalu mengapa ada noda di sana?"Kalimat suaminya seketika membuat wajah Prameswari menjadi pias, dia mencengkeram punggun

  • Jagat Kelana   229. S2

    Setelah dua hari dua malam akhirnya Jagat Kelana menyudahi pergerakan tubuhnya pada selir agung. Bibir pria itu melengkung sempurna kala melihat hasil perbuatannya pada tubuh indah dengan perut buncit itu. "Maafkan aku, Nyai. Tubuhmu begitu candu hingga hasratku sulit dibendung," ucap Jagat dengan nada rendah sambil meraih tubuh polos istrinya itu. Dua hari dua malam tubuh Roro Wening dihajar oleh Jagat membuat wanita itu terlukai lemah di atas ranjang. Dengan lembut, Jagat menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh polos istrinya. "Nyai, rasanya aku tidak sanggup bila harus meninggalkan kami sendiri di sini. Tetapi aku harus masuk lagi ke dunia Akshita. Ada entitas yang akan membahayakan dunia fana ini." Jagat berbicara dengan nada rendah cenderung berbisik. Kemudian Jagat berdiri dan meraih jubah kebesarannya, lalu dia keluar kamar pribadi selir agung. Langkahnya yang panjang membawa sampai ke dapur, tanpa suara Jagat langsung mengambil timba berisi air dan membawanya ke kamar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status