Share

4. Apa Yang Terjadi

Jagat berjalan keluar menuju tempat bumbung yang sudah dia sediakan. Tangannya bergerak cekatan mengikat keduanya pada tali tambang yang terkait pada bilah bambu, kemudian di pikulnya empat bumbung bambu yang beda tingginya.

Sebelum mulai melangkah, Jagat membungkuk berniat melihat rendaman kuali yang hancur siang tadi. "Sudah mulai melunak, bagus juga khasiat daun itu."

Setelahnya Jagat mulai melangkah tidak lupa memikul bilah bambu yang di kedua ujungnya sudah terikat empat bumbung sama. Pemuda itu bergerak cepat bolak balik sungai dan tandon hingga berulang kali.

Suara gemerisik geraknya rumput sesekali menyapa cupingnya, tetapi tidak dia pedulikan. Menurutnya hanya hewan liar yang mencoba mencari makan tidak menyurutkan langkah yang terus maju hingga terlihat bayangan hitam meluncur cepat menuju ke arahnya.

Slash!

Kilatan cahaya menyentuh tali pada ujung bilah bambu yang dipikul. Sesaat kemudian berdiri sosok pria bertopeng dengan pedang tipis nan panjang. Di belakangnya masih ada tiga sosok pria yang lain. "Apa pria ini yang dimaksud oleh Guru Tripatra? Pria yang lemah."

Ketiga pria yang ada di belakang menilik kondisi Jagat yang masih diam terpaku menatap beberapa bumbungnya yang tercerai berai. "Siapa kalian dan mengapa menggangguku di malam gelap?"

"Aku hanya penasaran akan sosok pangeran Bumi Seloka yang hilang. Apakah kamu sosok itu?" tanya pria yang membawa pedang.

"Aku rasa kalian salah alamat, aku hanya seorang yatim piatu yang ditemukan di antara tumpukan jerami basah beberapa tahun silam." Jagat menerangkan siapa dirinya sesuai cerita yang dia dengar dari begawan Pandan Alas.

"Haha, rupanya hanya anak buangan. Tetapi jika menilik kulit dan tampangnya, dia sedikit berbeda dengan yang lainnya, Anupati!" ujar Sasapati.

"Kau benar, Sasapati."

"Apa yang kita lakukan sekarang, semua ciri yang diberikan guru ada pada pemuda ini. Rasanya aku tidak tega untuk membunuhnya, Anupati," papar Dwipati.

Anupati merenung sambil berpikir apa yang pantas diberikan pada pemuda di depannya, lalu suaranya keluar dengan lantang, "Bikin dia cacat saja, bagaimana?"

Tanpa berpikir lagi, Anupati segera merangsek melayangkan tendangan ke arah dada Jagat. Mendapat serangan yang mendadak membuat lelaki muda mundur beberapa langkah. Namun, sesuatu terjadi pada tubuhnya. Tubuh itu menolak perintah otaknya.

Alhasil tendangan Anupati berhasil mendaratkan pukulan bertubi tepat di dada Jagat, tetapi lelaki muda itu tidak merasakan sesak akibat pukulan. Justru Anupati merasakan kebas pada kelima jarinya.

"Sialan, rupanya cecunguk ini memiliki ilmu kebal. Sasapati keluarkan cambuk bumi milikmu!" Suara Anupati menggelegar memecah kesunyian malam.

Sasapati pun segera mengeluarkan cambuknya. Sambil tersenyum dia memutari tubuh Jagat. Bibirnya bergerak seakan sedang membaca mantra lalu berbisik di ujung cuping Jagat, "Cambuk ini anti ilmu kebal. Apakah kau sanggup?"

"Aku hanya manusia biasa yang tidak tahu akan masa depan. Coba saja jika Anda masih penasaran!" kata Jagat dengan tenang.

"Sombong!"

Dengan gerak cepat Sasapati mulai melancarkan serangan, cambuknya bergerak liar, suaranya yang menyentuh tanah mampu membuat tubuh sekitarnya ikut bergetar. Jagat merasa ngeri jika cambuk itu diarahkan langsung ke tubuhnya.

"Haha, kau takut, Cunguk?"

"Tidak, hanya semesta yang tahu kapan tubuh ini hancur," balas Jagat sambil menatap arah cambuk.

Sasapati mulai menyerang dengan beberapa pukulan sebelum melayangkan cambuknya. Jagat yang sedikit banyak sudah pernah berlatih beladiri tingkat awal hanya bisa menghindar dan sesekali menghirup oksigen untuk mengisi rongga yang kosong.

Saat terlihat celah memasuki jurus ke delapan cambuk milik Sasapati bergerak cepat dan langsung mengenai punggung Jagat.

Ctarr! Dash

Bunyi bertemunya cambuk dan punggung menimbulkan sebuah percikan api kecil. Hal ini membuat Sasapati mundur beberapa langkah. Kedua bola matanya membeliak tidak percaya.

"Ada apa dengan cambukmu itu, Sasapati?"

"Tubuh pria ini mengeluarkan sinar yang berbeda. Seperti ada kekuatan lain yang melindungi tubuh lemahnya," jawab Sasapati.

Seorang dari mereka masih ada yang belum mencoba keanehan pada tubuh Jagat. Dwipati pun maju, tanpa aba-aba dia langsung menyerang Jagat dengan pedang tipis miliknya.

Pedang itu mengeluarkan cahaya kemerahan saat menyentuh kulot luar Jagat. Dengan napas terenggah Jagat masih mampu meladeni serangan Dwipati beberapa jurus. Memasuki jurus yang ke sepuluh kekuatan Jagat mulai melemah.

Sejatinya Jagat tidak pernah langsung berguru untuk ilmu kanuragan, dia hanya mempelajari secara sembunyi sehingga gerakannya terlihat kaku dan mudah ditebak. Jual beli jurus pun menjadi tidak imbang.

Dwipati memanfaatkan melemahnya tubuh Jagat. Dengan gerak bertubi pedangnya menyabet beberapa tempat pada tubuh Jagat.

"Haha, akhirnya kekuatanmu cukup sampai di sini, Anak Muda!" Dwipati berkata sambil mengangkat pedangnya dan menghunuskan pada perut Jagat.

Jleb

Pedang Dwipati berhasil menusuk sasaran, terapi tidak pada perut Jagat. Pedang itu menancap pada bahu kanan Jagat. Darah mengucur perlahan dari luka tusuk membuat pemilik tubuh menoleh sesaat lalu mengulum senyum.

"Apakah hanya segini kemampuan kalian memghadapi cecunguk ini, Tuan Pendekar?"

Tiba-tiba, dari arah belakang Dwipati ada pergerakan yang penuh dengan kekuatan besar dengan sumber daya berlebih. Si bungsu Pati tidak terima melihat semua kakaknya dihina, dia melancarkan pukulan yang dilambari dengan ilmu pemecah raga.

Blam

Suara dentuman yang memekakkan telinga terdengar sangat mengerikan. Tubuh Jagat terlempar beberapa langkah ke belakang dengan dada mengepul mengeluarkan asap putih. Anupati berjalan menuju ke tubuh Jagat dan menendang tubuh yang tergolek tidak berdaya.

"Tubuh ini sudah tamat!"

"Sebaiknya segera kita tinggalkan tubuh tidak berharga ini!" ucap Sasapati.

Tanpa menjawab, ketiga pemuda bertopeng itu pun melesat meninggalkan lokasi dan Sasapati yang masih berdiri membolak balik tubuh Jagat. Dia hanya memastikan keadaan tubuh itu.

Setelah kepergian keempat pendekar pati itu tiba-tiba, sinar biru keluar daro tubuh Jagat. Sinar itu membentuk kujang berlubang sembilan. Kujang itu memutar dengan suara berdesing memekakkan telinga.

Hingga beberapa saat tubuh Jagat masih tergolek lemah. Kemudian tubuh itu terangkat melayang dan jatuh tepat di belakang dapur umum. "Suara apa itu?" tanya Ki Jemblung lirih.

"Ada apa, Ki?" Seorang kok muda datang menghampiri sang pimpinan koki.

"Di luar seperti ada suara benda berat jatuh. Satu lagi hingga larut malam tidak terdengar langkah Jagat membawa balik air dalam bumbung. Ada apa ini?"

"Apa perlu saya periksa keadaan di luar, Ki?"

Ki jemblung yang masih sibuk mengaduk rebusan daging babi hutan pun memilih mengangguk sebagai ijin untuk juniornya. Sang koki muda itu segera berbalik badan dan berjalan keluar melihat apa yang terjadi di belakang dapur.

Suasana gelap susah buat sang koki untuk melihat sekitar, akhirnya dia mengambil oncor yang terbuat dari bilah bambu. Cahaya api menyinari daerah sekitar tandon. Kedua bola matanya membeliak tidak percaya, dengan lantang bibirnya berkata, "Aki Jemblung, lihatlah!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status