Kenzo menatap wajah sang istri lama, seakan pertanyaan itu menembus ke dalam hatinya. Lalu, dia memeluk Desti, mencium ubun-ubunnya penuh kelembutan."Sayang itu nggak terbagi, Des... Sayang itu bertambah. Bayu bukan cuma anakmu, dia juga anakku sekarang. Anak kita."Desti membenamkan wajahnya di dada Kenzo, menahan air mata yang akhirnya jatuh tanpa bisa ditahan.Dalam diam, mereka berdiri di samping box kecil itu, tempat bayi mungil mereka tertidur pulas.***Di dalam ruangannya yang remang dan tercium aroma parfum mahal, Rayhan duduk santai di belakang meja kerjanya, memainkan pena emas di antara jemarinya. Ketika Tomi masuk, membawa map berwarna krem dengan wajah tegang, Rayhan langsung berdiri.“Sudah ditandatangani?” tanya Rayhan tanpa basa-basi.Tomi mengangguk pelan, menyerahkan map itu. “Tanpa baca. Persis seperti yang kau perkirakan.”Rayhan tersenyum licik. Dia membuka map dan memastikan semuanya sudah lengkap. “Bagus. Sekarang kita selangkah lebih dekat.”Namun, Tomi tidak
Langkah Desti terasa ringan saat mengikuti Kenzo menuju kamar. Tangannya masih dalam genggaman hangat suaminya, meski di meja makan tadi suasana cukup tegang. Saat mereka sudah berada di kamar, Desti membaringkan diri di ranjang, menyandarkan tubuh ke bantal dan menatap Kenzo yang sedang membuka kancing kemejanya satu per satu.Dia masih memikirkan pertanyaan Kenzo di meja makan tadi. Tentang kapan Kanza dan Tomi pindah. Sebenarnya, Desti tak berniat mengusir siapa pun. Tapi ia juga tidak bisa menutupi rasa risih saat Tomi terus memandanginya dengan tatap mata yang sulit Desti pahami.Desti menarik napas panjang. Hubungannya dengan Tomi sudah berakhir, dan kini mereka telah memiliki pasangan hidup masing-masing.Kenzo duduk di sisi ranjang. Tatapannya lembut, seolah tahu apa yang ada di benak Desti."Ada masalah?"Desti menoleh, bibirnya ragu.“Tidak,” jawab singkat Desti yang langsung mendekat Kenzo lalu menyandarkan kepanya di dada bidang suaminya.“Katakan saja!” Kenzo melabuhkan k
Setelah Tomi kembali ke rumah, suasana hati Desti menjadi tidak tenang. Hingga akhirya dia memilih menghabiskan waktu dengan Bayu, menunggu kedatangan Kenzo di kamarnya.Bayu sudah terlelap di dalam box-nya saat langkah kaki berat terdengar dari luar kamar. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Kenzo yang tampak lelah tapi masih menyisakan pesona khasnya dalam balutan jas abu gelap yang kini sedikit kusut.Tatap mata Kenzo langsung tertuju pada sosok Desti yang sedang duduk di pinggir ranjang, mengenakan daster berenda dan menyisir rambut panjangnya dengan tenang.“Baru pulang?” tanya Desti yang berdiri dan menghampiri Kenzo dengan senyum kecil.Desti mengulurkan tangan, bermaksud membantu suaminya melepas tas kerja, jas, dan Sepatu, ritual kecil yang mulai menjadi kebiasaan baru mereka.Namun Kenzo tak menjawab. Tatapan matanya yang hangat membuat Desti terdiam sejenak. Ia hanya meraih pinggang istrinya dan menariknya perlahan hingga tubuh mereka bersentuhan."Aku merindukanmu," bis
Tomi memarkir mobilnya di halaman rumah besar keluarga Arsyad dengan hati gelisah. Sore itu, dia pulang lebih awal dari biasanya, bukan untuk bersantai atau karena kurang enak badan, tapi karena ada misi penting yang harus dia jalankan, membujuk Kanza agar menandatangani berkas penting yang telah disiapkan Rayhan.Berkas yang akan menentukan arah masa depan Tomi, dengan mendukung ambisi Rayhan yang perlahan mulai kehilangan kendali dalam mengeruk kekayaan Kenzo dan menguasai perusahaannya.Langkah Tomi terhenti saat melihat pemandangan yang begitu familiar sekaligus menghantui hatinya,Desti dan Bayu. Mantan istrinya itu sedang duduk di taman kecil yang teduh, dengan Bayu di pangkuannya, ia tampak begitu tenang dan ceria.Bayu, yang sudah bisa duduk dengan bantuan, terlihat antusias menyambut suapan dari sendok kecil di tangan ibunya. Di sebelahnya, terdapat secangkir air putih dan mangkuk bubur bayi.Tomi tidak langsung mendekat. Dia hanya diam memperhatikan dari kejauhan, menyaksika
Di luar ruang rapat yang kini mulai sepi, dua sosok pria keluar dengan langkah berat dan wajah muram, Rayhan dan Tomi. Tak seperti biasanya yang selalu tampil percaya diri, hari ini keduanya seperti dua ekor anjing kalah yang baru saja ditendang keluar dari wilayah kekuasaan mereka.Pernikahan Kenzo dengan Desti bukan sekadar kabar mengejutkan, melainkan pukulan telak yang menghancurkan rencana licik Rayhan.Selama ini, dia menyebarkan isu Kenzo sebagai gay, berharap reputasi keponakannya itu jatuh dan membuat dewan direksi meragukan kepemimpinannya, bahkan mungkin mendesaknya untuk mengundurkan diri.Namun, pagi ini, Rayhan justru menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Kenzo bukan hanya tampil sebagai pemimpin muda karismatik yang tak tergoyahkan, tapi juga suami sah dari seorang perempuan.“Seharusnya tidak seperti ini.” Rayhan merasa telah salah membuat strategi. “Ternyata bagi orang seperti Kenzo, memunggut istri seperti memunggut sampah, bisa dia ambil dari mana saja,” sambungny
“Apa kamu pikir aku akan percaya padamu begitu saja?” lanjut Kanza, kali ini nadanya meninggi namun tetap ditahan agar tidak terlalu mencolok di lingkungan rumah.Desti menggigit bibirnya, menahan berbagai jawaban yang mendesak keluar. Matanya menatap lurus ke arah Kanza, tak lagi merendah, namun juga tak ingin menciptakan keributan.“Aku tidak menikahi Kenzo untuk tujuan apa-apa,” jawab Desti pelan namun mantap. “Aku hanya menjalani takdir yang datang padaku.”Kanza mendengus. “Takdir? Atau kamu sengaja cari kesempatan? Pakai anakmu untuk meluluhkan hati Kak Kenzo, agar kau bisa hidup nyaman di rumah ini?”Desti menatap wajah polos Bayu sejenak, lalu membalas lirih tapi penuh keteguhan.“Aku tidak akan pernah menjadikan anakku sebagai alat, seperti apa yang kau lakukan dengan anak dalam kandunganmu. Kau menggunakan bayi tidak berdosa itu untuk merebut seorang suami dari istri, merebut seorang ayah dari anaknya.”Kesabaran Desti tampaknya sudah mencapai titik batasnya, hingga akhirnya