Holla, MyRe. Bagaimana menurut kalian? Masih semangat tidak untuk up berikutnya? Agar penulis semangat, Yuk, dukung novel kita dengan cara beri hadiah, gems, dan review manis. IG penulis;@deasta18
"Kenapa kau ingin pernikahanmu diundur, Damian?" tanya Raymond, melayangkan tatapan penuh peringatan pada putranya, "jangan main-main!""Aku punya alasan, Ayah," ucap Damian, di mana saat ini dia berada di ruang kerja kakeknya. Dia meminta ayangnya berbicara di tempat ini agar pembicaraan mereka lebih aman. Di sana, juga ada kakeknya, mamanya, Vior, Diego dan Sbastian. Damian lalu menjelaskan alasan kenapa dia ingin mengundur pernikahannya beberapa jam dari waktu yang telah ditentukan. Sebenarnya bukan sepenuhnya diundur, lebih tepatnya diperlambat untuk memberikan waktu bagi Damian memberi pelajaran berharga bagi wanita sialan itu. "Baiklah. Ayah ikut rencanamu," ucap Raymond kemudian setelah mendengar penjelasan putranya. Setelah itu, mereka semua bubar dari ruangan tersebut. Mereka bersikap seperti tak terjadi apa-apa. Diego dan Sbastian bersembunyi ke tempat Tita, seperti yang telah direncanakan. Sedangkan pemeran utama yang akan menjadi poin dalam rencana ini, Damian sulap men
'Ah, maaf, Paman. Tita tak akan pulang.' Ekspresi Diego seketika berubah menjadi bingung bercampur terkejut. Ini suara-- Damian? "Tuan Damian?" Diego berucap ragu. 'Iya, Paman. Tenang saja, Tita ada bersamaku. Sekarang Tita masih tidur,' jawab Damian di seberang sana. Setelah menjemput calon istrinya dari para penculik, Damian memutuskan membawa Tita ke sebuah hotel terdekat. Dia menjemput Tita sekitar jam 1 dini hari, sedangkan siang mereka akan menikah. Baik Damian dan Tita, keduanya sama-sama harus istirahat. Damian memutuskan mencari hotel terdekat dan memilih menginap di sana. Rumahnya dan rumah perempuan ini masih jauh–sekitar satu jam lagi. Damian tak ingin memaksa karena meski hanya satu jam dalam perjalanan, akan tetapi itu menguras energi. Terlebih ini sudah malam dan dia belum beristirahat semenjak pulang dari kantor. "Ba-bagaimana Tita bisa bersama Tuan muda?" bingung Diego, tetap cemas karena putrinya bersama seorang pria dewasa. Meski Damian adakah calon suami
Masih dengan tangan bersedekap di dada, Damian memikirkan kepala sambil menatap Tita yang tiba-tiba diam dengan muka memerah sewajah-wajah. "Ke-kenapa Kak Damian ada di sini?" tanya Tita ketus, berusaha bersikap santai dan berusaha menahan malu yang telah menembus hingga ke ruh-ruhnya. Damian menegakkan kembali kepala, tersenyum tipis kemudian tiba-tiba mengusap pucuk kepala Tita. "Kau mengirim pesan padaku, Tita." Tita melebarkan mata. Sedangkan Damian, dia lanjut berbicara. "Mobilku ada di depan, pergilah lebih dulu ke sana." Tita menggaruk tengkuk, segera beranjak dari sana dengan keadaan yang sangat malu luar biasa. Ya Tuhan! Jadi Tita sendiri lah yang mengundang jelangkung-- ah, maksudnya, mengundang Damian ke sini? Dia sendiri? Sedangkan Damian, dia langsung terkekeh pelan karena merasa geli dengan tingkah Tita tadi. Alih-alih melarikan diri dari penculik, Tita malah mengejar para penculiknya. Namun, ketika Damian menatap para penculik itu, wajah Damian seketika beruba
"Jaga dia dan jangan menyentuhnya," ucap Olive pada anak buahnya. Sebenarnya dia sangat ingin menghancurkan Tita karena perempuan ini merampas Damian darinya. Akan tetapi, dia tak ingin mengambil resiko. Kalau Diego tahu, dia bisa mati dikuliti oleh pria itu. Tapi jika dia hanya menyekap Tita, semisal dia ketahuan pun, setidaknya dia sudah menikah dengan Damian. Dan kesalahannya hanya menyekap Tita, pastinya dia akan sampai dibunuh. Paling Diego marah besar padanya, lalu pada akhirnya mau tak mau menerima pernikahan Olive dengan Damian. "Tunggu perintah dariku," titah Olive kemudian, mendapat anggukkan dari para anak buahnya. Setelah itu, dia beranjak dari sana, meninggalkan Tita yang sudah terikat dalam sebuah kursi. Sekalipun Tita bangun, dia tidak akan bisa kabur. Selain tangannya terikat, juga karena letak markas ini ada di ujung kita, di sebuah bangunan tua yang jauh dari keramaian. Di sini sangat sepi. "Sayang sekali kita tidak boleh menyentuhnya. Padahal dia sangat cantik
"Damian, coba lihat calon istrimu," ucap Talita antusias, setelah Tita mengenakkan gaun pernikahan berwarna putih bersih tersebut. Damian mendongak, menatap Tita dengan tak berkedip sama sekali. Pupil matanya membesar, tanpa dijelaskan pun, orang-orang tahu bahwa Damian terpesona. Tita juga menatap Damian. Awalnya dia ingin memastikan ekspresi muka Damian, dia penasaran seperti apa reaksi pria ini. Keduanya saling bersitatap cukup lama, hingga pada akhirnya Tita memilih menunduk karena malu ditatap intens oleh Damian. "Ekhem." Talita berdehem untuk menyadarkan Damian. "Bagus," jawab Damian cepat, tetapi terus menatap Tita. "Ahahaha … sebenernya tanpa kamu jawab pun Tante sudah tahu. Soalnya mata kamu tak berkedip," jawab Talita, "astaga, yang kemaren saja kamu nggak begini loh, Sayang," goda Talita. Damian hanya tersenyum tipis sebagai jawaban. Sedangkan Talita, memilih acuh tak acuh. Saat Tita ingin berganti pakaian, dia berpapasan dengan perempuan berambut blonde tadi. P
"Turunkan aku," ucap Tita dengan raut muka malu setengah mati. Seluruh wajahnya merah dan jantungnya berdebar kencang. Dia kita ayahnya yang menggendongnya, ternyata Damian. Bahkan tangannya mengalung di leher pria ini. Mengingat tangannya masih mengalung di leher Damian, Tita segera melepasnya. Akan tetapi Damian dengan cepat menahannya. "Aku ingin turun," cicit Tita lagi. "Sebentar lagi kita akan sampai," jawab Damian dengan singkat, tetap menggendong Tita. Di sisi lain, Sbastian yang melihat Damian menggendong adiknya, langsung menatap penuh tanda tanya pada ayahnya. Dia heran dan merasa seakan tak mengenali Damian. Kenapa Damian mau menggendong adiknya? Tadi, pria itu juga terlihat panik ketika pembantu berteriak meminta tolong. Apa Damian jatuh cinta setelah menyentuh adiknya? Ketika Sbastian menoleh ke arah ayahnya, Diego langsung menoleh ke arah Raymond–bertanya-tanya kenapa Damian terlihat peduli pada Tita. Aneh saja! Meskipun mereka akan menikah, bukankah perni
"Tidak mungkin?!" Diego menggeram marah, "bagaimana kalau kau dan putrimu jelaskan semuanya di kepolisian?" Saat itu juga Olive mendongak, langsung menggelengkan kepala pada Diego. "Ja-jangan, Ayah. Kumohon jangan! A-aku mengaku menjebak Tuan Damian dengan menaruh obat terlarang ke dalam teh. La-lalu aku menyuap maid untuk mengantar teh itu, aku mengatakan pada maid agar dia memberitahu Tuan Damian kalau teh itu dari mamanya agar Tuan tak curiga." Plak' Diego langsung melayangkan tamparan kuat pada pipi Olive. "Kurang ajar! Bagaimana bisa aku memelihara ular dalam rumahku?!" marahnya. Dia sudah tahu apa yang terjadi, tetapi saat Olive mengakui kelakuannya, kemarahannya kembali memuncak. Di sisi lain, Carmen tak lagi kasihan pada Olive. Dia malah ingin ikut menampar perempuan itu. Perempuan licik, jahat dan iblis betina. Satu lagi wanita rendahan! Karena hanya wanita rendahan lah yang melakukan trik kotor untuk mendapatkan seorang pria. "Tu-Tuan, ampuni kami." Helen lang
"Selamat, Tita. Kau resmi menjadi calon istriku," ucap Damian santai, berhasil membuat bola mata Tita hampir keluar dari tempatnya. Dengan cepat Tita menarik tangan, menatap Damian dengan mulut menganga, saking tak percayanya dia dengan sikap pria ini. Astaga! Tita tak menyangka kalau Damian penuh jebakan batman! Damian kembali menyunggingkan smirk tipis, setelah itu dia beranjak dari sana–meninggalkan Tita yang masih shock, sambil memegang tangannya yang berjabat tangan dengan Damian tadi. "Gila," gumam Tita pelan, menatap Damian yang keluar dari kamar dengan mata berkedut-kedut. **** Besoknya, karena hari ini Tita libur kerja, dia memilih bangun siang. Namun, karena sahabatnya menelpon, Tita bangun lebih cepat dari yang seharusnya. Tita sudah menyetel alarm bangun di jam 12 siang. Tetapi handphonenya berdering di jam setengah 10. Masalah kemarin, Tita masih memilih mengurung di kamar. Jika dia lapar, dia meminta pelayan mengantar makanan ke dalam kamar. Ayahnya berulang ka
"Manusia tidak makan sambil berbaring. Itu kelakuan lembu ataupun kerbau." Deg' Jantung Tita berdebar kencang saat mendengar suara yang terasa dingin tersebut. Dia reflek menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang masuk ke kamarnya. Matanya sedikit membulat, pertanda kalau dia panik. Setelah itu, dia kembali berbaring, menutup tubuh dengan selimut. Damian menoleh ke arah kursi di depan meja belajar dalam kamar Tita. Dia meraih kursi itu lalu membawanya ke sisi ranjang. Damian duduk di kursi tersebut, menatap Tita yang berbaring sambil membelakanginya–di ranjang. Dalam selimut, Tita mengusap tengkuknya karena terasa panas. Dia gugup dan jantungnya tak berhenti berdebar kencang. 'Ngapain sih dia ke sini? Bikin horor suasa saja. Mana ngatain aku kerbau lagi! Nggak bisa ini! Habis dia pulang, aku harus manggil dukun deh untuk mengusir setan-setan yang dibawa sama orang ini.' "Bisa kita berbicara, Tita?" tanya Damian dengan nada datar. Tita yang berada di dalam selimut m