"Maksud Pak Wolf apa?" tanya Yuriko sambil menatap punggung kokoh pria itu.
Wolf membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekat. "Kau sudah membacanya bukan? Jadi, itu maksudku memanggilmu," jelasnya datar."Tapi, bagaimana bisa? Bahkan kita baru pertama kalinya bertemu. Bagaimana bisa Pak Wolf mengajak saya nikah kontrak?" tanya Yuriko tidak habis pikir.Di perusahaan itu, Yuriko hanya pegawai biasa. Ia tidak pernah mengikuti rapat yang dihadiri oleh Wolf dan selama tiga tahun bekerja di sana, ia tidak pernah sekalipun bertemu atau sekedar berpapasan dengan Wolf."Kata siapa? Sebelumnya kita pernah bertemu dan sepertinya kau tidak menyadarinya." Ikosagon menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya."Kalaupun iya, kenapa? Saya bukan tipe wanita yang bisa diajak nikah kontrak dengan Pak Wolf. Bukankah di perusahaan ini banyak wanita cantik? Saya juga yakin, di luaran sana banyak sekali wanita cantik yang tergila-gila dengan Anda dan saya yakin mereka akan sangat bersedia jika menikah kontrak dengan Anda." Yuriko masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini."Aku tidak butuh alasan untuk membuat keputusan ini. Justru aku berpikir di sini kau yang memiliki alasan itu," sanggah Wolf tersenyum tipis.Ketika melihat punggung Yuriko menghilang dibawa bus, Wolf langsung menghubungi Reza untuk mencari informasi pribadi Yuriko. Ia menemukan fakta bahwa nenek wanita itu sering sakit-sakitan dan membuat permintaan pada cucunya untuk segera menikah. Itulah alasan kenapa Yuriko sering pergi kencan buta.Berhubung Wolf tertarik pada Yuriko pada pandangan pertama. Jadi, ia langsung membuat surat perjanjian nikah kontrak untuk menjerat wanita itu."Saya? Kenapa jadi saya? Saya tidak memiliki alasan apa pun untuk menandatangani surat perjanjian ini," tanya Yuriko tersenyum canggung.Memang alasan apa yang bisa membuatnya berpikir untuk nikah kontrak? Kalaupun karena neneknya, ia masih bisa mencari pria sesuai kriterianya di kencan buta nanti."Benarkah? Bukankah nenekmu ingin kau segera menikah sebagai permintaan terakhirnya?" Wolf balik bertanya dengan nada mencibir.Mendengar pertanyaan yang Wolf lontarkan membuat Yuriko mengangkat kepalanya. Ia menatap tajam ke arah pria itu."Bagaimana bisa Anda tahu masalah pribadi saya? Apa Anda mencari informasi pribadi saya?" tanya Yuriko sambil menggertakkan giginya."Kalau iya, memangnya kenapa?" sahut Wolf malas.Pria itu kembali berdiri dan berjalan ke arah jendela. Sambil melipat kedua tangannya di depan, pria itu menatap lurus ke depan.Sambil menggertakkan giginya dan tangan yang terkepal kuat, Yuriko berkata, "Meskipun saya karyawan di perusahaan ini, tapi tidak seharusnya Anda mengorek informasi pribadi saya.""Aku tahu, tapi aku butuh kau untuk dijadikan istri kontrakku. Aku melakukan ini bukan karena kau karyawan di perusahaanku, tapi karena kau yang masuk ke dalam kriteriaku," balas Wolf menoleh ke belakang dan menatap kepalan tangan Yuriko."Apa saya tidak salah dengar?" Yuriko tersenyum mengejek. Kali ini ia berani menatap manik mata Wolf, "Apa yang membuat Anda berpikir bahwa saya masuk ke dalam kriteria wanita Anda?" imbuhnya bertanya.Wanita itu tersenyum mengejek karena tidak percaya dengan ucapan Wolf. Bagaimana bisa pria tampan dan kaya seperti Wolf yang kelihatannya tidak memiliki kekurangan apa pun, tetapi menyukai wanita berwajah pas-pasan sepertinya? Apalagi ia bukan dari kalangan orang berada melainkan dari kalangan rakyat jelata."Apa kau tidak mempercayai ucapanku?" tanya Wolf tersenyum menyeringai.Semakin lama berinteraksi dengan Yuriko, semakin membuat Wolf semakin tertarik. Ia jadi lebih ingin mengenal seperti apa sosok Yuriko itu."Tentu saja, saya tidak percaya. Saya memang miskin dan tidak cantik. Tapi, jangan kira saya wanita gampangan yang bisa dengan mudahnya dibodoh-bodohi," sanggah Yuriko menggebu."Kenapa tidak? Bukan tanpa alasan aku mengajakmu menikah secara kontrak. Aku melakukan ini hanya untuk membantumu saja. Daripada kau terus berkencan buta dan tidak juga menemukan pria yang sesuai dengan kriteriamu. Lebih baik kau menikah kontrak denganku. Apalagi kau sudah tahu siapa aku. Jadi, kau hanya perlu menandatangani kontrak itu dan masalahmu selesai."Wolf menyandarkan tubuhnya di dinding sambil membujuk Yuriko agar mau menerima tawarannya."Benarkah hanya itu? Aku rasa tidak sesederhana itu. Mana mungkin seorang Wolf, CEO perusahaan sebesar ini mau membantuku tanpa imbalan apa pun."Siapa yang akan percaya dengan kata-kata Wolf? Mana mungkin di zaman yang serba susah ini ada yang mau membantu tanpa balasan apa pun. Jika ada, mungkin orang itu sedang jatuh cinta."Tidak mungkin Pak Wolf menyukaiku, 'kan?" tanya Yuriko pada dirinya sendiri. Ia melirik pria itu sejenak dan menelan salivanya dengan susah payah."Tentu saja, tidak. Aku melakukan ini karena aku dipaksa menikah dengan wanita yang tidak aku cintai. Jadi daripada aku menikah dengan dia, lebih baik aku menikah denganmu selama satu tahun sambil mencari wanita yang bisa membuat jantungku berdebar," jelas Wolf terdengar masuk akal.Memang, pria itu dijodohkan dengan seorang wanita. Akan tetapi, itu alasan kedua dan alasan pertama karena ia jatuh cinta pada Yuriko ketika pertama kali melihatnya."Sudah kuduga." Yuriko membatin membenarkan pemikirannya, "Baiklah, saya mengerti. Untuk tawaran ini, saya minta waktu untuk memikirkannya lebih dulu.""Apa kau bilang? Kenapa harus memikirkannya lebih dulu? Bukankah dengan adanya kontrak ini kita sama-sama diuntungkan?" tanya Wolf terbelalak tidak percaya.Ia pikir setelah mengatakan alasannya Yuriko mau menandatangani surat perjanjian nikah kontrak, tapi ternyata ia salah. Wanita itu justru meminta waktu darinya untuk berpikir."Saya tahu kalau kita berdua sama-sama diuntungkan, tapi saya harus menemui rekan kencan buta saya lebih dulu. Kalau masih tidak cocok, saya akan menandatangani surat perjanjian itu," jawab Yuriko. Padahal ia sengaja mengulur waktu karena tidak tertarik menikah kontrak dengan pria seperti Wolf."A-apa?" Wolf begitu terkejut sampai-sampai tidak mempercayai indera pendengarannya.Bagaimana bisa ia dijadikan pilihan yang kedua? Memangnya apa yang kurang dalam dirinya. Ia pria single, tampan, kaya, baik, dan tidak kurang suatu apa pun. Berani-beraninya wanita seperti Yuriko menjadikannya sebagai pilihan kedua."Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, saya permisi." Yuriko beranjak berdiri dan melangkah ke arah pintu. Sedangkan Wolf membeku tidak percaya."Tunggu!" cegah Wolf."Iya. Apa masih ada lagi?" tanya Yuriko setelah menoleh ke samping di mana Wolf berada."Apa kau tidak sadar dengan sikapmu yang seperti ini telah merendahkanku?" tanya Wolf sambil menggertakkan giginya.Tiba-tiba tubuh Yuriko bergetar setelah mendengar ucapan Wolf. Setelah dipikir-pikir, ia mengakui bahwa ucapannya sungguh keterlaluan. Akan tetapi, ia terlalu takut untuk menandatangani surat perjanjian itu. Ia masih curiga bahwa apa yang Wolf lakukan saat ini padanya tidak hanya sekedar simbiosis mutualisme."Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak bermaksud untuk merendahkan Anda. Saya hanya ... Saya masih memiliki satu kencan buta yang harus saya datangi," sanggah Yuriko dengan suara bergetar.Ia takut dipecat dari perusahaan itu karena di sanalah satu-satunya mata pencahariannya. Apalagi ia butuh biaya banyak karena neneknya sering sekali keluar masuk rumah sakit."Apa kencan butamu lebih penting daripada aku? Bukankah tujuanmu hanya satu yaitu menikah demi menyenangkan nenekmu? Lalu, untuk apa kau melakukan kencan buta?" tanya Wolf sambil melangkah ke depan.Sontak, Yuriko melangkah mundur hingga tubuhnya mengenai daun pintu. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Apa yang Wolf katakan memang benar, tetapi ia paling tidak menyukai pria tampan. Jika ia menyukai pria tampan, maka ia sudah menikah tidak lama setelah neneknya memintanya untuk menikah. "Maaf, Pak. Pekerjaan saya hari ini sangat banyak. Jadi, saya izin undur diri." Yuriko memutar kenop pintu dan bergegas keluar.Wanita itu menutup pintu dengan tergesa. Kemudian, ia berlarian menuju lift takut Wolf akan mengejarnya. Bahkan setelah berada di dalam lift, ia terus menekan tombol agar pintu segera tertutup."Selamat-selamat," lirih Yuriko sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang. Kemudian dalam sekejap, pintu lift terbuka. Ia bergegas keluar dan pergi ke ruangannya.Baru sampai di ruang
"A-apa?"Yuriko begitu terkejut mendengar jawaban laki-laki itu. Dibayar mahal pun ia tidak sudi, apalagi kalau sampai digagahi secara cuma-cuma."Lepas, lepaskan saya! Saya mohon, Tuan. Di bar ini masih banyak wanita cantik dan biarkan wanita pas-pasan ini pergi," mohon wanita itu berusaha membujuk."Kalau sudah tahu wajahmu pas-pasan, kenapa kau mencari masalah denganku? Seharusnya kau terima saja tawaranku sebelumnya. Jadi, aku tidak perlu bersikap kasar seperti ini," sanggah laki-laki itu malas.Laki-laki itu terus menarik tangan Yuriko. Tidak peduli seberapa keras Yuriko berusaha melepaskan diri dan berontak karena tujuannya hanya satu yaitu membawanya ke kamar dan menyelesaikan rencananya."Tidak, Tuan. Lepaskan saya, saya mohon!" ujar Yuriko memohon dengan air mata yang sudah bercucuran deras membasahi wajahnya.Di sisi lain, Wolf sedang duduk bersandar di sofa sambil melipat kakinya. Beberapa jam yang lalu, Reza melaporkan tentang Yuriko yang mendapatkan pekerjaan di sebuah cl
Yuriko menunduk menatap tubuhnya yang berbalut jas. "Ti-tidak, Pak. Saya akan masuk ke dalam mobil sekarang juga," balas Yuriko bergegas beranjak.Ia tahu maksud Wolf baik. Di tengah malam begini, tidak aman baginya untuk naik kendaraan umum. Lagi pula, tidak ada kendaraan umum di pukul satu malam. Yang ada hanya berandalan yang akan mengganggunya di jalan."Tunggu! Bisakah saya duduk di samping Pak Reza saja?" bisik Yuriko meminta. Ia benar-benar takut jika harus duduk di samping Wolf."Tidak bisa, Nona," tolak Reza menggeleng pelan."Baiklah," ujar Yuriko pasrah. Sambil menghembuskan nafas berat, wanita itu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Wolf. Ia tidak bisa terlalu dekat dengan atasannya dan memilih memberingsut ke pintu."Cih! Kemarin kau begitu berani meninggalkanku di tengah pembicaraan yang sangat penting," batin Wolf tersenyum menyeringai melihat kaki Yuriko bergetar.Merasa ada yang memperhatikan, Yuriko melirik dan tatapan matanya bertemu dengan tatapan tajam Wolf
"Alasan kenapa kau bekerja paruh waktu di bar karena kau butuh uang untuk biaya rumah sakit. Benar bukan?" Wolf beranjak berdiri dan berjalan memutari meja mendekat ke arah Yuriko, "Aku akan menanggung seluruh biaya rumah sakit sampai nenekmu sembuh, asalkan kau mau menandatangani perjanjian kontrak pernikahan denganku. Bukankah sekali mendayung dua pulau langsung terlampaui?"Maksud dari ucapan Wolf adalah Yuriko bisa mengabulkan permintaan neneknya dengan menikahi Wolf dan ia juga bisa membiayai proses penyembuhan neneknya di rumah sakit.Mendengar ucapan Wolf, Yuriko mengangkat kepalanya menatap tajam manik mata pria itu. Lalu, ia beranjak berdiri dengan terburu-buru. Bukankah pria itu terlalu ikut campur urusan pribadinya? Apalagi sampai mengorek informasi pribadinya sampai sejauh itu."Saya memang butuh banyak uang untuk membiayai pengobatan nenek saya di rumah sakit, tapi sampai kapan pun saya tidak akan pernah menandatangani perjanjian kontrak pernikahan ini," balas Yuriko nyal
Dunia Yuriko seolah runtuh detik itu juga. Tulang-tulang di seluruh tubuhnya seakan berubah menjadi jelly. Meluruh begitu saja dan terduduk di lantai. Air matanya sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.["Datanglah ke rumah sakit dan dokter yang akan menjelaskannya."Dengan tubuh yang terasa sangat berat, Yuriko beranjak berdiri. Meraih tasnya dan melangkah dengan langkah terseok-seok keluar dari ruangannya. Menyapu pipinya yang basah akan air mata. Masuk ke dalam lift dan keluar berpapasan dengan Wolf. Bahkan ia kembali menabrak pria itu. Bedanya, ia sama sekali tidak meminta maaf dan menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Wolf."Yuri kenapa? Kok, dia menangis," bisik Wolf dalam hati."Nona Yuriko kenapa ya, Pak? Menabrak Anda, tetapi tidak meminta maaf. Matanya merah dan wajahnya juga basah seperti sedang menangis," tanya Reza sambil menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Ikuti Yuri, Za!" ujar Wolf memerintah. Entah mengapa perasaannya berubah tidak enak. Dan, janjinya unt
Sementara Wolf terus bertanya-tanya, kakinya terus melangkah mengikuti Yuriko. Ia tidak mempedulikan para karyawan berlalu-lalang mulai kembali ke ruangannya masing-masing. Ia bahkan mengabaikan sapaan bawahannya dan terus menatap punggung Yuriko yang kian menjauh."Sepertinya rencanaku mengubah beberapa poin di surat perjanjian nikah kontrak memang benar," bisik Wolf sambil menahan senyumnya.Tidak jauh dari lift, Yuriko nampak ragu-ragu. Wanita itu ingin langsung pergi ke ruangan Wolf, tetapi tidak tahu harus mengatakan apa nantinya. Akhirnya, ia masuk ke dalam lift dan menekan tombol angka tiga puluh satu."Aku harus sampai ruanganku lebih dulu," bisik Wolf lekas berlari setelah melihat lift yang Yuriko naiki menuju ke lantai tiga puluh satu di mana ruangannya berada.Pria itu masuk ke dalam lift khusus direktur. Memencet tombol dengan tidak sabaran. Berjalan ke sana kemari memikirkan Yuriko keluar lift lebih dulu. Benar saja apa yang ia pikirkan. Ketika lift terbuka, ia melihat Yu
Wolf menghentikan langkahnya dan menatap tangannya juga Yuriko bergantian. Baru menikmati sentuhan tangan itu sudah harus dilepaskan. Akan tetapi, ia tidak boleh menuruti egonya dan membuat Yuriko membatalkan perjanjian nikah kontrak. Yah, meskipun perjanjian itu tidak akan mudah dibatalkan karena wanita itu sudah terlanjur menandatangani. Namun, tetap saja ia tidak ingin menghambat proses menjadi lebih dekat dengan Yuriko."Menurutmu, apa kita harus pergi ke kantor catatan sipil dulu?" tanya Wolf setelah berpikir sejenak."Untuk apa ke kantor catatan sipil?" Yuriko balas bertanya sambil mengerutkan keningnya."Tentu saja untuk mendaftarkan pernikahan kita," sahut Wolf malas."Astaga, Pak Wolf! Masalah itu bisa kita urus nanti. Yang paling penting sekarang urusan nenek saya. Sekarang kita harus pergi ke rumah sakit untuk menyelesaikan administrasi agar nenek saya bisa segera dioperasi," ujar Yuriko frustasi. Ia tidak tahu dengan cara berpikir pria itu. Hal yang mendesak seperti opera
"Ya, sangat. Saya sangat mencintai Yuri dan itulah alasan saya melamarnya. Oleh karena itu, restui saya menjadi suami Yuri," sahut Wolf mantap.Sejak dulu, Wolf tidak pernah main-main dengan cinta. Satu kali pria itu jatuh cinta, maka ia akan selalu mencintai wanita itu dengan sepenuh hati. Dan untuk Yuriko, seharusnya ia merasa bersyukur karena Wolf pria original. Belum pernah tersentuh oleh wanita mana pun karena ia belum pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun."Ya, ya, ya, nenek merestuimu. Semoga rencana yang kau susun untuk merebut hati Yuri berhasil. Hanya satu pesan nenek, jangan pernah sakiti hati Yuri dan yang paling penting jangan pernah menduakannya karena hal itu yang paling Yuri benci," ujar Nenek Yuana mengingatkan."Baik, Nek. Saya berjanji tidak akan pernah menyakiti hati Yuri dan tidak akan pernah menduakannya. Saya akan selalu mencintai Yuri sampai ajak menjemput," balas Wolf berjanji.Pembicaraan antara nenek dan calon cucu mantu berakhir. Yuriko kembali ma