Share

Rentetan Derita

"Minggu depan kalian akan menikah!" kata Leo menegaskan keputusannya sebagai kepala keluarga De Quinn untuk saat ini.

Amy mengangguk setuju, sembari menyantap sarapannya pagi itu. Wanita dengan dandanan terang bak lampu neon itu nampak menikmati layanan yang ada di rumah besar sang kakak dengan angkuh. Gayanya bak pemilik rumah, bahkan melebihi Clara yang biasanya begitu manja dan pilih-pilih.

Sementara David terus berdiri di sisi calon istrinya, masih bertugas sebagai pengawal pribadi. Sebelum sah menjadi suami-istri, keduanya sepakat untuk tetap bertindak sebagai atasan dan bawahan seperti biasa. 

"Selain itu, aku ingin mengatakan padamu tentang wasiat terakhir kakakku," katanya yang mampu membuat wajah Clara mendongak.

Gadis yang telah kehilangan harap itu hanya mengacak makanannya tanpa selera. Ia sudah tahu bahwa pagi itu akan membicarakan terkait pernikahannya yang sudah di depan mata. Namun tak disangka bahwa sang paman akan mengatakan sebuah permintaan terakhir yang tak sempat diucapkan pada putri semata wayangnya itu.

"A-ayahku bilang apa?" tanyanya menahan tangis.

Walaupun selalu bertindak seenaknya, pembangkang dan juga masa bodoh dengan semua urusan sang ayah, namun dalam hatinya Clara selalu menyayangi sang cinta pertama. Mau bagaimanapun, ia tahu perjuangan Bernardo membesarkannya. Di tengah kesibukan pekerjaan, ia tetap memperhatikan kebutuhan putri semata wayangnya akan kasih sayang dan perhatian.

"Aku dan Amy yang bertanggung jawab atas perusahaan dan juga, kau!" katanya penuh penekanan di akhir kalimat. 

"Jadi, semua hal yang berhubungan dengan perusahaan, aset keluarga dan juga masa depanmu, harus atas ijin kami!" tegas Amy mempertegas pernyataan kakaknya.

Bak petir di siang bolong, jantung Clara nyaris copot mendengar sebuah pernyataan yang membuatnya semakin yakin bahwa semua ini adalah akal bulus kedua adik ayahnya itu. Mana mungkin seorang Bernardo De Quinn menyerahkan semua hartanya, terutama sang putri yang paling berharga pada dua orang paling tak peduli pada keluarga mereka.

"Tunggu dulu, aku sudah 25 tahun dan berhak menerima tanggung jawab yang sama seperti kalian! Aku sudah dewasa!" timpal Clara tak terima.

Leo dan Amy selama ini memang bertindak sebagai Wakil Direktur di Quinn Corporation yang bergerak di bidang obat-obatan dan juga minyak bumi. Wajar jika perusahaan dipercayakan pada dua orang itu. Tapi ia juga sudah dewasa dan pantas menerima hak yang sama seperti keduanya, termasuk dalam perusahaan.

"Mana buktinya?" tanya Leo dengan mudahnya membalikkan keadaan. "Apakah bertindak seenaknya seperti kemarin adalah bentuk kedewasaanmu? Apa sibuk bersenang-senang dan melupakan ayahmu membuktikan kau sudah siap menerima tanggung jawab yang lebih?" cecarnya memojokkan gadis 25 tahun yang baru saja kehilangan ayah dan juga hidupnya.

"Kau tak lebih dari sekedar anak pembawa sial bagi ayahmu!" tambah Amy yang tak berhenti menimpali kakaknya. "Harusnya dulu kakakku tak hanya membuang istrinya, tapi juga anaknya!" katanya sinis.

Lidah Clara kelu, tak mampu menjawab apapun yang dituduhkan padanya. Selama ia hidup tak pernah sekalipun prestasi berhasil ditorehkan. Sekolah di luar negeri hanya akal-akalan sang ayah untuk menyembunyikan kebodohan putri semata wayangnya itu. Ditambah lagi dengan ulah di luar nalar yang mampu membuat seluruh dunia mengecapnya bad girl. Jadi pantas saja jika kini Leo dan Amy memberinya predikat anak tak tahu diri, tak tahu diuntung dan juga anak durhaka.

"Tapi ku rasa Nona Clara  berhak mendapatkan kesempatan untuk membuktikan bahwa ia mampu!" 

Sebuah kalimat yang baru saja keluar dari mulut David mengejutkan seisi ruang makan. Tak hanya para peserta sarapan, tapi juga beberapa pelayan yang sejak tadi berdiri di sekitar mereka untuk sekedar mengisi makanan dan minuman yang kosong. Semua mata kini tertuju pada pria yang menundukkan tubuh tanda permintaan maaf.

"Nona Clara adalah putri Tuan Bernardo, rasanya tak pantas jika ia disudutkan seperti ini," tambahnya sambil melirik ke arah gadis yang tersenyum ke arahnya dengan tatapan haru.

Berbeda sekali dengan sikap yang Leo dan Amy tunjukkan. Keduanya tergelak, hampir saja menertawakan keberanian seorang pengawal yang bisa saja mereka pecat dan singkirkan segera. Namun mereka sadar bahwa David adalah calon suami yang tepat untuk menghancurkan reputasi Clara di mata seluruh pemangku jabatan di perusahaan. Dengan begitu, keinginan mereka untuk menurunkan derajat keponakannya akan terlaksana dengan baik.

"Kau berkata begitu karena sebentar lagi kalian akan menikah, dan kau pasti tak ingin kehilangan kantong emasmu, bukan?" tuduh Amy yang langsung memberikan tuduhan pada David.

"Sepuluh tahun saya bersama Tuan Bernardo, dan tak pernah satu hari pun dilewatinya tanpa memikirkan Nona Clara. Jadi saya yakin bahwa di alam sana beliau pasti sedih sekali melihat kedua adiknya tengah menggempur keponakan kecilnya ini," jawab David yang balik menuduh kedua orang dewasa itu dengan telak.

"Berani sekali kau..."

"Amy!" seru Leo yang menahan adiknya untuk tak lagi memperpanjang masalah. Wajahnya kesal, tapi tetap berusaha tersenyum. Sudut bibirnya tertarik, mimik sinis itu tak bisa lagi ia sembunyikan melihat keberanian David yang menabuh genderang perang dengannya. "Baik, akan ku beri Clara kesempatan!" katanya sambil memamerkan gigi serinya penuh kebanggaan.

Clara tersenyum senang. Ia menoleh ke arah David yang hanya mengangguk tanda keduanya harus bersiap menghadapi apapun keputusan yang dibuat oleh Leo. Karena saat ini, tak ada satu pun yang tahu apa sebenarnya yang telah terjadi pada Bernardo dan juga wasiat akhir kecuali kedua adiknya itu.

"Akan ku berikan jabatan direktur padamu, untuk Pabrik kita di Bagian Timur!" katanya sambil melirik Amy yang nyaris tertawa mendengar keputusan kakaknya yang sungguh di luar dugaan.

Tak hanya Amy, David dan juga Clara langsung tercekat mendengarnya. Salah satu pabrik obat di Bagian Timur itu nyaris bangkrut karena biaya operasional yang tinggi dan demo dari masyarakat sekitar terkait pembuangan limbah yang mengotori laut, sehingga berdampak pada pekerjaan mereka yang notabene sebagai nelayan.

Jangankan David yang sudah tahu tentang semua informasi perusahaan, Clara saja yang tak peduli pun ikut mendengar semua kejadian penting seperti pabrik Bagian Timur yang akan ditutup dalam waktu dekat. Jadi kecil kemungkinan ia bisa menyelamatkan pabrik itu, apapun jabatannya.

"Kau keterlaluan, Paman! Aku tak sebodoh itu sampai kau bisa memperlakukan aku seenaknya! Mana mungkin aku mempertahankan pabrik yang sebentar lagi mati?" Clara berteriak tak terima.

"Kalau kau saja tak yakin dengan kemampuanmu, apalagi aku dan para pemegang saham, hah? Siapa yang akan percaya pada anak ingusan yang sok tahu dan tak punya pengalaman apa-apa?" cecarnya kembali menyudutkan Clara.

Gadis itu pun tercekat tak bisa berkata-kata. Semua orang pasti lebih percaya pada adik-adik ayahnya dibanding Clara yang sudah jelas darah daging Bernardo. Tangannya terkepal, bergetar menahan amarah. 

"Menikah dan ambil alih pabrik itu, atau pergi saja dari sini karena aku tak mau tinggal dengan pembunuh kakakku!" kata Leo yang melemparkan alat makannya seraya pergi meninggalkan meja makan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status