Beranda / Romansa / Jerat Casanova Insaf / 7. Pertemuan Kedua

Share

7. Pertemuan Kedua

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-11 20:32:00

"Meeting siang nanti setelah makan siang," ujar Agus assisten pribadi Sakti. 

"Di kantor mereka?"

"Iya, Pak."

"Ok, tim marketing siapa yang kamu tunjuk untuk ikut kita?" tanya Sakti masih fokus dengan berkas yang dia tanda tangani.

"Saya tunjuk Roro untuk presentasi produk kita," jawab Agus.

"Ok, kalian bawa mobil kantor saja, saya biar bawa mobil sendiri." Sakti memberikan berkas itu pada Agus. 

"Saya permisi, Pak." Agus mohon diri embali ke ruangannya.

"Oh ya, Gus," panggil Sakti.

Agus memutar tubuhnya, "ya, Pak?"

"Sudah berapa lama kamu menikah?" tanya Sakti.

Agus mengernyitkan dahinya, seingatnya atasannya ini sangat sangat jarang membahas hal pribadi.

"Sudah berapa lama?" Lagi sakti bertanya.

"Dua tahun, Pak."

"Pacaran berapa lama?"

"Tiga tahun, Pak. Kalo boleh tau, ada apa Pak?"

"Total sudah saling kenal lima tahun, nggak bosan?'

"Lebih, Pak," ujar Agus tersenyum. "Istri saya itu sahabat saya," kata Agus lagi. "Bosan itu pasti, Pak, tapi kalo bosan .... coba ingat-ingat lagi masa yang indah-indah, Pak. Atau masa susah hingga bisa seperti sekarang," jelas Agus.

Sakti mengangguk-angguk lalu mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Agus meninggalkan ruangannya. Hubungan itu memang rumit, seingat sakti dia hanya pernah dua kali menjalin hubungan dan itu pun tidak serius. Selebihnya hanya hubungan tanpa status yang di dasari suka sama suka.

"Kenapa jadi mikirin hal begini, sih?!" Sambil menghela napas panjang, Sakti kembali sibuk dengan pekerjaannya.

******

"Dis, scanner  barcode masalah lagi," ujar teman kerja Gendis memberitahukan jika alat pendeteksi harga itu rusa lagi. "Jadi manual lagi, ya. Aku balik lagi, selebihnya sudah aku info semua ke Andi," ujar gadis berhijab itu lalu pergi meninggalkan Gendis dan Andi yang sedang berada di depan komputer kasir.

"Ada barang masuk lagi?' tanya Gendis pada Andi.

"Nggak ... gimana ujian?" tanya Andi.

"Iya nih, jadwal kerja jadi kacau gara-gara ujian dadakan begini." Terlihat raut wajah kesal Gendis, sudah dua hari ini dia merasa kesusahan dengan jadwal yang saling bertabrakan.

"Nggak apa-apa, kan ada gue," ujar Andi yang selalu membantunya. "Dis, tetangga lo si Arya itu ternyata kerja sekaligus ambil S2 ya?" tanya Andi sambil membawa beberapa barang yang berada di atas kasir untuk dikembalikan lagi ke tempatnya.

"Iya," jawab Gendis singkat.

"S2 dan kerja, kenapa tinggalnya di rumah susun, Dis? kebanyakan orang jaman sekarang pasti memilih apartemen untuk di tinggali, minimal apartemen kecil gitu, ya kan?"

"Nggak tau, Ndi. Biarin ajalah suka-suka dia," ujar Gendis sambil merapikan dan kembali menghitung uang yag ada di laci kasir.

"Menurut pantauan gue, dia suka sama lo, Dis."

"Mungkin," jawab Gendis santai.

"Ganteng loh, Dis."

"Iya," jawab Gendis tapi kali ini dengan senyum malu.

"Sering lo tolak, ya?" Andi berusaha mencari tahu lebih dalam.

"Beberapa kali, tapi kemarin aku terima ajakan dia makan di luar."

"Nah, gitu dong. Nikmatin ... kapan lagi, ya kan."

"Kamu sendiri?" Kali ini pertanyaan Gendis membuat Andi tertawa.

"Di bilang kalo gue tuh lagi nunggu si Rika," kata Andi tanpa dosa.

"Jangan ngayal tinggi-tinggi, Ndi ... nanti jatuh sakit, perih," kata Gendis mengingatkan Andi.

*****

Sakti memutuskan meninggalkan Roro dan Agus setelah mendapati kesepakatan dari hubungan kerjasama yang terjalin dengan salah saru perusahaan retail terbesar di negara ini. Melangkahkan kakinya lebar menuju parkiran, Sakti bergegas meninggalkan gedung itu.

"Duh lupa kan," ujarnya saat mencari pematik api di laci dashboard nya.

Sakti memutar balik mobilnya, masuk ke kawasan perkantoran yang terdiri dari ruko-ruko, matanya tertuju pada salah satu minimarket di depan sana. Memarkirkan mobilnya, lelaki penuh kharisma itu turun dengan satu tangan berada di saku celananya. 

"Selamat datang di indomarvel," sapa gadis penjaga kasir saat Sakti membuka pintu minimarket itu.

Sejenak Sakti terkesiap dengan apa yang ada di hadapan. Perkataan jodoh tak akan lari kemana itu ternyata benar. Gadis berseragam warna biru dengan list merah itu tersenyum ramah padanya dengan telapak tangan di tangkup di depan dada, begitu juga dengan lelaki yang berada di sebelah gadis itu.

Seperti mendapatkan durian runtuh, senyum Sakti pun ikut merekah. Menyusuri beberapa makanan kecil, sesekali Sakti mencuri pandang pada Gendis yang sibuk melayani pembeli. Alih-alih membeli pemantik api, isi keranjang belanja Sakti pun penuh dengan barang-barang yang sebenarnya tidak dia butuhkan.

Menunggu giliran membayar di kasir, degub jantung Sakti berdetak hebat. 

"Ya ampun," gumamnya sambil memegang dada.

Dan saat kakinya melangkah, terasa begitu ringan. Perasaan Sakti campur aduk, tapi dia harus mengendalikan dirinya.

"Stay cool, Sak," ujarnya pelan dan berakhir berdiri di depan meja kasir berhadapan langsung dengan Gendis.

"Ada lagi, Kak?" tanya Gendis memastikan barang belanjaan Sakti apakah akan menambah barang belanjaannya atau tidak.

"Nggak ini aja," ujar Sakti sebisa mungkin mengendalikan diri.

Sementara Gendis mengetik harga barang belanjaan Sakti, mata Sakti tak lepas dari gadis itu. Hidungnya mancung namun mungil, susunan giginya rapih, rambutnya sedikit kecoklatan dan diikat kuda, kulitnya tidak putih, tapi kuning langsat, tinggi badannya proposional jika berdiri di samping Sakti maka tinggi Gendis tepat di bawah dagu Sakti.

"Pembalutnya dengan sayap ya?" tanya Gendis memastikan.

"Hah?" Sakti terperangah, mana dia tahu pakai sayap atau tidak, barang itu semua diambil secara acak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Indarini Rini
wkwkwk...... sakti sampai2 ngambil pembalut,.........
goodnovel comment avatar
Idadalia Mutiara79
hahahahahaa
goodnovel comment avatar
winnie prass
terkesima sampai salah ambil....pembalut dia garuk aja.....untung aja gk sampai ambil sarung dalam.....wkwkwkwkkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Casanova Insaf   Extra Part

    Taman samping rumah Sakti di sulap sedemikian rupa menjadi sebuah taman yang penuh dengan pernak pernik ulang tahun anak pertamanya yang sudah berusia lima tahun. Anak-anak kecil berlarian kesana kemari sebelum acara di mulai. Sakti sedang berbincang dengan Andi sambil menggendong anak ketiga mereka yang berusia enam bulan, tertidur di dalam pelukannya setelah menangis karena menginginkan ibunya yang sibuk mengurusi snack yang akan dibagikan setelah acara selesai. "Kalo menurut lo klien kemarin sudah oke sama pengajuan proposal lo, ya gue pasti tanda tangan, tapi sebelumnya lo tanya Gendis dulu, gue takutnya masalah keuangan klien kita itu memang sedang nggak baik-baik aja." "Iya, hal ini memang Gendis lebih peka." Andi menggerakkan dagunya menunjuk Gendis yang melangkah ke arah mereka. "Rara mana?" tanya Gendis pada Sakti. Anak keduanya itu memang lebih suka bersembunyi, jarang sekali menampakkan dirinya hingga sering sekali membuat Gendis panik. "Kamu jalannya pelan-pelan aja, S

  • Jerat Casanova Insaf   117. Anugerah Itu Datang Kembali (TAMAT)

    Baru saja Gendis ingin memejamkan matanya, Abi kembali merengek ingin di gendong. Padahal baru 15 menit yang lalu bayi itu dia letakkan tidur di sampingnya. Dengan mata yang setengah mengantuk, Gendis kembali mengangkat putranya. Tepat pukul setengah 11 malam, Sakti masuk ke kamar mereka. Lelaki itu baru saja pulang dari kantor, sore tadi dia dan Satyo menghadiri perjamuan acara makan malam perusahaan klien mereka. "Hei," ucap Sakti pelan sambil mengusap-usap lengan Gendis yang sedang menimang Abi. "Kok belum tidur," ujar Sakti lagi kali ini dia memberikan kecupan di pipi Gendis. "Aku udah ngantuk banget, Abi juga tadi sudah tidur. Tapi, waktu aku rebahkan dia di tempat tidur baru aja mau tidur, Abi bangun lagi." Wajah lelah Gendis begitu kentara. "Aku mandi dulu ya, biar nanti aku yang jagain Abi, kamu tidur nggak apa-apa." Sebelum melangkah ke kamar mandi, lelaki yang masih mengenakan setelan jas itu tersenyum pada bayi yang baru saja berusia satu bulan itu. "Papa mandi dulu, n

  • Jerat Casanova Insaf   116. Porsi Bahagia

    Ketukan di pintu pagi itu membuat Gendis dan Sakti menoleh ke arah suara. Sahabat yang hampir satu tahun ini tidak menampakkan dirinya itu kembali datang bersama istri yg sedang hamil dan juga seorang anak di dalam pelukannya. "Wuih, selamat Sak ... akhirnya beneran insaf," ujar Teddy melangkah masuk ke dalam kamar rawat inap Gendis. "Astaga, memang sahabat nggak ada akhlak lo, ya. Udah macem jelangkung aja tiba-tiba dateng tiba-tiba hilang." Sakti merangkul erat lelaki bermata sipit itu. Gimana kabar?" "Baik lah ...." Mata Teddy mendelik melirik istrinya yang sedang hamil 4 bulan. "Kemana aja lo?" tanya Sakti. "Gue mau kasih selamat dulu dong sama istri lo. Selamat ya, Dis ... maaf nggak dateng saat kalian nikah, biasalah panggilan kerja, orang lapangan harus standby." "Selamat ya Gendis," ucap Siti wanita yang semakin terlihat cantik dengan perut yang sedikit membuncit. "Makasih Mbak, enggak apa-apa Mas Teddy ... kita ngerti kok kalo Mas Teddy sibuk." "Ini buat baby boy," uja

  • Jerat Casanova Insaf   115. Mahendra Abimanyu

    Tangis bayi mungil itu pecah memenuhi seisi ruangan, tangisan kencang yang terdengar itu nyaris membuat Sakti tak sanggup berdiri lama. Mengingat perjuangan Gendis mempertaruhkan nyawanya demi seorang bayi mungil, buah cinta mereka. Sakti mengusap air matanya, tak henti-hentinya dia mengecupi kening Gendis yang bahkan masih penuh dengan peluh. Wajah wanita yang sekarang berubah menjadi seorang ibu itu pun terlihat lelah namun sudut bibirnya berusaha mengembang saat bayi mungil mereka di serahkan padanya. "Coba belajar biar dia mencari puting ibunya ya," ujar dokter anak yang menangani bayi Gendis. Lagi-lagi Sakti meneteskan air matanya, rasanya jika kembali lagi ke masa lalunya dia bersumpah tidak akan segampang itu mempermainkan wanita. Melihat perjuangan Gendis mengejan hingga bisa melahirkan bayi sehat, Sakti merasa sangat-sangat bersalah sudah menyia-nyiakan masa mudanya dengan hal yang tak berguna. "Dia pintar," lirih Gendis melihat bayi kecilnya mendapat puting susunya. "Kaya

  • Jerat Casanova Insaf   114. Semua Panik

    Pagi itu Gendis sudah menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya, sore nanti rencananya mereka akan menjemput Wati dan Hendro dari Jogja. Perkiraan dokter dua minggu lagi Gendis sudah bisa melahirkan, oleh karena itu Wati memutuskan untuk menemani putrinya melewati hari yang di nantikan itu. "Bikin apa?" Sakti datang sambil memeluk istrinya dari belakang. "Nasi goreng buat kamu, kopi kamu udah di meja makan. Sebentar lagi nasi gorengnya selesai," ujar Gendis menoleh sedikit pada Sakti yang meletakkan dagunya di pundak sang istri. "Kita jemput bapak sama ibu jam berapa?" "Jam lima mereka sampai di stasiun, kita jangan terjebak macet ... kasian mereka kalo menunggu lama," ujar Gendis lalu memindahkan hasil masakannya ke sebuah mangkuk ukuran besar. "Ayo makan." Sakti membawakan masakan istrinya ke atas meja makan, Buk Sumi yang berada di sana menyelesaikan potongan buah lalu menyusul meletakkannya di meja makan. "Bik, ayo makan," ajak Gendis. Gendis tidak pernah membedakan wanita tua

  • Jerat Casanova Insaf   113. Kecemasan Sakti

    Wajah Sakti masih nampak cemas, dia dan Gendis baru saja keluar dari ruangan praktek dokter kandungan yang menangani Gendis selama hamil. "Aku minta maaf, ya." Lagi wajah Gendis mengiba, dia benar-benar merasa bersalah. Harusnya dia lebih berhati-hati lagi jika hendak melakukan sesuatu, apalagi ini pekerjaan di kantor. Sakti masih terdiam, ekspresi wajahnya begitu menyeramkan jika sedang marah. Tatapannya tajam ke depan sambil mendorong kursi roda yang membawa Gendis hingga ke lobby rumah sakit. "Sayang." Gendis menahan tangan Sakti. "Aku minta maaf," ujarnya sungguh-sungguh. "Aku nggak bakal ulangi lagi, aku pasti jaga anak kamu." "Taruh tangan kamu melingkar di sini." Sakti menepuk pundaknya memberi titah agar Gendis melingkarkan tangannya. Dengan satu kali gerakan, Sakti mengangkat Gendis dengan perut besarnya berjalan ke arah mobil yang sudah menunggu mereka. "Kita langsung pulang, Pak?" tanya Pak Supri. "Langsung pulang saja," jawab Sakti dingin. Benar-benar Sakti marah a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status