Share

7. Pertemuan Kedua

"Meeting siang nanti setelah makan siang," ujar Agus assisten pribadi Sakti. 

"Di kantor mereka?"

"Iya, Pak."

"Ok, tim marketing siapa yang kamu tunjuk untuk ikut kita?" tanya Sakti masih fokus dengan berkas yang dia tanda tangani.

"Saya tunjuk Roro untuk presentasi produk kita," jawab Agus.

"Ok, kalian bawa mobil kantor saja, saya biar bawa mobil sendiri." Sakti memberikan berkas itu pada Agus. 

"Saya permisi, Pak." Agus mohon diri embali ke ruangannya.

"Oh ya, Gus," panggil Sakti.

Agus memutar tubuhnya, "ya, Pak?"

"Sudah berapa lama kamu menikah?" tanya Sakti.

Agus mengernyitkan dahinya, seingatnya atasannya ini sangat sangat jarang membahas hal pribadi.

"Sudah berapa lama?" Lagi sakti bertanya.

"Dua tahun, Pak."

"Pacaran berapa lama?"

"Tiga tahun, Pak. Kalo boleh tau, ada apa Pak?"

"Total sudah saling kenal lima tahun, nggak bosan?'

"Lebih, Pak," ujar Agus tersenyum. "Istri saya itu sahabat saya," kata Agus lagi. "Bosan itu pasti, Pak, tapi kalo bosan .... coba ingat-ingat lagi masa yang indah-indah, Pak. Atau masa susah hingga bisa seperti sekarang," jelas Agus.

Sakti mengangguk-angguk lalu mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar Agus meninggalkan ruangannya. Hubungan itu memang rumit, seingat sakti dia hanya pernah dua kali menjalin hubungan dan itu pun tidak serius. Selebihnya hanya hubungan tanpa status yang di dasari suka sama suka.

"Kenapa jadi mikirin hal begini, sih?!" Sambil menghela napas panjang, Sakti kembali sibuk dengan pekerjaannya.

******

"Dis, scanner  barcode masalah lagi," ujar teman kerja Gendis memberitahukan jika alat pendeteksi harga itu rusa lagi. "Jadi manual lagi, ya. Aku balik lagi, selebihnya sudah aku info semua ke Andi," ujar gadis berhijab itu lalu pergi meninggalkan Gendis dan Andi yang sedang berada di depan komputer kasir.

"Ada barang masuk lagi?' tanya Gendis pada Andi.

"Nggak ... gimana ujian?" tanya Andi.

"Iya nih, jadwal kerja jadi kacau gara-gara ujian dadakan begini." Terlihat raut wajah kesal Gendis, sudah dua hari ini dia merasa kesusahan dengan jadwal yang saling bertabrakan.

"Nggak apa-apa, kan ada gue," ujar Andi yang selalu membantunya. "Dis, tetangga lo si Arya itu ternyata kerja sekaligus ambil S2 ya?" tanya Andi sambil membawa beberapa barang yang berada di atas kasir untuk dikembalikan lagi ke tempatnya.

"Iya," jawab Gendis singkat.

"S2 dan kerja, kenapa tinggalnya di rumah susun, Dis? kebanyakan orang jaman sekarang pasti memilih apartemen untuk di tinggali, minimal apartemen kecil gitu, ya kan?"

"Nggak tau, Ndi. Biarin ajalah suka-suka dia," ujar Gendis sambil merapikan dan kembali menghitung uang yag ada di laci kasir.

"Menurut pantauan gue, dia suka sama lo, Dis."

"Mungkin," jawab Gendis santai.

"Ganteng loh, Dis."

"Iya," jawab Gendis tapi kali ini dengan senyum malu.

"Sering lo tolak, ya?" Andi berusaha mencari tahu lebih dalam.

"Beberapa kali, tapi kemarin aku terima ajakan dia makan di luar."

"Nah, gitu dong. Nikmatin ... kapan lagi, ya kan."

"Kamu sendiri?" Kali ini pertanyaan Gendis membuat Andi tertawa.

"Di bilang kalo gue tuh lagi nunggu si Rika," kata Andi tanpa dosa.

"Jangan ngayal tinggi-tinggi, Ndi ... nanti jatuh sakit, perih," kata Gendis mengingatkan Andi.

*****

Sakti memutuskan meninggalkan Roro dan Agus setelah mendapati kesepakatan dari hubungan kerjasama yang terjalin dengan salah saru perusahaan retail terbesar di negara ini. Melangkahkan kakinya lebar menuju parkiran, Sakti bergegas meninggalkan gedung itu.

"Duh lupa kan," ujarnya saat mencari pematik api di laci dashboard nya.

Sakti memutar balik mobilnya, masuk ke kawasan perkantoran yang terdiri dari ruko-ruko, matanya tertuju pada salah satu minimarket di depan sana. Memarkirkan mobilnya, lelaki penuh kharisma itu turun dengan satu tangan berada di saku celananya. 

"Selamat datang di indomarvel," sapa gadis penjaga kasir saat Sakti membuka pintu minimarket itu.

Sejenak Sakti terkesiap dengan apa yang ada di hadapan. Perkataan jodoh tak akan lari kemana itu ternyata benar. Gadis berseragam warna biru dengan list merah itu tersenyum ramah padanya dengan telapak tangan di tangkup di depan dada, begitu juga dengan lelaki yang berada di sebelah gadis itu.

Seperti mendapatkan durian runtuh, senyum Sakti pun ikut merekah. Menyusuri beberapa makanan kecil, sesekali Sakti mencuri pandang pada Gendis yang sibuk melayani pembeli. Alih-alih membeli pemantik api, isi keranjang belanja Sakti pun penuh dengan barang-barang yang sebenarnya tidak dia butuhkan.

Menunggu giliran membayar di kasir, degub jantung Sakti berdetak hebat. 

"Ya ampun," gumamnya sambil memegang dada.

Dan saat kakinya melangkah, terasa begitu ringan. Perasaan Sakti campur aduk, tapi dia harus mengendalikan dirinya.

"Stay cool, Sak," ujarnya pelan dan berakhir berdiri di depan meja kasir berhadapan langsung dengan Gendis.

"Ada lagi, Kak?" tanya Gendis memastikan barang belanjaan Sakti apakah akan menambah barang belanjaannya atau tidak.

"Nggak ini aja," ujar Sakti sebisa mungkin mengendalikan diri.

Sementara Gendis mengetik harga barang belanjaan Sakti, mata Sakti tak lepas dari gadis itu. Hidungnya mancung namun mungil, susunan giginya rapih, rambutnya sedikit kecoklatan dan diikat kuda, kulitnya tidak putih, tapi kuning langsat, tinggi badannya proposional jika berdiri di samping Sakti maka tinggi Gendis tepat di bawah dagu Sakti.

"Pembalutnya dengan sayap ya?" tanya Gendis memastikan.

"Hah?" Sakti terperangah, mana dia tahu pakai sayap atau tidak, barang itu semua diambil secara acak.

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Indarini Rini
wkwkwk...... sakti sampai2 ngambil pembalut,.........
goodnovel comment avatar
Idadalia Mutiara79
hahahahahaa
goodnovel comment avatar
winnie prass
terkesima sampai salah ambil....pembalut dia garuk aja.....untung aja gk sampai ambil sarung dalam.....wkwkwkwkkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status