Share

6. Manis

Pagi itu terasa berbeda bagi Sakti, secara sengaja ketika berangkat kerja lagi-lagi dia melewati halte busway tempat pertama kali dia bertemu gadis ber-kulot lilac. Meski gadis itu tidak ada, tetap saja dia perintah agar membawa mobil jangan terlalu cepat. Bahkan setelah melewati halte itu pun Sakti masih memutar kepalanya memastikan gadis itu bisa saja tiba-tiba datang.

"Memangnya siapa, Pak?" tanya Supri.

"Manis," jawab Sakti sambil tersenyum.

"Manis?" Supri melirik kaca spion melihat Sakti di kursi tengah.

"Iya, gadis manis di halte busway. Jarang saya liat yang seperti itu. Seperti tadi malam, kamu ingat ... saya bilang kejar gadis yang mengenakan celana kulot itu, saya rasa itu dia." 

Supri menyadari sepertinya anak majikannya ini sedang jatuh cinta.

"Pandangan pertama, Pak."

"Kenapa?" 

"Iya, namanya pandangan pertama ... dulu saya juga pertama kali jatuh cinta sama istri waktu ke temu di pasar becek. Pertama kali lihat dia lagi nawar tempe," cerita Supri.

"Kamu ngapain di pasar becek? Lagian itu tempe udah murah masih di tawar," kekeh Sakti.

"Di situlah letak uniknya, Pak ... makanya jatuh cinta."

"Bapak sendiri, kenapa suka sama gadis kemarin?" 

"Hah?"

"Kan ada alasannya, nggak mungkin suka tiba-tiba."

Kali ini Supri benar, Sakti tidak menjawab pertanyaan Supri. Dia mengalihkan pandangannya keluar jendela, mobil itu masih berada di jalur hectic pagi hari. 

"Lo sibuk?" tanya Sakti pada Teddy melalui sambungan telepon.

"Empat tahun berlalu dan untuk pertama kalinya lo nelpon gue, pasti ada apanya," sahur Teddy.

"Nggak usah lebay, selama empat tahun kita cuma nggak ketemu, telpon masih jalan terus," bantah Sakti.

"Haha ... kenapa? ada perlu apa?"

"Yang kemarin, lo ada waktu?" tanya Sakti.

*****

Sore menjelang malam, Sakti duduk di sebuah restoran di lantai 17 di sebuah gedung yang terletak di bilangan Jakarta Selatan. Restoran bergaya outdoor yang langsung memandang langit Jakarta saat menjelang malam. 

"Jadi maksud lo ngajakin ketemuan di sini cuma di suruh dengerin lo cerita?" tanya Teddy yang duduk sambil menumpu satu kakinya di kaki yang lain.

"Iya, sebenarnya gue cuma pengen merubah apa yang menjadi kebiasaan gue saat ini menjadi sesuatu yang lebih baik lagi. Kayak elo, misalnya ... lo aja bisa seperti sekarang, kenapa gue nggak, gitu loh Ted ... lo ngerti lah maksud gue gimana."

"Iya gue tau, tapi masalahnya adalah wanita itu cuma butuh pembuktian aja sih kalo kata gue, nah masalahnya perempuan yang nanti bakal lo deketin itu bisa nggak nerima apa adanya lo di masa lalu, belum lagi hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Contoh, tiba-tiba lo ketemu sama cewek yang pernah tidur sama lo. Lo jangan kira gue nggak ngelalui itu ... tau nggak rasanya, kayak apa di bombardir sama semua pertanyaan, iya kalo bisa jawab kalo nggak bisa, dia yang ngambek. Serba salah, Sak ... jujur sih gue nyesel kenapa bisa gue tenggelam di kehidupan bebas kayak dulu." 

"Intinya lo harus siap, jadi bukan pasangan lo aja yang harus siap, lo juga harus. Ngomong-ngomong, perempuan yang mau lo deketin udah ada?" tanya Teddy dan Sakti hanya menggeleng.

"Tapi, kemarin waktu mobil gue tiba-tiba mogok, gue liat cewek ... manis, Ted. Rambutnya sebahu, dandanannya sederhana ... saat itu dia hanya mengenakan kulot dan kemeja kebesaran. Matanya bagus, bibirnya mungil—"

"Astaga, sempet lo merhatiin bibirnya," kekeh Teddy. "Terus kenalan?"

"Ya nggak lah, dia langsung pergi ... ngeliat gue aja dia kayak ogah-ogahan." 

"Terus lo penasaran?"

"Iya."

"Jangan sampe lo mati masih penasaran, mending cari tau," kata Teddy dengan ide gilanya.

"Hah? gimana caranya?"

"Tungguin sama lo tiap hari di halte," ujar Teddy tertawa.

"Nggak sekalian aja gue ikutan jualan tisue yang di emperan jembatannya," gerutu Sakti.

Gelak tawa dua sahabat itu meramaikan malam itu. Seharusnya dari dulu Sakti sering berkumpul dengan Teddy, mungkin perjalanan hidupnya tidak akan sejauh ini. 

"Makasih, Ted," kata Sakti saat mereka akan berpisah di pelataran gedung itu.

"Jangan lupa ... minggu depan dateng," ujar Teddy mengingatkan Sakti kembali agar datang ke pernikahannya. "Kalo misi lo berhasil, sekalian bawa ... gue doain berhasil, di mulai dari nunggu di halte ... tenang Sak, jodoh nggak bakal lari kemana," kekeh Teddy.

"Gue coba," ucap Sakti sembari melambaikan tangan pada Teddy masuk ke dalam mobilnya.

Mobil sport yang diantarkan Supri sore tadi, melaju menembus malam, sekali lagi Sakti sengaja melewati halte busway. Jauh di lubuk hatinya entah mengapa berharap bertemu gadis yang beberapa hari belakangan ini mengganggu pikirannya.

"Konyol," gumamnya sambil tersenyum samar. 

Teringat kembali perkataan Teddy, "jodoh nggak akan lari kemana," ucapnya dalam hati.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
hayoooo smngt sakti cahyoooo
goodnovel comment avatar
Umie
semangat sakti
goodnovel comment avatar
Poernama
Gendhisnya di umpetin dulu sama chida
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status