Ivy Alodia Dharma sudah akrab dengan penderitaan dan rasa sakit. Sejak kecil, dia menjadi wadah pelampiasan amarah ayahnya dan kini menikah dengan Noah hanya sebagai alat balas dendam. Pernikahan sudah diawali dengan ancaman pembunuhan, tetapi Ivy mencoba bertahan demi menyelamatkan adiknya. Ivy terus bersabar dalam menghadapi siksaan dari ayahnya dan suaminya, tetapi ketabahannya hancur atas pengkhianatan adiknya. Belum lagi hatinya yang lambat laun terjatuh pada Noah saat melihat sisi lemahnya. Apakah Ivy akan menggunakan kemampuannya untuk membalas semua perlakuan suaminya? Atau justru membantu Noah membalaskan dendam pada ayahnya karena rasa cinta yang mulai tumbuh dalam hatinya?
View MoreNoah sudah memiliki firasat buruk saat mendengar jeritan Ivy. Ia segera berlari dari ruang makan bersama Clara yang mengekor di belakang.“Ivy!”Kaki Noah berlari makin cepat saat melihat Ivy sudah tergeletak di bawah tangga dengan darah yang mengalir deras dari kepalanya.“Astaga, Ivy!” Evan dari arah atas tangga ikut berteriak dengan wajah paniknya.Noah menahan gemeletuk gigi saat melihat Evan yang tengah berpura-pura. Ia yakin kalau semua ini ulahnya.“Kenapa dia bisa jatuh dari tangga?” Evan bertanya dengan wajah polosnya.“Saya tidak tahu. Bukannya Anda yang lebih dulu masuk ke rumah?” geram Noah.“Tapi aku daritadi di kamar. Aku tidak tahu.”Noah ingin berteriak marah, tapi Clara yang datang dengan air mata di wajah membuatnya tersadar kalau ia harus segera membawa Ivy ke rumah sakit.“Kakak!”“Cepat hubungi ambulans, Clara.”“Ya….”Clara mulai menekan panggilan darurat dengan tangan bergetar, sedangkan Noah terus memeluk Ivy dan mencoba menghentikan pendarahan di kepalanya den
Ivy bisa mendengar betapa keras debar jantungnya saat mobil semakin mendekati rumah. Ia berkali-kali mengambil napas panjang demi menenangkan diri.“Kau yakin baik-baik saja?” tanya Noah.“Hm.” Ivy mengangguk.Meski batinnya bersuara, “Tidak. Aku tak pernah baik-baik saja jika bertemu Ayah.”Semua kenangan buruk muncul di kepalanya saat mobil sudah sepenuhnya berhenti di pelataran.Saat ayahnya mencambuknya dengan sabuk tanpa ampun, saat kakinya ditendang, saat rambutnya dijambak….“Ayo.”Kenangan itu memudar saat Ivy merasakan lembut genggaman tangan Noah di atas punggung tangannya.“Ya.”Ivy berusaha keras untuk tersenyum. Dalam hati terus meyakinkan diri bahwa ayahnya tak akan lagi menyiksanya selama bersama Noah.“Kak Ivy!”Ketegangan Ivy makin menghilang saat Clara sudah menyambutnya di teras.“Clara!”Ivy melebarkan kedua tangannya untuk menyambut Clara dalam pelukan. Clara mendekat dan mendekapnya erat-erat.“Aku sangat merindukanmu,” ucap Ivy dengan suara beratnya menahan tang
"Tas ini bagus sekali."Ivy memperhatikan Jinny yang memegang tas selempang merah muda yang terpasang cantik di antara puluhan tas lain di etalase. Sontak Ivy mengeratkan genggamannya pada Noah.“Aku mau tas itu, boleh?” tanyanya.Noah hanya mengangguk, lalu berkata pada pelayan. “Tolong bungkus tas ini.”Pelayan itu mengangguk mengerti dan berjalan mendekat untuk mengambil tas yang masih disentuh Jinny.“Tapi aku juga menginginkan tas ini,” tukas Jinny.Pelayan itu berhenti bergerak, lalu menata Jinny dengan senyuman.“Mohon maaf. Stok tas ini hanya tinggal satu. Tas ini adalah keluaran terbatas, hanya ada sepuluh di dunia.”Ivy menahan napasnya. Ia tak tahu kalau tas yang dipilih akan semewah itu. Jika memang hanya ada sepuluh di dunia, berarti harganya sangat mahal.“Kau gila Ivy. Bisa-bisanya meminta hal besar pada Noah hanya karena ingin membuat mantan pacarnya geram,” rutuk Ivy pada dirinya sendiri dalam hati.Ivy ingin mengurungkan niatnya dan mengatakan pada pelayan kalau ia t
Ivy mematikan ponselnya selama satu minggu penuh setelah mengetahui bahwa J-1511 adalah Ezra. Ia tak ingin membiarkan Ezra bisa melacaknya dan tak mau Ezra mengetahui identitas aslinya.Biarpun Ezra cukup baik dan konyol, ia tak mau membuka diri lebih banyak pada Ezra. Cukup Clara saja yang mengetahui siapa dirinya, tak perlu orang lain.Karena Ivy tahu kalau manusia rawan melakukan pengkhianatan. Meski Ezra telah menjadi temannya, bukan berarti Ezra tak akan mengkhianatinya mengingat Ezra juga rival Noah.“Ivy.”“Ya?”Ivy yang sedang termenung di balkon kamar langsung tersentak saat Noah memanggilnya.“Kenapa kau selalu terkejut saat aku datang?” tanya Noah dengan wajah masam.Ivy menggeleng. “Aku tadi sedang melamun… jadi kaget saja dengar suara orang lain. Aku kira siapa….”“Tak ada orang lain di sini kecuali aku dan para pembantu.”“Iya, aku tahu.”Ivy bisa merasakan kalau Noah masih tak puas dengan jawabannya, tetapi ia berusaha mengalihkan pembicaraan dengan lanjut bertanya.“Ke
Dunia hacker adalah hal pertama yang Ivy cintai. Ia yang terbiasa terkurung dan tersisihkan menjadi merasa bebas dan berkuasa saat bisa meretas apapun.Selama ini orang-orang selalu meremehkannya, tetapi saat ia menjaid Nyx maka semua orang takut padanya.Nyx adalah sebagian jiwanya, tetapi ia tetap tak ingin menunjukkannya pada siapapun. Jadi, saat J-1511 yang merupakan rekan dekatnya bertanya tentangnya… ia merasa dunia yang selama ini menjadi pelariannya telah hilang.“Kau terus melamun.”“Eh?”Ivy tersentak saat Noah menepuk punggungnya. Sudah lima hari sejak kepulangan mereka dari Tokyo, tapi kabut tebal masih memenuhi wajah Ivy.“Aku hanya sedang berpikir,” balas Ivy secara basa-basi.“Memikirkan apa?”Noah duduk di sofa sebelahnya. Memangku tangan dan siap mendengarkan jawaban.Di saat seperti ini, Ivy berharap Noah menjadi dingin dan mengabaikannya saja daripada mengetahui kepanikan Ivy.“Bukan apa-apa.”Ivy berdiri. Ingin melarikan diri, tapi Noah sudah lebih dulu menahannya.
Bodoh.Hanya kata itu yang terus muncul di kepala Ivy untuk memaki dirinya sendiri.Bagaimana bisa ia kelepasan membongkar rahasia Noah yang telah ia cari sendiri?“Aku… aku….”Di saat Ivy sedang gelagapan. Dering notifikasi di ponsel memecahkan ketengangan di antara mereka.Ivy cepat-cepat meraih ponselnya demi mengalihkan diri dari Noah. Ia harus berterima kasih pada siapapun yang menghubunginya sekarang karena berhasil menyelamatkannya dari kecurigaan Noah.“Ezra?”Ivy menoleh pada Noah yang membaca kontak di layar ponselnya. Dering notifikasi itu memang panggilan dari Ezra.“Kau tak memberitahu Ezra kan kalau kita di sini?” tanya Noah dengan alis yang menukik tajam.“Aku memang tak pernah memberitahu apapun padanya!” jawab Ivy.Ivy ingin mengangkat panggilan itu, tetapi Noah lebih dulu mengambil ponselnya.“Jangan diangkat,” titahnya.“Kenapa?”“Pokoknya jangan.”Noah menyimpan ponsel Ivy di balik mantel kemejanya. Ivy akhirnya menyerah dan memalingkan wajah ke balik jendela.Bian
Noah berubah. Saat kembali ke hotel, ia kira Noah akan marah lagi padanya. Namun, Noah malah lebih banyak bicara.Noah akan sering bertanya hal-hal remeh. Mulutnya yang lebih banyak diam itu jadi sering terbuka saat bersamanya.“Kenapa kamarnya dingin? Pemanasnya tidak berfungsi.”Padahal Ivy sudah kepanasan karena Noah terus meninggikan suhu.Pernah juga suatu hari saat Noah tiba-tiba mengajaknya menonton televisi.“Kau suka nonton acara apa?”“Percuma saja, aku tak bisa bahasa Jepang.”“Ya sudah.”Setelah itu, Noah akan berlalu. Kemudian kembali dengan topik baru.“Aroma sabun hotelnya enak. Kau tahu ini wangi apa?” tanyanya sambil membawa sebotol sabun cair dari kamar mandi.“Itu lavender….”“Oh ya.”Sampai hari terakhir di Tokyo, Noah terus berusaha mengajaknya bicara. Noah bahkan melarangnya untuk keluar dari kamar dengan berbagai alasan.“Cuacanya dingin di luar kau akan flu.”“Di kamar saja. Enak. Hangat.”“Kita makan di hotel saja. Tak perlu keluar. Restauran di hotel juga ena
Ada alasan lain kenapa Ivy lebih memilih Ezra kali ini. Selain karena keadaan Ezra yang terlihat sangat mengenaskan, ia ingin memastikan identitas Ezra.Ivy yakin seratus persen kalau Ezra bukan orang biasa. Ia menduga, Ezra memiliki orang kepercayaan yang merupakan seorang hacker.“Tunggulah di sini. Aku akan mengambil obatmu,” ucap Ivy setelah Ezra ditangani oleh petugas medis di rumah sakit terdekat.Beruntung Ezra bisa berbahasa Jepang sehingga melancarkan komunikasi saat di sini.“Biarkan saja. Ini hanya lebam dan hidungku sedikit patah.” Ezra berkata dengan cengiran.“Kamu masih bisa tertawa di keadaan seperti ini?” tanya Ivy, tak habis pikir.“Di resep dokter tadi ada salepnya. Aku harus mengambilnya untuk lukamu.”Ivy tetap berdiri dari duduknya dan mengabaikan Ezra yang masih terbaring di kasur ruang UGD.Ivy harus berterima kasih pada kemajuan teknologi karena ia bisa mengerti ucapan sang perawat saat menjelaskan penggunaan obat dan salep.“Terima kasih!”Ivy segera melesat
Saat Ezra tiba-tiba datang ke kafe tempat Noah dan Ivy sarapan, suasana terasa berbeda. Noah tak bisa menghentikan tatapan tajamnya pada Ezra yang terus mengajak Ivy mengobrol."Akan kutunjukkan restoran sushi yang enak di sini. Kau pasti suka.""Aku tak terlalu suka sushi." Ivy menjawab secara ogah-ogahan.Pasalnya, ia dipenuhi dengan kecurigaan karena kedatangan Ezra.Ivy tak pernah mengatakan pada Ezra kemana ia pergi. Dan sebelumnya, ia pun tak memberitahu Ezra nomor teleponnya."Dia sangat aneh," batin Ivy secara terus-menerus.Sebagai seorang hacker, ia tahu kalau semuanya terasa mencurigakan. Orang awam tak mungkin bisa melacak semudah itu.Maka, ketika Noah pergi ke kamar mandi, Ivy tak tahan untuk bertanya."Sebenarnya siapa dirimu?"Ezra yang sedang minum, menatap Ivy dengan bingung."Aku Ezra! Bukannya kita sudah kenalan? Apa kau hilang ingatan tiba-tiba?”Mata Ivy makin menyipit karena Ezra yang terasa sengaja mengalihkan pembicaraan."Kau tahu, tidak semua orang bisa memi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments