Pukul, 13.00 wib,Susi, asisten rumah tangga Maudy, sedang menata meja makan di ruang makan. la baru saja menyelesaikan pembersihan rumah dan sedang menunggu Maudy bangun untuk menyantap makan siang.Tiba-tiba, ketukan keras berbunyi di pintu depan. Susi terkejut, segera berdiri dan berjalan cepat menuju pintu utama.Di depan pintu, terlihat dua orang paruh baya. Wajah mereka merah padam. Mata mereka bengkak dan merah, habis menangis. Susi terkejut melihat kondisi kedua orang itu. la tak menyangka kedatangan dua orang itu akan semarah ini.“Di mana majikanmu?!” Tanya pria paruh baya itu dengan raut wajah menyeramkan. Susi terkejut, ia tak berani menjawab. la hanya bisa menatap kedua orang itu dengan tatapan tak mengerti.“Pak, Bu, tolong jangan begini, Non Maudy lagi istirahat,” ucap Susi, mencoba menahan kedua orang itu agar tidak semakin masuk ke dalam. Namun, usaha Susi sia-sia.Tanpa memperdulikan Susi, kedua orang itu menyerbu masuk ke dalam rumah dengan amarah yang berkobar.“Ap
Pukul, 08.00 wib,Arya dengan senyum ceria, menggendong Azzam menuju mobilnya. Hari ini, mereka berencana untuk menghabiskan waktu bersama dengan jalan-jalan santai di alun-alun kota.Azzam sendiri terlihat begitu bahagia, tangan kecilnya melingkar di leher Ayahnya dan beberapa kali mencium pipi Arya, “Nanti boleh beli es krim sama mainan Iagi, Pa??” Tanyanya, berbinar-binar.“Boleh, Azzam boleh beli apapun!” Jawab Arya sambil tersenyum riang.“Yeyy makasih, Pa,” Azzam semakin mengeratkan pelukannya pada Arya, saking bahagianya.Sementara di dalam rumah, Maudy menyaksikan kepergian Arya dan Azzam dari balik jendela. Tatapannya sendu, bingung dengan takdir yang sedang dijalani. Melihat mobil yang putranya tumpangi sudah menjauh, Maudy akhirnya berbalik dan menghentikan langkah Feby yang hendak keluar rumah.“Aku perlu bicara sama kamu, Feb!” Ucap Maudy, tegas.Feby yang menyadari perubahan suasana hati Maudy, menghela napas dan berbalik menghadap sepupunya itu. Matanya menangkap kegeli
“Mbak Maudy, Mas Arya, dan Mbak Feby, saya sebagai RT di sini mau mewakili semua orang, maaf sedalam-dalamnya karena sudah menganggu kenyamanan kalian!” Ucap Pak RT tak enak hati.“Nggak apa-apa pak, hanya aja lain kali tanya yang bener jangan main hakim sendiri!” Jelas Feby.“Iya Mbak Feby, Kalau gitu kami permisi dulu ya. Maaf sekali lagi,” Pak RT menunduk, meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi.Saat semua orang akan keluar dari halaman rumah, tiba-tiba Maudy teriak, membuat langkah mereka terhenti. Suara Maudy yang biasanya lembut, kini terdengar tajam dan dingin, membuat semua orang terdiam.“Kalian datang bukan untuk bertanya baik-baik, tapi kalian membuat kerusakan di rumahku. Lihat! Tanaman yang selama ini aku rawat berserakan, bahkan pot-pot berisi bunga dan tanaman hias ku juga rusak. Memang kalian pikir semua tanaman itu dibeli bukan pakai uang?!” Ungkap Maudy dingin, bahkan semua orang yang ada di sana tidak menyangka wanita yang biasanya anggun dan jarang bicara b
Suasana semakin menegang. Maudy, Feby dan Arya terjebak di tengah lautan amarah, tak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini.“Heh, Feby. Kalau saudaranya salah itu kasih tau bukannya dibela! Jelas-jelas pria inibudah ada sejak tadi siang,” teriak seorang perempuan dengan nada sarkastik, matanya menyipit tajam, seakan ingin menembus jiwa Feby.“Emang kalau aku dan Maudy tidur bersama, kenapa? Ada masalah?” Raya menarik Maudy ke belakang, lalu ia maju selangkah, membuat semua orang bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dada Arya membusung, matanya menatap tajam ke arah kerumunan.“Kamu itu tau agama atau enggak? Itu namanya zina goblok!!” Teriak salah satu wanita yang Maudy kenal dengan jelas.“Tapi kami suami istri!!” Jawab Arya dengan tenang.Setelah Arya mengatakan hal itu, suasana menjadi hening. Semua orang seakan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Wajah-wajah mereka berubah, dari amarah menjadi kebingungan. Bisikan-bisikan mulai bergema.Aditya yang baru saja sampai d
Arya menatap dalam wajah Maudy. Setelah empat tahun tidak bertemu, Maudy terlihat semakin cantik. Pesona yang wanita itu miliki benar-benar mengagumkan. “Maudy,” Panggil Arya. “Silahkan duduk!” Ucap Maudy mempersilahkan. Dengan cepat, Arya berjalan mendekat lalu duduk di samping Maudy. Hening... Keduanya terdiam, seolah sedang bergelut dengan pikiran masing-masing. “Kak Jasmine apa kabar?” Tanya Maudy, akhirnya membuka suara, pertanyaan yang terbersit di benaknya sejak lama. Mendengar nama Jasmine, hati Arya tidak sesedih dulu. Pria itu malah tersenyum, membayangkan istri pertamanya yang kini sudah bahagia di surga. “Jasmine udah gak ada sejak empat tahun yang lalu,” Ungkap Arya tersenyum. Deg! Maudy tertegun, tangannya mencengkram erat gelas yang di genggam, “Kak Jasmine... Kak Jasmine meninggal?” Tanyanya tidak percaya, air matanya kembali jatuh, mengalir di pipinya. Selama ini, ia sudah suudzon. Memikirkan Arya yang mungkin sudah bahagia dengan Jasmine juga istri barunya
Baru saja lima menit mereka berbaring, Azzam sudah tertidur pulas. Arya yang semalaman tidak tidur pun ikut menyusul putranya ke dunia mimpi. Tiga jam berlalu, Arya terbangun dengan tubuh yang jauh lebih bugar, namun saat melihat ke samping, ia tidak menemukan putranya. “Jangan-jangan Maudy kabur lagi!” Ucapnya panik. Dengan cepat Arya berlari keluar, namun langkah kakinya terhenti saat melihat putranya sedang bermain dengan Feby. “Feby, kamu...?” “Kenapa? Mau marah karena selama ini aku tau Maudy pergi kemana?!” Tanya Feby, menatap sinis pada Arya. “Jadi selama ini keluargamu juga tau?!” Tanya Arya. Padahal beberapa kali Arya bertanya pada Haris, namun pria itu selalu mengatakan tidak tahu keberadaan Maudy. “Kalau dulu kamu gak nyia-nyiain Maudy, kami juga gak mungkin ngelakuin hal ini!!” Jawab Feby datar. “Tapi dulu ada Jasmine yang harus aku prioritaskan!” Feby tertawa mengejek. “Setelah istrimu udah gak ada, kamu cari Maudy? Jadi sebenarnya kamu ini memang cinta atau han