"Arrggh, apa yang terjadi padaku? Kenapa tubuhku mendadak jadi seperti ini?" Elara mengerang, merasakan keanehan yang terus menjalari sekujur tubuhnya.
“Ada apa dengan aku?” bisik Elara dalam hati. Elara merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sesuatu yang membuatnya merasa kepanasan. Bukan kepanasan akibat cuaca seperti pada umumnya, melainkan rasa kepanasan yang sama sekali tak pernah dia rasakan sebelumnya. “Kenapa tubuhku jadi seperti ini? Rasanya sangat aneh.” ucap Elara sambil memegang tengkuknya. Elara merasa kepanasan usai meminum segelas lemon tea, minuman pesanannya. Lemon tea yang memiliki perpaduan rasa manis dan juga asam dari perasaan jeruk itu seharusnya memberikan rasa kesegaran pada dirinya namun, justru sebaliknya. Dia merasa aneh pada seluruh tubuhnya. Tubuhnya seolah makin panas namun bukan panas pada umumnya. “Kok rasanya panas ya di sini? Aneh sekali.” ucap Elara sambil berkipas menggunakan tangannya. Ia terlihat sangat gelisah dan benar-benar tak nyaman. Sementara Revand yang sejak tadi memperhatikannya, kini segera beranjak dan lekas berdiri menghampiri Elara. "Elara, kamu kenapa?" "Aku nggak tahu, Revand. Tiba-tiba saja tubuhku terasa sangat panas," balas Elara semakin cemas. “Panas? Mungkin itu hanya perasaan kamu saja. Ah… apa mungkin karena kamu sedang lelah? Minum saja lagi lemon teanya. Atau mau aku pesankan yang lain?” tanya pria itu dengan senyuman aneh yang berusaha ia sembunyikan. Elara hanya terdiam saat mendengar ucapan pria itu dan terus saja mengipas-ngipas lehernya dengan kedua tangannya. Namun, kali ini lebih kencang. Sejujurnya, Elara mulai merasa curiga dengan apa yang terjadi pada dirinya. Sebelumnya dia tak pernah merasakan rasa kepanasan seperti itu. Kepanasan yang sebenarnya tak bisa dia jelaskan dengan kata-kata. Sementara Revand yang melihat Elara kepanasan seperti itu, segera tersenyum penuh kemenangan. “Rencanaku berhasil rupanya. Efeknya sangat cepat. Di luar dugaanku.” ucap Revand dalam hati. Sepertinya pria itu memang memiliki niat buruk pada Elara tanpa disadari oleh gadis itu. Entah apa yang tengah direncanakan pria itu pada Elara namun yang jelas pria itu nampak sangatlah senang. Bak memenangkan sebuah permainan dengan hadiah yang luar biasa. “Aduh, kok makin panas begini?” keluh Elara pada Revand. “Masa sih? Aku kok merasa biasa-biasa saja. Apa kamu mau aku pesankan minuman segar lainnya?” ucap Revand seolah-olah ingin membantu walaupun bukan seperti itu niat di dalam hatinya. “Nggak… nggak perlu Revand!” ucap Elara sambil meneguk habis air lemon teanya tanpa sisa. Revand melihat hal itu makin sumringah dan berusaha makin mendekati gadis itu. Awalnya ia hanya mendekati Elara dari posisi duduk saja, tapi lama kelamaan Revand mulai berani merangkul Elara dan mulai merayunya untuk ikut bersamanya. “Ehm, bagaimana kalau kita pergi saja dari sini?” ajak Revand lembut menggoda. “Pergi? Kemana?” tanya Elara penuh tanya. “Iya, pergi ke mana saja. Mungkin udara di sini kurang cocok dengan kamu. Aku tahu sebuah tempat yang menawarkan udara yang lebih sejuk dan aku yakin kamu akan merasa nyaman di sana. Bagaimana?” tanya Revand yang terus merayu Elara. Elara yang mendengar hal itu nampaknya mulai tergoda untuk mengikuti ucapan Revand. “Memangnya tempat itu di mana? Dan sejak kapan kamu tahu tempat seperti itu?” Elara bertanya dengan polosnya. “Kamu tenang saja, dan serahkan semua padaku. Aku yakin kamu akan senang dan rasa kepanasan kamu itu bakalan hilang dengan sendirinya.” Revand berkata dengan penuh keyakinan. Tanpa pikir panjang lagi, Elara hanya bisa mengangguk dan menuruti semua perkataan Revand. Revand pun dengan sigap merangkul tubuh seksi Elara lalu kemudian mengajaknya pergi dari tempat itu untuk ikut bersamanya. “Ya sudah Revand, ayo kita pergi sekarang saja. Aku benar-benar sudah merasa tak nyaman dan sangat kepanasan.” ucap Elara sambil membalas rangkulan Revand padanya. “Ayo, kita pergi sekarang.” ucap Revand sambil mengeratkan rangkulannya pada pinggang ramping Elara. --- Elara bak kerbau yang dicocok hidungnya saja saat itu. Ia hanya menurut saja pada apapun yang dikatakan dan dilakukan oleh Revand tanpa menolak sedikit pun. Entah apa yang sudah dilakukan oleh Revand pada wanita seksi yang kini seolah sudah ada dalam genggamannya. Revand semakin berani menyentuh bagian tubuh Elara. Yang awalnya hanya merangkul bagian atas tubuh Elara, yaitu bahunya, kini mulai menjalar ke bagian sensitif wanita lainnya. Tangan Revand mulai menjelajah liar. Rangkulannya pelan-pelan turun ke bawah menuju pantat Elara yang sangat berisi dan perlahan tangannya mulai menuju area tengah, yang merupakan area paling sensitif wanita. Namun anehnya, Elara tak sedikit pun keberatan akan perlakuan Revand itu. Elara justru hanya diam dan terlihat seolah menikmati setiap sentuhan penuh makna Revand itu. Sesuatu tengah membuat Elara tidak seperti dirinya sendiri. Karena apapun yang dilakukan Revand padanya seolah membuat dirinya benar-benar merasa nyaman apalagi saat pria nakal itu menyentuhnya. “Ayo pelan-pelan,” ucap Revand sambil menutup pintu mobilnya dengan penuh senyum kemenangan. Revand pun dengan cepat memacu mobilnya menuju tempat yang sebenarnya sudah dia siapkan sesuai rencana yang tengah dia buat. “Kita sebenarnya ke mana, Revand? Dari tadi belum sampai-sampai juga?” tanya Elara mulai curiga. “Iya, maaf tempatnya lumayan jauh dari tempat awal kita tadi. Sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Nanti begitu santai, secepatnya aku bangunkan kamu.” ucap Revand mencoba menenangkan. Revand nampaknya sengaja memacu mobilnya dengan kecepatan yang minimum agar dirinya bisa leluasa menikmati waktu bersama Elara. Mungkin lebih tepatnya menikmati tubuh Elara dari luar sebelum tujuan utamanya tercapai. Selama di dalam perjalanan menggunakan mobil, Revand memberikan pelayanan yang sangatlah istimewa untuk Elara. Di mulai dari dirinya yang membukakan dan menutupkan pintu mobil untuk Elara, memanjakan telinga gadis itu dengan musik klasik kesukaannya, hingga menyalakan AC mobil untuk meredam rasa panas di tubuh Elara. Tapi apa yang Revand siapkan tidaklah gratis. Dia menuntut bayaran yang lebih dari apa yang dia berikan. Dia memang melayani Elara dengan baik selama di mobil namun, dia juga mengambil keuntungan yang cukup besar dari itu semua. Perlahan namun pasti, tangan liar Revand tidak seketika diam dan fokus pada jalan. Dia terus saja menyentuh tubuh molek Elara mulai dari pipi, bibir, hingga tubuh bagian bawah bahkan area sensitif Elara berulang kali dia sentuh. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Revand sambil menyentuh tubuh Elara terus-menerus. “Oh, Revand.” Elara mendesah pelan, sambil menggigit bibirnya kuat-kuat. Revand merasa menang karena Elara sama sekali tak melawan. Pria itu pun semakin berani menyentuh tubuh Elara. Kini tangan Revand bahkan mulai menjamah bagian payudara Elara yang tampak menonjol, sangat sempurna. “Wah, sebentar lagi aku akan bisa menikmatimu.” Revand menelan ludahnya penuh nafsu.“Kalau kamu mau, sentuh aku, Ben. Aku akan berikan tubuhku malam ini untukmu,” ucap Liza yang kini sudah melepaskan bra nya.Kedua payudaranya bergantung sempurna, sangat besar dan bulat seperti silicon. Perlahan ia juga melepaskan celana dalamnya dan kembali membuka kedua kaki untuk duduk di pangkuan Ben.Malam itu, ketegangan di ruang tamu rumah Ben berubah menjadi panas yang tak bisa ditahan lagi. Nafas Ben terengah, otaknya berkata tidak, tapi tubuhnya sudah menyerah sejak lama.“Liza, jangan,” suara Ben parau, tetapi tangannya sudah bergerak sendiri, meraba pinggang mulus gadis itu yang sudah tak tertutup sehelai kain pun.“Ben, tolong,” bisik Liza, seraya melingkarkan kedua lengannya di leher Ben, dan menempelkan payudara montoknya di dada pria itu.“Aku butuh kamu. Aku butuh tahu siapa yang sudah membuat Arion berubah. Aku tahu kalau hanya kamu yang bisa melakukan itu. Jadi, malam ini kamu bisa menikmati tubuhku sepuasnya asalkan kamu mau membantuku.” Jari Liza menangkup rahang
Di Jakarta, lampu-lampu kota masih menyala terang, tapi di dalam apartemen lantai 20 milik Elara, suasananya terasa semakin mencekam. Tirai jendela ditutup rapat, semua lampu dipadamkan, hanya lampu meja kecil di pojok kamar yang menyala redup.Elara duduk di sofa, tubuhnya gemetar, matanya terus menatap pintu seakan-akan ada seseorang yang akan mendobrak masuk kapan saja.“Kalau dia datang lagi, aku harus gimana?” bisiknya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar.“Revand itu benar-benar nekat. Berani-beraninya dia datang ke apartemenku?”Bayangan Revand, lelaki brengsek yang pernah nekat datang ke apartemennya beberapa malam lalu, terus menghantui pikirannya. Ingatan tentang tangan kasar itu, tatapan buas itu, membuat Elara menggigil. Dia tahu, bertahan di sini sama saja dengan menunggu neraka datang kembali.“Aku nggak bisa begini terus. Aku nggak bisa tenang, dan nggak bisa tidur. Kalau nanti dia datang lagi gimana?”Setelah semalaman tanpa tidur, Elara akhirnya membulatka
Berlin, Jerman.Kini di sebuah club malam yang sangat ramai, lampu warna-warni terlihat sangat jelas memenuhi ruangan. Suara musik yang keras, menghantam indra pendengaran orang-orang yang ada disana.Tepat di sebuah club malam berbintang, Arion baru saja mendudukkan bokongnya di salah satu sofa. Namun, seketika pria itu terperanjat kaget ketika seorang gadis cantik nan berpakaian setengah terbuka, langsung menghampiri dan duduk di pahanya."Aku sangat merindukanmu, baby," bisik Liza, dengan tangan yang sudah melingkar di leher Arion."Aku juga merindukanmu, baby," bisik Arion, yang kini mulai ikut melingkarkan tangannya pada pinggang ramping milik Liza.Pria itu tersenyum menatap wajah cantik kekasihnya yang lama tidak dia lihat. Liza menangkup kedua pipi Arion, lalu dengan lembut ia mengelus pipi kekasihnya itu."Tapi kamu masih cinta padaku kan, Sayang?" tanya Liza tanpa ragu, dan membuat Arion lekas menganggukkan kepalanya."Tentu saja aku masih sangat mencintaimu, baby."Liza ter
Prok, prok, prok. Suara high heels menghantam lantai marmer hotel berbintang lima, menggema di lobi yang megah. Lampu kristal berkilauan di atas kepala, namun kilau itu sama sekali tak mampu menutupi wajah berantakan seorang gadis yang melangkah cepat, hampir berlari. Air mata membasahi pipi mulusnya, luntur bersama riasan tipis yang sejak awal mempercantik parasnya. Elara. Gadis itu menggigit bibirnya, matanya merah penuh amarah. “Brengsek! Semua gara-gara Revand sialan itu. Aku harus bikin perhitungan!” desisnya begitu tiba di depan hotel, menepis tatapan ingin tahu dari beberapa tamu yang baru saja datang. Tangannya gemetar saat merogoh ponsel dari clutch kecilnya. Dengan jari yang masih basah air mata, ia buru-buru memesan taksi online. Udara malam menusuk kulitnya, namun panas di dadanya jauh lebih membakar. Tak lama kemudian, mobil berwarna hitam berhenti tepat di depannya. Elara masuk tanpa banyak bicara. Di kursi belakang, ia bersandar dengan napas tersengal. Lampu jalan
Elara terus berusaha menutupi tubuh polosnya dengan sehelai selimut, yang saat ini juga tengah menutupi tubuh indah nan menawan milik Arion. Jujur saja sebenarnya ia masih merasa geram, karena sedari tadi pria itu terlihat selalu menatap remeh ke arahnya. Bahkan Elara bisa melihat, kalau Arion terus saja mencuri pandang untuk memanjakan kedua matanya dengan setiap inci keindahan dari tubuh Elara. Merasa bahwa Arion terus saja memperhatikan tubuh indahnya, membuat Elara segera menarik selimut ke arahnya dengan maksud untuk menutupi seluruh tubuhnya, tanpa seinci pun yang akan bisa dilihat oleh sang aktor. Namun, rupanya apa yang dilakukan oleh Elara itu justru menimbulkan pemandangan tak terduga. Bagaimana tidak? Saat ia menarik selimut ke arahnya, justru hal itu membuat selimut tergeser dari tubuh Arion, membuat tubuh polos pria itu terekspose sempurna. Bahkan Elara bisa melihat, bahwa bagian bawah pria itu masih berdiri tegak dengan gagahnya. "Aaa … apa yang kamu lakukan hah?" ter
Bersamaan dengan itu, pria itu pun akhirnya bisa membobol dinding pertahanan yang Eara jaga mati-matian selama ini. Elara terus menjerit kesakitan dan sesekali meracau, ketika pria itu menghentaknya dengan berbagai ritme gerakan. Pergulatan panas pun terjadi dengan begitu dahsyat malam itu, karena ternyata pria itu sangatlah hebat di atas ranjang. Sedangkan pria itu tak hentinya memuji Elara, karena gadis itu terasa begitu nikmat dan berbeda dari wanita-wanita lain yang pernah tidur dengannya. Setelah bermain sekitar dua jam, akhirnya mereka pun sama-sama terkulai lemas setelah mencapai puncak kenikmatan. * "Aww." Elara terbangun dengan memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. "Apa yang terjadi?" Gadis itu menatap ke sekeliling tempatnya berada saat ini. Ia merasa sangat asing dengan tempat ini, dan Elara yakin jika tempat ini bukanlah rumahnya ataupun kamar tidurnya. "Ada dimana aku?" tanyanya lagi dengan raut wajah penuh kebingungan. Elara pun mencoba untuk bangun