Tak ada yang bisa dibawa oleh Nadya malam ini kecuali sebuket bunga untuk calon ibu mertuanya. Ya, walaupun Sam tak mempermasalahkannya tapi tetap saja Nadya tak enak hati jika datang dengan tangan kosong.
Biasanya, Nadya akan membawa kue buatannya untuk dibawa ke rumah orang tua Sam. Tapi ketika kekasihnya mengatakan jika tak ada yang menyentuh ke tersebut selain dirinya, sejak itulah Nadya tak pernah membawanya lagi. Dia sadar kalau kue buatannya tak berkelas dibanding dengan kue yang biasa mereka dapatkan di brand ternama. "Aku gugup, mas." Ucap Nadya ketika mereka baru saja tiba di istana megah milik Samudera. "Jangan takut. Ada aku disini." Samudera membukakan pintu mobil untuk kekasihnya. Malam ini, Nadya tampil cantik dan elegan. Sesuai dengan kriteria calon istri yang diberikan oleh ayahnya. Menegapkan punggungnya, Nadya melangkah sembari memegang erat tangan Sam. Rasanya tangan ini ingin terus digenggamnya, ia takut kehilangan jika nantinya bertemu dengan keluarga kekasihnya. Pintu utama dibuka, seorang pelayan mempersilahkan tuan muda dan tamunya untuk duduk di ruang keluarga. Tak lama orang tua Samudera muncul dari atas. "Papa.. mama.." sapa Sam. "Kemana saja kamu tidak pulang semalaman?" Tanya Mahendra sambil melirik wanita yang ada di samping anaknya. "Ada urusan." Sahut Sam seadanya. Ia lalu menarik tangan kekasihnya dan menggenggam erat. "Selamat malam, Tuan, tante.." sapa Nadya gugup bukan main. "Selamat malam, sayang.. kamu kelihatan cantik malam ini." Julia seperti biasa akan bersikap hangat. "Maafkan saya hanya bisa memberikan ini." Nadya menyerahkan satu buket mawar merah kepada calon ibu mertuanya. Julia pun terlihat senang. "Kamu nggak perlu repot. Ayo, duduk dulu. Kalian sudah makan malam?" "Kebetulan belum." Jawab Sam. "Kalau begitu kita makan malam bersama, papa dan mama juga belum makan." Bersama Mahendra dan Julia, keduanya pergi ke meja makan. Nadya masih tampak canggung karena berkumpul di keluarga kecil ini. Seperti apa, ya? Mereka hanya bertiga tapi sangat dingin. Tak ada kehangatan di dalamnya. Hanya ada Julia yang bersikap manis. Sedangkan, Mahendra memberikan tatapan memilukan. Seakan menguliti Nadya yang saat ini sedang berubah warna. "Jadi apa tujuanmu membawa perempuan itu kemari?" Tanya Mahendra tanpa basa basi. Dia sudah bosan mendengar rengekan anaknya untuk menikahi gadis itu. "Tepat sekali papa menanyakan itu, aku memang ingin menyampaikannya. Aku akan menikahi Nadya." Julia langsung menatap suaminya. Seperti dulu, jika Sam mengutarakan niatnya, keduanya akan bertengkar. Dan Julia harus mengantisipasinya. "Menikahi wanita biasa yang tidak berpendidikan?" "Menurut papa definisi wanita berpendidikan itu seperti apa?" Pancing Sam. "Papa tahu betul secerdas apa Nadya ini. Dia bisa masuk ke sekolah internasional tanpa tes. Hanya karena dia tidak beruntung saja dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Kalau tidak, papa bisa membayangkan betapa cemerlang karirnya sekarang." Tatapan Mahendra lalu beralih pada Nadya yang tengah tertunduk. "Apa kamu tidak punya pilihan selain wanita ini? 7 tahun, Sam. Kamu masih setia padanya!" "Aku hanya mencintainya." Sam menatap kekasihnya dengan ketulusan dan itu bisa terlihat oleh Julia. "Lalu kamu, Nadya. Kenapa kamu bisa bertahan selama itu dengan anakku? Apa kamu benar-benar serius dengannya?" Nadya yang tadi tertunduk langsung menegakkan kepalanya. "Iya, Tuan. Mas Sam, pria yang sempurna. Dia menyukai saya apa adanya tanpa memandang status dari mana saya berasal. Kami saling mencintai." Butuh keberanian yang besar mengungkapkan itu pada Mahendra. Karena selama ini, pria itu sama sekali tak mau berbicara padanya. Mahendra hanya bisa menghela nafas panjang dan beralih menatap istri cantiknya. "Persiapkan pernikahan! Aku takut jika mereka malah memberiku cucu terlebih dahulu sebelum menikah." "Apa?" Sam jadi terkejut. "Papa merestui kami?" "Anggaplah seperti itu." Sam bersorak dan bangkit dari duduknya. Ia lalu memeluk Mahendra dengan bahagia. "Terima kasih, pa." Mahendra berdeham dan melepaskan pelukan anaknya. "Setelah ini jangan merengek lagi!" Mahendra pun bangkit dari duduknya dan pergi naik ke atas menuju kamarnya. Sedangkan, Sam langsung memeluk Nadya. "Kamu lihat sendiri.. perjuangan kita membuahkan hasil." Nadya juga tersenyum panuh haru. Akhirnya, diri ini diterima juga oleh keluarga Mahendra yang kaya raya ini. "Ehem.. kamu melupakan mama, nak?" "Astaga!" Sam jadi tertawa dan memeluk ibunya. "Terima kasih, mama!" "Sama-sama, sayang. Setelah ini kita akan sibuk mengurus pernikahan." "Kami menyerahkan semuanya pada mama." "Kalau begitu, mama akan senang hati menerimanya." Julia jadi tertawa. "Mama akan memilih wedding organizer terbaik di negeri ini." Oleh karena ini adalah pernikahan calon pewaris dari perusahaan Guardian maka harus dirayakan secara meriah. Julia mulai sibuk berdiskusi dengan WO yang dipilih. Nadya pun juga diajak untuk memilih undangan dan baju pengantinnya. Sebuah hotel bintang 5 pun dipilih untuk resepsi pernikahan. "Saya ikut tante saja soal temanya." Ucap Nadya tahu diri. "Jangan begitu. Yang menikah itu kamu dan Sam, masa tante yang menentukan." Jawab Julia ketika mereka tengah meeting dengan WO kala itu. "Sebenarnya saya punya impian, tapi saya takut merepotkan." "Ya, ampun.." wanita paruh baya ini tertawa. "Kamu akan menjadi keluarga kami, tidak masalah jika akan direpotkan, sayang.. sekarang ceritakan impianmu?" "Mungkin terdengar kekanak-kanakan, tapi saya ingin sekali menikah dengan tema kerajaan." "Oh.. itu malah bagus, kan? Samudera adalah pewaris tunggal perusahaan Guardian, jelas pernikahan harus dilaksanakan dengan megah. Dan tema kerajaan adalah solusinya." Julia menjetikkan jarinya. "Kalau begitu, kita pilih itu saja." Hari demi hari berlalu, Julia dan Nadya semakin sibuk mempersiapkan pernikahan. Begitu juga dengan Sam yang mengikuti Mahendra bekerja. "Setelah pernikahanmu, maka kita akan memulai pengangkatanmu sebagai CEO di perusahaan ini." "Papa ingin pensiun?" Tanya Sam. "Iya. Papamu sudah tua untuk memikul beban perusahaan. Sekarang sudah saatnya papa beristirahat. Papa ingin pergi berbulan madu dengan mamamu." Sam tersenyum. "Silahkan. Asal jangan memberikanku adik saja." Kesibukan Sam dan Nadya membuat keduanya jarang bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Bahkan saat fitting baju pengantin pun mereka tak bisa bertemu karena Sam yang ditugaskan Mahendra untuk pergi keluar kota. "Apa ada yang kurang dengan gaunmu?" Tanya Julia. Nadya tampil cantik dengan gaun pengantin ala putri dongengnya. Ia sampai mengerjap menahan air matanya yang ingin tumpah. "Tidak, tante. Ini sempurna." "Syukurlah." Julia tersenyum sembari memandang calon menantunya. "Kamu cantik sekali, sayang.." "Terima kasih, tante." Pintu dibuka membuat keduanya menoleh. Nadya sampai meremas gaunnya ketika melihat siapa yang datang. "Sayang.. kamu baru tiba? Ayo coba gaunmu dulu." Ajak Julia pada suaminya. Mahendra hanya berdeham dan mengikuti langkah istrinya. Dari ekor matanya, ia melihat Nadya yang sedang memakai gaun pengantin itu. Tak sadar, tangan Mahendra langsung mengepal erat.Baik Julia maupun Nadya bergantian melihat Sam dan Mahendra yang sama-sama beradu pandangan. Tak bisa Julia biarkan jika seperti ini. Apa mereka lupa kalau memiliki hubungan darah?Oh, Julia tak mau hubungan antara ayah dan anak ini merenggang. Apalagi akan ada cucu yang menjadi pelengkap keluarga mereka."Duduk disini, Sam!" Belum saja Julia mengeluarkan suara rupanya Mahendra lebih dulu."Kita bicara sebentar."Sam mengusap lengan Nadya pelan, ia lalu mengajak istrinya duduk di sofa yang ada di ruang kerja. Begitu juga Julia yang mengambil tempat."Mau bicara apa?" Tanya Sam dingin."Mamamu benar. Dua bulan lagi istrimu akan melahirkan. Tolong pikirkan apakah tempat ini pantas untuk menerima seorang bayi? Ini tempat kerja bukan rumah.""Lalu apa mau papa? Menyingkirkan anakku?" Sam akan mengamuk jika hal itu terjadi.Mahendra berusaha untuk tenang menghadapi kemarahan anaknya. Ia mengerti sikap Sam begini juga karena ulahnya."Pulanglah ke rumah. Ajak istrimu.""Ke rumah siapa? Rum
Nadya melenguh ketika baru saja terbangun dari rasa kantuknya. Samar-samar dia melihat lampu kamar yang redup, hanya ada lampu tidur yang menyala. Sementara diluar dipastikan masih gelap. Sore tadi Nadya yang kelelahan langsung tertidur lelap.Namun bukan itu yang membuat Nadya terkaget melainkan Sam yang menurunkan kepalanya sejajar di perut Nadya."Geli, mas.." dahi Nadya mengkerut ketika Sam mengecupi perut Nadya yang membukit itu.Sam memeluk pinggang Nadya sembari menghadiahkan kecupan kasih sayang untuk calon buah hatinya yang berada di dalam sana."Kita ke dokter malam ini. Aku ingin melihatnya." Sam mendongak agar bisa menatap mata Nadya.Nadya setuju akan saran itu. Pukul 8 malam, keduanya pergi ke sebuah praktek dokter kandungan yang terkenal di kota ini. "Usia kandungannya sekitar 20 minggu." Ucap dokter pria bernama Chandra tersebut sambil memeriksa perut Nadya dengan alat usgnya."Lihat ini kepalanya sudah terbentuk, ini jari tangan dan kakinya."Sam dan Nadya menatap mo
Nadya menyeka keringatnya perlahan. Di atas sana matahari seakan menyengat kepalanya yang tertutup topi. Ia sampai memundurkan langkahnya dan kembali ke halte tempat dimana para pedagang asongan berkumpul.Wanita ini duduk di antara mereka sambil menghela nafas panjang. Semakin siang semakin terik hingga membuat Nadya merasa sesak. Ia sampai berkali-kali menata nafasnya."Istirahat aja kalau nggak sanggup." Tegur seseorang dari belakang.Nadya menoleh dan tersenyum. Wanita yang menegurnya adalah Rika, teman satu dagangnya.Selama tiga bulan pelarian, Nadya bersembunyi di terminal pemberhentian bus. Bergabung dengan pedagang asongan lainnya. Ini dilakukan karena Nadya yang sudah buntu akal.Ia ingin melarikan diri sangat jauh. Tapi dia tak memiliki apapun yang bisa dibawa kecuali perutnya sendiri. Dan untuk menyambut kehadiran calon buah hatinya, setidaknya Nadya harus punya pegangan untuk melahirkannya."Nanti aja, bentar lagi." Ucap Nadya tersenyum letih.Tak lama sebuah bis berhenti
Tiga bulan selanjutnya menjadi hari kebebasan untuk Sam. Hari ini dia resmi menceraikan Thalia.Wanita itu sempat menolak, bahkan mengemis ingin kembali pada Sam.Tapi setelah semua yang terjadi, Sam baru sadar jika yang diinginkan Thalia sejak awal hanyalah hartanya. Terbukti ketika Sam menghilang bahkan dinyatakan meninggal dunia, bukannya bersedih, Thalia malah menjual aset milik Sam.Julia dan Mahendra pun setuju atas perpisahan ini. Sekarang pria renta itu menyadari bahwa perempuan dengan pendidikan yang tinggi saja tidak cukup. Setidaknya wanita harus memiliki budi pekerti yang baik hingga dianggap layak untuk masuk ke keluarganya.Mahendra yang dulu arogan dan sombong kini termakan oleh penyakit. Tubuhnya tak sekuat dulu. Dia harus menjaga kesehatannya karena bisa jadi serangan jantung ini berulang bisa mengenainya. Dan sebagai istri yang baik, Julia selalu setia mendampingi."Sam nggak pulang lagi semalam?" Tanya Mahendra."Nggak. Mungkin sibuk di kantor."Mahendra mengambil p
Berkali-kali Sam memukul setir kemudinya. Wajahnya yang memerah, matanya yang berair sudah cukup menjelaskan betapa menyesalnya Sam saat ini."Andai waktu itu aku mendengarkannya.." lirih Sam. Air mata itu akhirnya mengalir dengan deras. Dia merutuki kebodohannya sendiri.Nadya yang tersiksa lahir batin karenanya. Sam yang meyakini jika wanita itu bersalah memberikan banyak luka pada Nadya. Entah sudah tak terhitung berapa kali Sam menghajarnya. Bukannya berlari ketika Sam pergi, tapi Nadya malah datang untuk menyelamatkannya.Dan sekarang.. Nadya memutuskan pergi ketika kehadirannya tak dibutuhkan. Dan terparahnya, ia pergi dalam kondisi berbadan dua.Andai nasib bisa ditukar, maka Sam lebih baik mengajak Nadya kawin lari saja. Dengan begitu, tak akan ada drama kebenciaan dari Mahendra dengan menjerat Nadya sebagai pelaku utamanya.Mobil ini akhirnya tiba di kantor polisi, Sam membuat laporan dan meminta mereka untuk mencari keberadaan Nadya. Bahkan jika perlu membayar, maka dia bers
Tanpa banyak berkata, Sam pergi dari rumah dan memutar mobilnya menuju jalan raya. Mencari di sekeliling kota apakah ada Nadya yang mungkin masih meninggalkan jejak.Sampai Sam teringat, ia memutuskan pergi ke restoran tempat istri keduanya bekerja. Ya. Gara-gara pengusiran Thalia waktu itu, Sam tak tahu dimana Nadya selama ini tinggal. Bertanya saja tidak sempat.Akhirnya sampai, tanpa berbasa basi Sam menanyakan Nadya. Wanita yang tadi siang ditemuinya ternyata masih bekerja."Tidak ada. Bukannya anda tadi yang membawa Nadya dari sini?" Wanita itu keheranan.Sam berdeham. "Benar. Tapi dia pergi tanpa pamit. Saya pikir dia kemari. Atau begini saja, tolong beritahu aku dimana alamat tempat tinggalnya."Dahi senior wanita ini mengernyit. Tadi siang pria ini kan mengaku sebagai suaminya Nadya. Tapi kenapa sekarang malah menanyakan alamatnya?Mengerti akan kecanggungan situasi ini, Sam menyelipkan beberapa lembar uang di tangan wanita itu."Saya mohon bantuannya.."Melihat beberapa lemba