Pantai malam itu masih menyisakan suara ombak yang lembut, tapi perjalanan pulang justru membuka bab baru.Di mobil, Anaya sudah mulai bersandar dengan mata setengah merem, wajahnya lelah tapi cantiknya tetap bikin Raka melirik diam-diam.“Eh, Anaya” Raka tiba-tiba buka suara.“Hmmm?” jawabnya malas, mata masih setengah tertutup.“Minggu depan ikut aku ke acara gala kantor ya.”Anaya langsung melek.“HAAAAH?!”Suaranya menggelegar sampai Raka kaget hampir banting stir.“Kenapa teriak, saset? Ini mobil, bukan konser dangdut!”“Mas Rakaaaa…”Anaya menutup wajah pakai kedua tangannya.“Aku nggak pernah ikut acara gala-gala an kayak gitu. Aku nanti malu-maluin!”“Yaelah, gala kantor aja kok kayak mau pesta kerajaan Inggris.”Raka santai sambil senyum jahil.Anaya langsung duduk tegak, waja
Klinik kecantikan itu wangi banget, kayak campuran mawar, jeruk nipis, sama entah apa lagi.Anaya duduk manis di kursi pasien, sementara Raka di sampingnya kelihatan lebih mirip bodyguard daripada suami kontrak.“Gimana dok, kulit saya sehat kan, nggak masalah sama kulit gosong saya?” Anaya tersenyum, matanya berbinar penuh harapan.Dokter yang elegan dengan jas putihnya memeriksa wajah Anaya sebentar, lalu mengangguk.“Sehat kok, Mbak. Bagus malah. Cuma kalau mau glowing maksimal bisa coba laser.”Anaya melirik Raka dengan wajah penuh kemenangan,“Tuh kan, kulit aku sehat. Kamu suka nyindir aku pake skincare kebanyakan.”Raka nyengir sambil menyilangkan tangan.“Ya kan aku khawatir, jangan-jangan yang kamu olesin itu bahan kimia berbahaya. Ternyata sehat, syukurlah. Eh tapi laser tuh ngapain sih dok? Jangan-jangan istri saya ntar jadi lampu neon?”Dokternya sampai ketawa,
Matahari baru naik setengah lingkaran di langit timur. Rumah besar Opa Hartono mulai ramai dengan suara burung di halaman depan dan aroma kopi yang mengepul dari dapur. Suasana kamar Raka dan Anaya masih tenang, hanya terdengar suara lembut AC yang berbunyi. Anaya masih di kamar, sibuk bercermin dengan wajah cemberut. “Aduh gosongnya masih ada. Mas Raka ini gimana sih, katanya aku cantik eksotis. Eksotis dari mana coba…” gumamnya sambil mendekatkan wajahnya ke kaca. Sementara itu, di luar kamar, Raka baru saja turun dari lantai dua, masih dengan rambut sedikit acak karena habis mandi. Ia mengenakan kemeja biru muda, dan Jas biru dongker, terlihat lebih segar dibanding biasanya. Kopi hitam sudah di tangannya, tapi belum sempat ia seruput, Opa Hartono langsung mendekat dengan wajah penuh penasaran. “Rakaaa…” suara Opa menggoda, seperti wartawan yang mencium bau gosip. Raka yang masih setengah sadar langsung berhenti melangkah. “Ada apa Opa, aneg aja melihat ekspresi
“Ya sudah, ntar mas anterin besok ya.” Suara Raka terdengar lembut. "Tapi...Mas nganterinnta nggak bisa pagi atau siang, mas banyak janji temu sama klien besok. Sore aja ya, sekalian pulangnya kita makan malam di luar.”Anaya yang tadinya menatap langit-langit kamar langsung menoleh. Mata bulatnya berbinar seperti anak kecil diberi permen.“Okeey… mas yang janji ya. Aku tungguin. Awas kalau mas lupa, aku ngambeg.”Raka mengangguk kecil.“Iya, janji. Sekalian kita makan enak besok. Kamu maunya ke mana?”“Terserah aja, yang penting seafood. yang bakarnya nggak pake gosong, nggak suka pait, cukup kulit aku aja yang gosong.”Raka tertawa pelan.“Dasar. Seafood aja sampe dikaitin ke kulit. dendem amat”“Ya kan trauma mas…”Anaya mengerucutkan bibirnya sambil memainkan ujung selimut.Suasana kembali hening. Hanya terdengar suara kipas angin berputar.Raka mulai hendak memejamkan m
Anaya masih saja duduk di tepi ranjang dengan wajah manyun. Sementara itu, Raka sudah rebahan, pura-pura memejamkan mata dengan napas yang dibuat-buat teratur. Anaya menatapnya curiga, bibirnya mengerucut kesal. “Mas…,” panggil Anaya pelan sambil menepuk pundaknya. Raka tetap diam. “Mas… jangan pura-pura tidur, ya. Aku tahu banget itu napas kamu napas pura-pura.” Raka masih menahan diri, nyaris tertawa. Anaya makin gemas, kini ia menepuk lebih keras. “Mas Raka! Jangan pura-pura bego deh. Nih, aku ngomong serius. Jangan pura-pura tidur, aku tahu kamu lagi acting!” Akhirnya Raka tak bisa menahan tawa kecilnya. “Hmmm, ada apa sih, Saset?” sahutnya dengan suara malas, seolah baru dibangunkan dari tidur nyenyak. Anaya langsung manyun, “Mas… nanti temenin aku ke dokter kulit, ya. Aku mau beli skincare buat ngilangin flek.” “Hmmm,” jawab Raka lagi. Anaya makin kesal. “Mas! Itu jawaban ‘hmmm’ artinya iya apa enggak, sih?” Raka membuka matanya, menoleh sebentar. “Bukannya ke do
Begitu mobil berhenti di halaman rumah Opa Hartono, Anaya langsung turun sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih ada sisa pasir.“Aduh, bau laut banget,” gumamnya.Raka terkekeh sambil menenteng tas kecil.“Ya iyalah, kita seharian di pantai. Kamu pikir bakal wangi bunga mawar?”Anaya manyun. “Pokoknya aku mau mandi dulu. Badanku lengket semua.”“Silakan, Saset. Nanti aku nyusul ”“Nyusul apaan! Jangan coba-coba masuk ke kamar mandi, Mas!”Anaya sudah mengacungkan jari telunjuknya dengan ekspresi mengancam.Raka hanya nyengir.“Ya kali aku mau ngajak mandi bareng.”“MAS!!!” Anaya melotot sebelum buru-buru lari masuk ke kamar.Raka hanya bisa tertawa keras melihat tingkahnya. “Astaga, bocah satu itu. Baru juga nyebut mandi, reaksinya udah kayak mau perang dunia ketiga.”Di dalam kamar mandi, Anaya be