Share

Bab 3

KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU

BAB 3

Sudah pasti Papi akan mencincangnya hidup-hidup dan sampai mati Papi gak akan pernah merestui hubungan kalian," ucap mas Ibra dengan semangat seolah-olah dia tengah berorasi. Dan lucunya wajah Fiona maupun Fahri tentu saja sudah pucat seputih kapas. 

Yess, satu kata untuk mas Ibra. I love you full forever! Hahahaha. 

"Ah, y-ya jelas saja Mas Fahri enggak seperti itu dong. Kan Papi tahu kalau Mas Fahri istrinya meninggal. Lagian aku juga gak mau kalau Mas Fahri masih memiliki istri. Mana tega aku menghancurkan rumah tanga orang lain, Pi," jawab Fiona yang membuatku menggelengkan kepala samar.

Bagaimana dia masih bisa bersandiwara padahal jelas di depannya sekarang ada aku mantan istri pria yang sekarang menjadi suaminya. Hemm, sangat menarik. Sepertinya permainan akan lebih menyenangkan kali ini. Baiklah kalau begitu aku akan ikuti cara bermain kalian. Dan akan aku pastikan kalian yang akan mendapatkan hadiah dari permainan yang kalian buat snediri. 

"Yasudah, Papi percaya kok kalau anak Papi yang satu ini tidak akan pernah salah pilih. Ayra, mari kita turun. Biar gantian sama yang lainnya. Aku juga mau kenalin kamu sama teman-teman bisnisku," ajak mas Ibra padaku. Tentu saja aku menganggukkan kepala menyetujui ajakan calon suamikj itu. 

Namun, sebelum aku benar-benar turun dari atas panggung. Aku sedikit menbisikkan kalimat yang kurasa dapat membuat calon anak tiri dan menantu tiriku itu mati kutu. 

"Jangan pernah remehkan aku. Kalau aku mau aku bisa saja membingkar kebusukan kalian pada Mas Ibra. Tspi sayangnya aku masih ingin bermain-main terlebih dahulu dengan kalian. Silahkan nikmati hari-hari yang mebakutkan bagi kalian mulai dari sekarang." 

Setelah aku puas mengatakannya pada Fiona dan Fahri tentu saja aku langsung turun dari panggubg dan segera menyusul mas Ibra yang sudsh berjalan terlebih dahulu di depanku. 

***

Aku membuka pintu kamar dan setelahnya aku membuka semua printilan aksesoris baju dan perhiasan yang kupakai untuk menghadiri pesta pernikahan Fahri dan Fiona tadi. 

Sedelah hanya menyisakan tanktop dan celana pendek saja aku pun merebahkan diri di atas kasur. Sejenak memejamkan mata untuk menghilangkan penat karena terlalu lama memakai high heels tadi. Tidak pernah aku berpenampilan paripurna seperti tadi. Akan tetapi, sedikit banyaknya aku bersyukur. Karena pengkhianatan Fahri,  aku justru bisa merubah penampilan dan bertemu dengan mas Ibra. 

Ah, setiap memikirkan pria itu aku seketika tersenyum-senyum sendiri. Entahlah, rasanya sulit untuk kuungkapkan. Seolah-olah bunga-bunga yang sedang bermekaran tengah mengisi hatiku saat ini. 

Mungkin kalian menganggapku gila? Karena aku menyukai pria tua. Ah, itu urusan kalian, nyatanya aku justru terpikat oleh pria tua itu. Wajahnya, tubuh tegapnya meski usia tak lagi muda apalagi saat dia berbicara itu benar-benar berkharisma. 

Eits, tapi tetap jangan lupakan tujuan utama aku menggaet papi dari Fiona. Tidak ada niat sedikit pun aku untuk menghancurkan rumah tangga yang baru saja mereka bangun. Akan tetapi, aku hanya ingin memberikan keduanya pelajaran bahwa tidak semua keinginan kita harus dikabulkan hanya karena kita memiliki uang banyak. 

Akan kuajari mereka cara menjadi manusia yang lebih baik. Bukankah merebut hak milik orang lain itu perbuatan yang keji? Yah, seperti itulah Fiona dan Fahri. Manusia terlicik yang pernah aku kenal. 

Drrrttt

Drrtt

Aku membuka mata saat ponsel yang kuletakkan di sampingku bergetar. Aku gegas mengambilnya dan melihat siapa yang menghubungiku malam-malam seperti ini. 

Mataku membelalak melihat nama siapa yang tengah menghubungiku kali ini. Mas Ibra! Hah, panjang umur si aki-aki itu. Baru saja aku memikirkannya dan kini dia sudah menghubungiku. Ah, seperti memiliki telepati saja dia itu. Hihihi. 

Gegas aku mengangkat telepon darinya karena aku tak mau dia menunggu terlalu lama. 

"Halo," ucapu saat telepon tersambung. 

"Halo, Ayra. Kamu sudah tidur? Maaf ya kalau aku mengganggumu." 

"Ah enggak kok, Mas. Baru saja aku rebahan velum sampai tidur sih." Terdengar kekehan kecil dari seberang sana. Aku membayangkan mas Ibra pasti sedang tersenyum karena selorohanku. 

"Kamu ini, sedang capek masih bisa-bisanya melucu. Tapi aku suka kok." Aku tersenyum mendengar ucapan mas Ibra. Hatiku seperti dikelilingi oleh kupu-kupu yang cantik dan berwarna-warni. 

"Ada apa, Mas? Apa ada masalah makanya Mas menghubungiku malam-malam begini?" tanyaku pada mas Ibra. Tidak biasanya dia menghubungiku malam seperti ini. Paling tidak dia tuh pas jam makan siang atau sore setelah pulang bekerja. 

"Hemmm aku mau tanya pada kamu tentang kesan pertama kamu bertemu dengan putriku. Gimana menurutmu?" 

"Kenapa bertanya begitu? Apakah senyumanku yang selalu mengembang sempurna saat Mas mengenalkanku dengan Fiona tadi masih belum cukup?"

"Jadi?"

"Ya jadi, aku menyukai putrimu. Dia wanita yang manis dan bisa bersikap baik padaku." Aku memutar bola mata malas dan rasanya ingin muntah saat mengatakan hal itu. Tentu saja itu kulakukan agar mas Ibra mau menikah denganku terlebih dahulu. Aku akan menjadi kelinci yang penurut, lucu, dan menggemaskan. Akan tetapi, saatnya nanti tiba maka aku akan menjelma menjadi seorang monster yang sangat menakutkan bagi Fiona juga Fahri. 

"Benarkah itu? Jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?" tanyaku dengan kening berkerut. 

"Ya kapan kita akan menikah? Aku sudah tidak sabar."

"Emm Mas, apa ini tidak terlalu terburu-buru? Yang pertama masa iddahku kan belum selesai. Yang kedua kits baru saja kenal dan menjalin hubungan. Aku takut nabti Mas Ibra kecewa padaku."

"Kecewa? Kecewa kenapa? Aku sudah sangat yakin sama kamu Ayra. Entah kenapa hatiku justru terpaku namamu saja. Selama ini banyak perempuan yang mendekatiku untuk menungguku meminang mereka. Tapi entah kenapa dari semuanya tidak ada yang benar-benar menarik perhatianku juga hatiku. Nyatanya saat kita bertemu aku justru jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan kalau soal masa iddah aku akan sabar menanti. Tiga bulan, selama itu aku akan menunggumu dan setelahnya aku akan resmi melamarmu."

"Tapi, Mas, orang tuaku sudah tiada. Aku hanya seorang yatim piatu yang tak jelas asal usulnya. Apakah kamu tidak malu jika nanti mengenalkanku pada keluarga besarmu? Terlebih lagi aku tidak memiliki pendidikan yang tinggi." 

"Tidak usah khawatirkan itu. Apa yang sudah menjadi pilihan dan keputusanku maka tidak akan ada yang bisa mengusikmu. Kalau di belakangku sih terserah saja. Toh kita tak mendengarnya. Tapi, jika aku mendengarnya maka akan kubuat bungkam siapa yang berani menghinamu." Aku tersenyum mendengar jawaban dari mas Ibra. Rasanya hati ini benar-benar tersentuh. Apakah ini yang dinamakan puber kedua? Ah, kurasa tidak. Kan usiaku baru saja genap 27 tahun sedangkan mas Ibra sekitar 48 tahun. Masih muda bukan? Hihihi. 

"Lalu bagaimana dengan putrimu?"

"Ah tentang Fiona dia pasti setuju kok. Lagian kan dia juga yang memintaku untuk segera menikah jauh sebelum kamu hadir dalam hidupku. Katanya dia gak tega lihat aku kesepian sendiri tanpa pasangan hidup sedangkan Fiona sering keluar untuk sekedar jalan dengan Fahri." Aku membulatkan mata mendengar kejujuran dari mas Ibra. 

Fahri dan Fiona sering jalan? Itu artinya mereka sudah lama berhubungan sebelum aku tahu tentang mereka. 

"Jadi Fahri sama Fiona sudah berapa lama pacaran?"

"Satu tahun yah selama itu mereka berhubungan. Dan Fahri katanya sudah ditinggal istrinya sejak dua tahun yang lalu." 

Sialan Fahri! Bisa-bisanya dia mengatakan aku sudah mati dua tahun yang lalu. Itu artinya dia mendoakanku benar-benar mati? Huh, lihat saja kalian berdua nanti akan aku buat kalian tak berkutik setelah resmi menjadi istri mas Ibra. Mungkin untuk saat ini aku berpura-pura tak tahu apa-apa dulu tentang mereka. Selebihnya aku akan mencari tahu tentang keduanya dari mas Ibra karena aku yakin banyak hal yang aku tidak tahu mengenai hubungan Fiona dan juga Fahri. 

"Ayra? Kamu sudah tidur?".

" Iya Ayra nya lagi tidur nih." Terdengar gelak tawa dari seberang sana. 

"Mana ada orang tidur bisa nyautin begitu."

"Kan aku lagi becandain, Mas, karena suka amsaja dengar Mas ketawa. Emang gak boleh?"

"Boleh banget dong Sayang, bahkan kalau perlu kamu ambil ini giginya Mas dan letakkan di samping tempat tidurmu biar bisa setiap hari liatin Mas tertawa di sampingmu." 

Eh …. Kok jadi horor? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status