Perlahan-lahan namun pasti, mobil mewah yang tadi menjemput kami di bandara memasuki halaman rumah yang terlihat mewah dan megah di bilangan Jalan Sosrowijayan. Refleks, aku menggenggam jari-jemari tangan Kenzy yang terasa dingin. Sejujur-jujurnya kukatakan, dadaku dipenuhi dengan gelenyar-gelenyar lembut yang menyakitkan. Menyesakkan, sehingga dalam hati berdoa sekhusyuk mungkin, semoga nggak vertigo lagi. Jangan, jangan. Ya ampuuun! Jauh-jauh pulang dari Sleedorn Tuin hanya untuk menjadi pusat perhatian karena muntah-muntah hebat atau malah pingsan? Wuaaahhhh, big no!
Kenzy memandang wajahku dari samping, begitu dirver memarkir mobil berwarna putih mengikat itu di samping pohon kelengkeng yang berbuah sangat lebat. Sekian detik kemudian, dia mendesah berat, menghela napas panjang. Serta merta aku menoleh, menyelam hingga ke d
Jujur, kagum pada ketabahan Kenzy. Meskipun sempat ambyar kuadrat---terutama saat di makam Papa Snoek dia terlihat shocked dan nyaris pingsan---tapi lekas membaik dari waktu ke waktu. Sekarang malah sudah terlihat tenang dan mulai bisa tersenyum. Salut, salut, salut. Kalau aku, mungkin masih pingsan-pingsan sampai tahun ke depan. Oh, nggak, sepuluh tahun yang akan datang. Ya ampuuun! Aku kan, hanya punya Papa di dunia ini? Ya, yaaahhh ada Kenzy, sih. Tapi kan, nghak mungkin menjadi Papa? Iya, kan?Aku, menceritakan ini, bukan berarti lebih tabah dari pada Kenzy. Bagaimana mungkin? Laaah, baru sampai di makam saja, aku sudah nggak berdaya. Nggak, atas saran Mbak Pie dan Pak Sinto, aku nggak menangis sama sekali tapi rasanya seperti tubuh yang kehilangan ruh. Terlebih, saat melihat foto Papa Snoek yang diletakkan di a
Ternyata, Arunika datang ke rumah Sosrowijayan untuk menemui aku, atas permintaan Galih. Pelan-pelan sekali, nyaris berbisik dia menyampaikan itu padaku, "Sorry Nya, Galih yang nyuruh gue ke sini buat nemuin Lo. Lo nggak apa-apa kan, Nya?"Sumpah!Meskipun jetlag parah tapi aku masih bisa mengingat, bagaimana Kenzy telah mengancam Galih waktu kami bermalam di Changi Airport Hotel. Dia akan membuat Galih tutup buku kehidupan kalau sampai berani mengganggu atau mendekati aku lagi. Tapi ini, dia malah meminta Arunika untuk mengunjungi aku, bayangkan! Well, meskipun Kenzy terlihat tenang dan santai, seolah-olah nggak peduli tapi jangan meremehkan dia, lho. I mean look, he can be the strongest boxer in the world, really. By t
Time flies so fast!Tahu-tahu sudah satu minggu kami di Yogyakarta Hadiningrat, kota yang begitu berarti dan berharga. Terutama bagiku. Bukan hanya lahir, aku juga tumbuh dan besar di sini. Banyak cerita yang nggak bisa aku tuliskan satu per satu, selama aku tinggal di sini. Suka, duka, tangis, tawa … Beraneka rupa dan penuh warna. Standing applause! Karena dengan semua yang pernah membuat hati ini remuk dan lumat, aku masih bisa tersenyum. Dengan penuh keberanian dan rasa percaya diri, menatap dunia yang tak bersekat, tak terbatas. Mengalir seperti air sungai menuju samudera luas, meskipun kadang-kadang ingin berhenti dan mengakhiri semuanya cukup sampai di titik tertentu. Titik yang bagiku memberikan daya mati.Ah!
What the life!Siapa yang bisa menebak kehendak Tuhan? Nggak ada. Siapapun dia, yang mengaku bisa, berarti dia sudah sesat. Kita, manusia, hanya bisa berencana namun hasil akhirnya tetap berada dalam genggaman kekuasaan Tuhan. Apa saja yang Tuhan kehendaki terjadi, pasti terjadi. Ah! Termasuk meninggalnya Papa Snoek. Walaupun air mata kami berubah menjadi darah sekalipun, tetap itulah yang akan terjadi. Iya, kan? Huaaa, ooohhh, my God! 'Please, give Papa Snoek the most beautiful place there, beside of You.'"Kenzy," panggilku lirih sambil menggenggam jari-jemari tangannya yang dingin, "Kenzy, mau nggak nganterin aku ke lavatory?" aku bertanya dengan hati-hati, "Aku takut, Kenzy!"
Gemetar, aku mengembalikan smartphone Kenzy di atas tas punggungnya, sebisa mungkin sama persis seperti semula. Siapa tahu kan, ternyata Kenzy memiliki karakter perfectionist precious? Itu, karakter yang memperjuangkan kesempurnaan dalam segala sisi kehidupan. Precious atau presisi, kalau meletakkan atau menyimpan sesuatu harus sama persis dengan yang ada di dalam konsepnya. Yeaaahhh, who knows? OK! Semoga ini sudah sama persis dengan posisinya semula, sedikit lebih ke pinggiran tas yang sebelah kiri dan sedikit miring ke kanan.It is finished and now back to the chat!Anak menantu idaman. Anak menantu idaman. Anak menantu idaman. Maksudnya apa, coba? Oh yaaa, satu lagi, Kenzy terima kasih karena kamu sudah membantu kami
Mungkin ini yang disebut dengan keberuntungan tapi aku kurang yakin. Kenzy mengeluarkan smartphone, membuka gallery dan menunjukkan beberapa foto Kinanti. Tenang dan santai, dia menceritakan perihal kapan dan dimana foto-foto itu diambil. Foto pertama, di Bali, dalam acara liburan keluarga. Jadi keluarga mereka sama-sama berlibur ke sana dan sewaktu foto ini diambil, Kinanti mengajak Kenzy jalan-jalan ke pasar Sukowati. Nah, dia ingin sekali berpose di depan pintu masuk, jadi Kenzy menurutinya. Foto ke dua, di pantai Sanur. Kinanti berdiri menghadap ke laut sambil merentangkan kedua tangannya. Pose yang cantik, menurutku karena di sana dia terlihat lebih rileks dan menikmati. Berbeda dengan pose yang di depan pintu masuk pasar Sukowati tadi, senyumnya terkesan kaku. Foto ke tiga, di Besakih. Kinanti duduk di bangku kayu, menyedekapkan kedua tangan dan tersenyum lebar. Cantik, anggun dengan binar mata yang indah. Menu
Hellooo, Rumah Boneka!Akhirnya, sampai juga di rumah dengan selamat. Sehat, tak kurang satu apapun juga kecuali penampilan yang kusut masai dan ya, yaaahhh, you can imagine lah bagaimana kami setelah menjalani penerbangan selama delapan belas jam! Belum lagi, perjalanan darat dari rumah Sosrowijayan ke Adi Sucipto International Airport dan dari Schiepol Airport, Amsterdam ke Sleedorn Tuin. Termasuk waktu transit di Jakarta dan Bangkok. Total, berapa jam? Aku nggak terlalu ingat tapi yang jelas sekarang ini aku sakit, demam.Oooh, mungkin setelah ini aku trauma naik pesawat. Ah! Bisa jadi, phobiaku akan bertambah banyak setelah phobia lift, kegelapan, ketinggian dan kupu-kupu. Apakah itu? Plane Phobia.
"Kenzy!" aku berseru setengah menjerit memanggilnya, kesabaranku sudah di ambang batas sekarang dan nyaris ke luar, melompat menyerangnya, "Jawab aku Kenzy, apa yang kalian bicarakan? Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku, ha?"Nanar dan semakin menggigil, aku menatap Kenzy. Merayapi tubuhnya, inci demi inci. Terbayang kembali dalam benakku, bagaimana mereka berbicara saat video call malam itu, sungguh misterius. Bagaimana isi chat Papa … Sikap mereka selama kami di Yogyakarta pun aneh. Dekat, klik tapi juga aneh. Banyak gesture yang nggak kupahami di antara mereka. Papa menggedikkan bahu, Kenzy ikut juga. Kenzy mengernyitkan dahi, Papa ikut juga atau sama-sama membesarkan pupil mata. Aneh nggak, sih? Padahal kami hanya tergabung dalam sebuah obrolan santai, lho. Ya ampuuun! Memangnya apa saja sih yang kami obrolkan? Paling