Kenzy nakal!
Coba bayangkan, sempat-sempatnya dia menyentuhkan love kiss ke pipi kananku, sewaktu aku membantunya berjalan menuruni anak tangga. Ah, semoga Om Dirga nggak melihatnya. Bukan apa-apa. Malu, kan? Hehehehe. Ya, yaaahhh, bisa jadi malah senang sih, karena akhirnya keponakannya ini bisa hidup rukun, damai dan bahagia. Yeaaahhh, meskipun sedang dalam ujian berat dari Tuhan, sih. Ummm, nggak ada yang nggak mungkin kan, bagi Tuhan? Kalau Dia kehendaki Kenzy sembuh dalam sekejap mata, niscaya itulah yang akan terjadi. Satu yang pasti, Tuhan nggak akan membebankan apapun pada kami, kecuali kami sanggup memikulnya. Iya, kan?
"Iiihhh, Kenzy!" aku berbisik lirih dalam rangka protes, "Malu tahu, ada Om Dirga?" bisikku l
"Breech, ooohhh, my God … Aaaakkk … Breech!" Tante Bethanny menjerit-jerit tertahan di sela-sela kontraksi yang mendorongnya untuk mengejan tapi aku nggak tahu artinya apa sehingga berlari ke luar kamar, memanggil Om Dirga.Nora tidur di stroller jadi Om Dirga bisa segera mengikuti aku, "Ada apa, Anyelir? Auuuhhh, Nora rewel sekali!""Tante Bethanny, ummm, breech …?" sahutku dengan kepanikan yang semakin memuncak, "Breech, apa itu, Om?"Tanpa berkata-kata, Om Dirga berlari ke kamar, napasnya terdengar memburu yang kuterjemahkan dengan panik kuadrat. Meskipun begitu, aku menyempatkan diri melambai-lambaikan tangan pada Kenzy dan men
Amazing tralala!Kenzy rewel sekali hari ini. Hampir saja aku menyerah, sungguh. Rasanya seperti menjaga seorang bayi. Ah! Bahkan, mungkin berlipat-lipat payahnya dari pada itu. Kalau bayi, yang penting kenyang susu dan popoknya kering dan bersih, sudah beres. Dia akan tertidur lelap dengan sendirinya. Ya, yaaahhh, seenggaknya begitulah pengalamanku selama beberapa kali menjaga Nora. Naaahhh, kebetulan Nora type anak yang asyik diajak bermain. Tahan lama lah, nggak mudah bosan atau bagaimana. Dulu, waktu baru berumur satu setengah tahun saja, sudah asyik diajak bermain. Hehe. Apalagi sekarang? Wuaaahhhh, diajak bermain leggo atau balok saja sudah bahagia tiada tara.By the way mungkin karena sakit, ya?Menurutku Kenzy jadi childish. Tahu, kan? Kekanakan. Ng
Oh, God!Kenzy nggak mau dirawat di rumah sakit, meskipun kondisinya sudah semakin parah. Masih sadar tapi semakin lemah, hanya bisa berbaring di tempat tidur. Padahal mulutku sudah sampai berbusa-busa dalam rangka membujuknya supaya mau di rawat tapi tetap saja nggak mau. Bukan hanya aku yang mulutnya berbusa-busa tapi juga Om Dirga, Tante Bethanny dan Miss D juga tapi pendiriannya sudah benar-benar teguh. Alasannya? Dengan penuh ketabahan sekaligus harapan, membisikkan ini padaku, "Kalaupun aku harus pergi menghadap Allah, biarlah itu terjadi di rumah. Bukan di rumah sakit. Anyaaa Anyeliiirrr, aku nggak mau jauh-jauh dari kamu. Aku, maunya, kamu selalu temani aku!"Auuuhhh, bola mataku sudah tergenang air hangat, nyaris tumpah namun kutahan agar tidak menetes ketika mengatakan ini padanya, "Nggak Kenzy, nggak. Aku nggak
Nilai ujian sekolah bahasaku sudah keluar. Baru saja aku melihat pengumumannya di alamat email dan rasanya benar-benar speechless. Stunning. Well, it is like a dream. Masa sih, aku yang masih grotal-gratul bicaranya bisa mendapatkan nilai A? Tanpa tanda plus ya, tapi aku benar-benar bangga. I am so proud of my self, of course. That is my hard work's results. Apalagi kan kemarin ini banyak sekali liburnya. Bahkan, kalaupun bisa mengikuti kelas, selalu dalam kondisi ambyar konsentrasi. Sungguh. Aaahhh, you know lah, terlalu banyak hal yang terjadi dalam hidup ini![Ooohhh, thanks God! I am very happy to know about it, Mr. Abraham. Really, I feel ummm I don't believe that I can get A for my Conversation Examination and I don't believe that you wrote A too for my Grammar Examination. O'ooo, is it a dream? Please, don't say yes …!]
Ugh!Kalau nggak ingat masih ada Papa di dunia ini, juga Mama yang sudah tenang di alam sana, aku pasti sudah bangkit berdiri dan memukuli Marcella sampai babak belur. Untuk apa coba dia datang ke rumah kami? Alasan penting dan mendasar seperti apa yang membuatnya nekat seperti ini, ha? Apa nggak tahu, kalau dia sudah salah tempat? Salah besar!Kenzy semakin kritis, sekarang dirawat intensif di rumah sakit. Nggak mungkin dia bisa bersenang-senang dengannya. Itu satu. Nomor dua, Kenzy sudah berubah, nggak seperti dulu lagi. Nggak mungkin dia mau menyentuh tubuh Marcella lagi atau siapapun wanita di dunia ini selain aku, karena sudah berjanji. Ya, yaaahhh, Kenzy sudah berjanji atas Nama Tuhan kalau dia nggak akan pernah menyentuh ataupun disentuh oleh siapapun lagi, kecuali aku. Ratunya. His Queen. 
Om Dirga membawa kami melaju menuju Leiden Zieken Huis, melewati jalan-jalan yang terlihat sepi. Kosong menurutku, andai kami nggak melintas. Mungkin karena masih terlalu pagi, jadi orang-orang masih menikmati sarapan mereka bersama keluarga. Begitu, atau justru mereka sudah berangkat bekerja tadi, pagi-pagi sekali. Oooh, nggak, mungkin mereka sedang berlibur ke luar kota dan hanya tersisa kami di sini. Om Dirga sekeluarga dan kami. Keluarga kecil Kenzy Van Snoek. Percayalah, kata-kataku ini nggak akurat jadi tolong, jangan didengar. Abaikan saja!"Om," panggilku lirih nyaris tak terdengar, setelah menimbang-nimbang beberapa menit lamanya, "May I ask you some questions?" tanyaku sambil membenarkan posisi duduk, "It is about Kenzy dan Me!"Sumpah!Aku juga nggak tahu, b
"Belum selesai, Om?" aku bertanya dengan nada frustrasi dan lumat, lebih lumat dari makanan bayi yang baru belajar makan, "Masih ada lagi ya, Om?"Huaaa, ooohhh, my God!Seperti itu belum cukup untuk meluluh lantakkan diriku saja? Kenapa nggak sekalian melemparkanku ke lautan lepas sih, dulu itu? Ah, atau melepaskanku di balon udara yang dibawahnya sudah terikat bom nuklir atau apalah yang bisa meledakkanku di udara. Biar puas sampai tetes darah terakhir!Sekarang, siapa yang akan bertanggung jawab kalau ternyata seperti itu keadaannya? Papa atau Kenzy? Ya ampuuun, ooohhh, my God! Bagaimana mungkin Kenzy, sedangkan dia dalam keadaan kritis? Ah! Jelas, Papa lah yang seharusnya bertanggung jawab. Semua ini kan, karena ulahnya yang bodoh dan ceroboh? Sayembara Menuai
Dengan semangat hidup yang memancar penuh di raut wajahnya, Kenzy meraih jari-jemari tanganku. Dingin. Itu yang kurasakan dari genggamannya. Ah! Maksudku, jari-jemari tangan Kenzy terasa begitu dingin. Sedingin es, sehingga membuatku tertancap berjuta-juta anak panah bernama ketakutan. Kalau benar, dia dalam keadaan baik-baik saja seperti yang dikatakan Om Dirga tadi, bagaimana bisa tubuhnya sedingin ini? Iya, sungguh. Dalam perasaan khawatir yang mendera, aku melepaskan tangan kanan dari genggaman Kenzy, meraba telapak kakinya. Sama, dingin. Sedingin es."Kenzy, kamu kedinginan?" pertanyaan bodoh yang terlontar begitu saja dari mulutku, tentu saja, "Are you allright, Kenzy? How do you feel, Kenzy?"Kenzy mengeratkan genggaman tangannya, "I am OK, Nya Anyelir! Don't worry about me, allright?"