Share

Part 2–Hanya Akting

last update Last Updated: 2022-05-21 19:45:43

Aku setia menemani saat perusahaan tempat Bang Leon bekerja bangkrut. Hingga akhirnya, dia pun dipecat. Berbulan-bulan dia menganggur hingga akulah yang harus banting tulang mencari uang. Rela menjadi buruh cuci, juga berjualan donat keliling hanya agar kami tetap bertahan meski dalam keadaan sulit.

Saat itu Bang Leon begitu kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Sementara, tawaran pekerjaan lain seperti menjadi tukang bangunan atau ojek ditolaknya hanya karena gengsi. Aku pun tak pernah mempermasalahkan itu. Merasa wajar karena dia belum terbiasa dengan pekerjaan itu semua.

Suatu hari, aku diterima di perusahaan besar dengan gaji yang lumayan. Meskipun begitu, aku dengan sukarela mengundurkan diri hanya karena dia cemburu dengan atasan di perusahaan itu. Padahal, kami tidak ada hubungan apa pun. Meskipun, kuakui pria itu memang baik dan sering membantu.

Keadaan ekonomi kami mulai bangkit dari keterpurukan ketika dia diterima kembali di sebuah perusahaan sebagai staf keuangan. Akan tetapi, ternyata itu malah membuatnya lupa diri dan lupa dengan semua perjuangan kami saat susah dulu.

🌺🌺🌺

Aku berjalan lesu sambil sesekali menarik napas panjang. Bohong jika dada ini tidak sesak. Meskipun, rasa cinta mulai terkikis sejak mengetahui pengkhianatannya, tapi rasa kecewa yang begitu besar ini sulit ditampik. Aku merasa semua pengorbanan sia-sia. Semua itu sama sekali tak berarti di mata Bang Leon.

Senyumku mengembang melihat satu-satunya alasan yang menjadi kekuatanku menghadapi ujian ini. Dia masih tertidur dengan pulasnya.

Levi Alvaro Pradipta.

Buah hati yang baru dianugerahkan pada kami di usia pernikahan kesepuluh. Jika tidak teringat bayi berusia enam bulan ini, mungkin saja aku sudah mengamuk seperti orang kesetanan. Akan tetapi, aku tidak boleh seperti itu.

Mental ini harus kuat demi putraku satu-satunya. Tidak boleh lemah dan harus tetap waras atau Alva akan menjadi korban. Saat memeriksa anak kami yang demam, dokter berkata aku tidak boleh stres saat menyusui. Stres saat menyusui bisa mempengaruhi produksi hormon oksitosin yang bisa mengganggu kelancaran ASI.

Semoga saja aku bisa tetap kuat dan tegar. Meskipun, semua ini sangat menyakitkan.

Aku naik ke ranjang, berbaring dengan perasaan yang campur aduk. Sakit, kecewa, dan sedih, tapi tetap harus berpura-pura kuat. Kuseka bulir bening di sudut mata saat teringat betapa besar perjuangan untuk melahirkan bayi ini. Bahkan, aku sempat mengalami kondisi kritis.

Apakah Bang Leon tidak ingat dengan kejadian itu?

"Maafkan mama, Sayang. Mama janji kamu enggak akan pernah kekurangan kasih sayang biarpun Papa enggak tinggal sama kita lagi," lirihku, lalu mencium kepalanya.

Bayi dengan pipi gembil itu menggeliat. Bibirnya mengerucut, tapi kembali tertidur tanpa terganggu isakan yang susah payah kuredam.

Aku bisa berpura-pura kuat di hadapan pengkhianat itu, tapi tidak saat bersama Alva. Rasanya masih tidak percaya Bang Leon tega berkhianat setelah kelahiran bayi yang begitu kami tunggu-tunggu sekian tahun lamanya.

Apa alasannya? Apa aku kurang menarik dan tidak cantik lagi setelah melahirkan?

Aku beranjak turun dari ranjang. Berjalan mendekati meja rias, lalu berdiri mematung memandangi diri sendiri di cermin. Aku berputar ke kiri-kanan untuk menelisik penampilan.

Tidak ada yang kurang. Tubuh ini masih sama langsing dan seksinya seperti sebelum melahirkan. Aku juga selalu memberikan pelayanan terbaik saat kami memadu kasih. Bahkan aku tak peduli dengan diri sendiri asalkan dia terpuaskan dan merasa senang. Lantas, kenapa Bang Leon masih berkhianat?

Kutarik ikatan rambut, lalu menyisir rambut hitam panjang ini dengan jemari sembari tersenyum pada pantulan diri sendiri.

Akan kubuat kamu menyesal karena telah menyia-nyiakanku, Bang. Aku yakin, tidak akan ada wanita yang sabar dan bisa menerima kekuranganmu seperti yang sudah kulakukan selama ini. Kita lihat saja ... akan bertahan berapa lama pernikahan keduamu ini.

Tangisan kecil Alva menyadarkanku dari lamunan. Secepatnya kuhampiri dan memberinya ASI hingga dia tertidur kembali. Baru saja aku ikut terlelap sebentar, ketukan di pintu membuat mata ini kembali terbuka.

Kuayunkan kaki dengan santai menuju pintu, kemudian mengerling malas melihat Bang Leon sudah berdiri tepat di hadapan sambil tersenyum. Senyuman yang terlihat memuakkan di mataku.

Apa dia pikir senyumnya kali ini akan membuatku klepek-klepek? Eeww, mimpi!

"Ada apa?" tanyaku dengan kedua tangan terlipat di dada.

"Kita harus bicara." Dia hendak masuk, tapi dengan cepat tanganku menahan tubuhnya itu tepat di dada.

"Mau bicara apa lagi? Kurasa semuanya sudah jelas."

"Belum. Kita masih harus bicara dari hati ke hati."

"Memangnya Abang masih punya hati?" sindirku dengan senyuman miring.

"Lusi," tegurnya pelan.

"Sudahlah, Bang. Aku ngantuk. Kalau masih ada yang mau didiskusikan, besok saja. Aku lelah dan butuh istirahat."

"Aku maunya sekarang, Dek." Bang Leon menahan pintu yang hendak kututup. Dia masuk begitu saja dengan sedikit menyenggol bahu ini hingga aku terhuyung sedikit.

"Aku enggak mau berdebat lagi, Bang. Alva baru saja kususui. Abang tega ganggu tidurnya?" kataku sembari berjalan mendekat.

Bang Leon menoleh ke arah ranjang. Dia mendekat, lalu mengusap dan mengecup kepala Alva. Hatiku berdesir perih melihatnya. Hingga tanpa sadar mengepalkan tangan dengan kuat demi mengendalikan emosi dalam dada.

Ke mana hati dan perasaannya saat sedang berselingkuh? Apa dia tidak ingat sama sekali pada kami yang menunggu di rumah?

Kuat, Lusi. Kamu pasti bisa!

Aku menguatkan diri sendiri yang hampir terenyuh melihat kejadian tadi. Alva dan aku pasti baik-baik saja tanpa pria itu.

"Aku bukan mau bertengkar. Aku cuma mau bicara empat mata sama kamu," katanya sembari berjalan menuju sofa, lalu duduk.

"Kita bicara di tempat lain," usulku dan langsung pergi keluar tanpa menunggu respon darinya.

Aku berjalan lebih dulu menuju balkon yang ada di ujung lantai ini. Berdiri tertegun memandangi kerlip bintang sembari menghela napas pelan. Aku menoleh saat menyadari pria yang pernah kuperjuangkan itu sudah berdiri di samping.

"Oke, bicaralah sekarang." Aku membuang muka dan kembali menatap langit malam dengan kedua tangan dilipat di dada.

Bukannya bicara, Bang Leon malah mundur, dan ternyata dia memilih duduk di kursi rotan.

"Kemarilah!" Dia menunjuk kursi satu lagi dengan matanya supaya aku ikut duduk di sana.

Aku memilih sedikit menjauh. Berdiri bersandar besi pembatas balkon ini sembari menatapnya santai.

"Silakan bicara!"

Bang Leon terdiam memandangku. Kubalas tatapan itu dengan berani hingga dia terlihat menghela napas berat, lalu bersandar lesu.

"Apa kamu masih mencintaiku?"

What?

Rasanya aku ingin terbahak saat ini juga mendengar pertanyaan konyol itu. Apa dia pikir aku akan terus dibutakan cinta saat hatinya telah mendua? Big no!

"Kenapa bertanya begitu?"

"Karena kamu terlihat biasa saja saat mendengar kabar pernikahanku dengan Mira," ucapnya dengan tatapan sendu.

"Jadi, Abang ingin aku bersikap gimana?" Aku tertawa hambar. "Oh, aku tahu!" seruku dengan telunjuk kanan mengarah ke atas.

Detik berikutnya, raut wajahku telah berubah sendu. Tetes demi tetes air mata mulai luruh membasahi pipi.

"Kenapa, Bang? Kenapa Abang tega mengkhianatiku? Apa salahku, Bang? Apa kekuranganku?" lirihku terisak dan menunduk. "Apa selama ini aku pernah membuat kesalahan besar hingga membuat Abang berpaling, hm? Katakan apa kesalahanku itu, Bang, biar kuperbaiki segera. Tapi kumohon ... kembalilah padaku dan lepaskan wanita itu. Aku enggak mau dimadu. Aku enggak sanggup." Wajahku semakin tertunduk dengan bahu berguncang naik turun.

"Aku mencintaimu, Bang. Aku enggak mau kehilangan Abang. Tapi aku juga enggak sanggup kalau harus berbagi." Aku kini berlutut dengan isak tangis yang semakin terdengar jelas.

"Apa Abang sudah lupa dengan semua perjuangan kita dulu? Aku yang setia menemani dari nol. Tapi saat sukses ... Abang malah berpaling pada wanita lain. Abang jahat! Kamu tega, Bang. Kamu tega!" Aku menatapnya dengan berlinangan air mata.

"Dek ...." Bang Leon segera bangkit dari tempat duduk. Dia berjalan mendekat, lalu ikut berjongkok sembari memegangi kedua bahuku. "Maafkan aku, Dek. Maaf. Aku tahu ini menyakitimu. Tapi aku sudah telanjur mencintai Mira. Kami juga sudah menikah. Aku mencintai kalian berdua, Dek. Aku ...." Perkataan Bang Leon itu terhenti seketika saat mendengarku tiba-tiba tertawa kencang.

"Dek?" Dia menatapku bingung.

Aku masih tergelak sembari sesekali menggeleng tak percaya melihat raut wajahnya yang kebingungan.

"Aduh, Bang. Maaf," ucapku sembari berusaha meredam tawa dan menghapus air mata. "Aku cuma bercanda tadi."

"Maksudnya?" Kening pria berkulit sawo matang ini semakin berkerut. Bola matanya pun bergerak-gerak gelisah menatapku.

"Apa aktingku tadi sangat bagus, Bang?" Aku tersenyum miring.

🌸🌸🌸

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Hui Tjhin
buat penasaran
goodnovel comment avatar
Hui Tjhin
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 129–Forever and Ever

    Hari yang dinanti akhirnya tiba. Niat awal memang ingin melahirkan secara normal lagi, tapi ternyata tidak memungkinkan. Kali ini, dokter menyarankan agar menjalani operasi caesar demi keselamatanku dan bayinya. Akhir-akhir ini, tekanan darahku sering tidak stabil dan cenderung tinggi. Sampai Mas William dan orangtuanya panik sendiri takut terjadi apa-apa padaku.Aku pun tak bisa keras kepala. Jika memang melahirkan secara caesar adalah jalan terbaik, maka akan kulakukan.Tanggal sudah ditentukan dan kini semua persiapan sudah selesai. Jujur, aku sangat gugup karena ini pertama kalinya akan menjalani operasi. Bahkan kedua tanganku sampai gemetar, tapi Mas William dan orangtuanya selalu ada untuk menguatkan dan menenangkan."Dengar." Mas William menangkup lembut kedua pipiku. "Ada mas di sini. Enggak akan terjadi apa pun padamu atau bayi kita. Ok? Kamu harus rileks. Jangan sampai tensi kamu naik terus. Hm?"Aku mengangguk dan mencoba mengatur pernapasan."Berdoa, ya, Nak." Mama mengusap

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 128–Menjauhlah dari Kami

    Semua file bukti kebohongan Claudia sudah kusiapkan dengan baik. Ini juga berkat bantuan Mas Firman —asisten pribadi Mas William— yang diam-diam bantu menyelidiki. Memang aku sengaja tak memberitahu Mas William soal rencana ini. Saat itu, dia sedang banyak pikiran dan sibuk mengurus bisnis. Sampai-sampai dengan mudahnya memberikan uang tanpa berpikir dulu.Maka dari itu, biarlah kuman kecil seperti Claudia kutangani sendiri. Suami istri memang harus saling bahu membahu termasuk dalam membasmi bibit-bibit penyakit dalam pernikahan."Permisi, Bu."Aku menoleh pada Bi Yatmi yang berdiri di depan pintu yang memang terbuka lebar. Kuletakkan lipstik, lalu berdiri dan berjalan menghampirinya."Ya, Bi.""Tamunya sudah datang, Bu."Aku tersenyum. "Persilakan masuk dan sajikan minum.""Baik, Bu." Bi Yatmi mengangguk paham, lalu kembali ke lantai bawah.Aku berjalan ke kamar Hafsha untuk memanggil Mas William yang sedang bermain bersamanya. Hafsha sempat merengek minta ikut, tapi berhasil kubuju

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 127–Panas?

    Selama makan di restoran, hanya aku dan Mas Williamlah yang berbincang. Claudia bak makhluk tak kasat mata yang tidak diakui kehadirannya. Dia menyantap makan siang dengan wajah masam sambil sesekali melirik pada kami yang duduk di hadapannya."Enak?"Aku mengangguk dan tersenyum. "Coba, deh, Mas."Mas William membuka mulut menerima suapan dariku, lalu tersenyum."Enak, kan?" Aku terkekeh kecil."Iya. Kamu mau coba punya mas enggak?""Mau, dong."Kini giliran aku yang tersenyum menerima suapan darinya beberapa kali. Setelah menghabiskan menu utama, kini aku tengah menikmati es krim strawberry. Sementara, Mas William sedang menikmati minuman sodanya sambil memandangiku."Ada es krim nempel." Mas William mengusap sudut bibirku dengan ibu jari. "Manis," imbuhnya setelah menjilat ibu jari sendiri.Aku tertawa kecil. "Manis, dong, Mas. Namanya juga es krim.""Iya. Semanis yang lagi makan esnya." Mas William mencubit gemas hidungku."Eh? Mau ke mana, Claudia?" tanyaku saat melihatnya beranj

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 126–Kerikil Kecil

    "Kamu meragukanku?" Mas William menatapku dengan dahi berkerut. Aku tersenyum, lalu mendekat padanya yang berdiri di dekat meja rias. "Aku percaya padamu, Mas. Sangat percaya," kataku sembari membantu membukakan kancing kemeja. "Terus, kenapa malah menyetujui permintaan Claudia? Kamu sungguh ingin mas menikahinya?" Tersirat ada kekecewaan dari sorot matanya yang membidikku. Kutangkup kedua pipinya lembut seraya menatap lekat. "Apa aku terlihat tipe wanita yang rela berbagi, hm? Mas William menyentak napas kasar, lalu menyentuh satu tanganku di pipinya. "Mas takut kamu terhasut ucapan Claudia, Sayang. Mas enggak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya." Aku tersenyum. "Itu enggak akan terjadi. Enggak akan kubiarkan batu kerikil menghancurkan pernikahan kita." "Terus untuk apa kamu minta dia datang lusa nanti?" "Mas percaya padaku?" Dia mengangguk. "Kalau begitu, ikuti saja semua arahan dan perintahku tadi. Cukup ikuti sandiwara yang sudah kubuat ini. Ok, Suamiku?" Mas

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 125–Sebuah Rencana

    "Temani Hafsha dulu, ya. Mama mau temui tamunya," pintaku pada Alex yang dijawabnya dengan anggukan.Aku berjalan keluar kamar Hafsha bersama Bi Yatmi untuk menemui tamu yang datang. Seorang wanita yang memakai kemeja putih dipadukan blazer abu tengah duduk di ruang keluarga. Dia menoleh dan terlihat mengubah posisi duduk saat menyadari kehadiranku."Tolong buatkan minum, ya, Bi.""Baik, Bu." Bi Yatmi mengangguk dan pergi ke dapur.Wanita ini tersenyum canggung dan hendak berdiri, tapi aku kembali mempersilakannya duduk. Namanya Claudia —sekretaris Mas William yang sudah dipecat."Silakan diminum," ucapku padanya ketika Bi Yatmi menyajikan minuman di meja."Terima kasih." Dia meneguk minumannya sedikit.Dari gelagat yang terlihat gelisah saja, aku sudah tahu maksud kedatangan dia apa. Bahkan, aku sudah bersiap dengan apa yang akan dikatakannya sekarang."Pak Williamnya ada?" Dia mulai membuka percakapan."Enggak usah basa-basi. Kamu pasti sudah tahu suamiku itu sibuk. Kamu datang ke s

  • KETIKA SUAMIKU MEMBAWA PULANG ISTRI BARU   Part 124–Peresmian

    "Hati-hati!" ucapku setelah Alex mencium punggung tanganku dan Mas William.Alex mengangguk, lalu naik ke mobil. Sesekali dia memang diantar sopir, tapi tak jarang juga diantar Mas William."Jangan lupa kabarin mama atau Papa kalau ada sesuatu, ya," pesanku sebelum mobilnya melaju keluar halaman.Alex mengangkat satu jempol dan melambaikan tangan pada Hafsha yang tersenyum ceria pada kakaknya."Mas enggak ke kantor?" tanyaku saat kami tengah berjalan masuk lagi."Enggak. Kan, hari ini ada peresmian usaha baru, Sayang. Restoran. Lupa, ya?""Oh, iya. Maaf, Mas. Lupa.""Dasar." Dia tersenyum seraya mencubit gemas pipiku yang lebih berisi ini."Jam berapa Mas berangkat?""Jam sepuluh. Nanti kamu dan Hafsha ikut, ya?" ujarnya setelah kami duduk di sofa ruang keluarga."Boleh?""Ya jelas boleh, dong, Sayang. Malah kamu wajib hadir." Mas William merangkul dan mengusap-usap lenganku."Aku boleh ikut juga, Pah?" tanya Hafsha yang duduk di pangkuannya."Uhm– boleh ikut enggak, ya?" Mas William

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status