"Marta hamil?" ulang Andrian nyaris menginjak rem mendadak. Cassandra langsung menoleh pada suaminya itu. Sikap Andrian yang terkejut membuatnya menyipitkan mata. Andrian langsung berdehem lirih untuk meredam kegelisahan di hati. Jelas dia tidak tenang mengetahui Marta hamil. Meskipun mereka melakukan hanya sekali dan baru satu minggu yang lalu, tak menampik kekhawatiran Andrian. Bagaimana jika benih di rahim Marta itu adalah miliknya? Apa yang akan dikatakan pada Cassandra nanti? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Andrian semakin gelisah. "Tapi kenapa kamu terkejut begitu? Kamu masih memberinya perhatian?" tanya Cassandra tidak suka. Apa sesusah itu menghilangkan nama Marta di hati Andrian sebagai cinta pertama? Padahal, setelah berpisah dengan Marta, Andrian sempat akan menikah dengan Fiona. "Ya ... ya, aku heran saja. Tapi kalau dia hamil, ya, baguslah! Itu artinya, dia tidak akan mengganggu kita lagi!" jawab Andrian mencari alasan. Cassandra memalingkan wajah. Jawaban
Wajah Andrian tampak pucat. Laki-laki itu menelan saliva berat mendengar ancaman Cassandra. Jadi, Andrian harus semakin memutar otak untuk menggagalkan rencana Marta."Aku tidak mengerti yang kamu katakan!" Andrian mengejar istrinya memasuki rumah.Cassandra tidak menggubris. Dia membuka pintu kamar sedikit kasar, lalu segera menutupnya.Bruk! Andrian meringis ketika dahinya membentur daun pintu. Laki-laki itu memejamkan mata sembari mengusap dahinya yang memerah. Selanjutnya, tangan laki-laki itu terkepal di depan wajah dan membuka pintu pelan.Di sana, di atas tempat tidur, Cassandra sudah menggulung tubuh dalam selimut. Sebuah bantal tergeletak di bawah tempat tidur. Andrian mengelus dada, sembari menarik napas pelan. Dia mengambilnya dan meletakkan kembali ke atas kasur. Namun, Cassandra kembali melempar bantal itu ke lantai."Kamu tidur di bawah atau sofa!" usir wanita itu geram.Andrian kembali menarik napas panjang. "Amore, aku ingin bicara. Jangan marah dulu!" rayunya lirih.
Marta menatap punggung tegap Andrian yang semakin menjauhi lift. Tampak laki-laki itu berjalan tergesa, entah ke mana. Hati Marta langsung gerimis mendengar ucapan menyakitkan dari Andrian. Apakah dia akan menyerah begitu saja? Tentu tidak! Andrian boleh berbicara seenaknya dan meminta menggugurkan kandungan. Namun, Marta tak akan melakukan hal itu. Jika dirinya tidak bisa mendapatkan Andrian, maka Cassandra juga tidak boleh melanjutkan kebahagiaan dengan laki-laki itu. Marta kembali memutar otak untuk mendapatkan ide baru. "Aku harus membuat mereka berpisah, apa pun caranya!" ucap Marta kemudian melangkah ke ruangannya. Di sana, dia tidak peduli dengan lirikan karyawan yang semakin sinis padanya. Semenjak desas-desus kedekatan Andrian dengan Marta, beberapa karyawan La Stampa memang sengaja menjaga jarak dengan wanita itu. "Tenang, Marta! Kamu harus berpikir sekali lagi dan cari jalan keluar. Janin ini tidak boleh digugurkan sebelum Andrian kembali jatuh ke pelukanmu!" ucap Mart
Mereka berdua lantas larut dalam ciuman tanpa menyadari di ambang pintu, Cassandra menyaksikan adegan menyakitkan sekaligus memuakkan itu. Ternyata tidak hanya Cassandra, di belakang wanita itu, Antonio juga melihat jelas apa yang dilakukan Marta dan Andrian.Tanpa banyak bicara, Antonio segera membalikkan tubuh Cassandra dan memeluknya. Dia tidak tega, wanita yang dicintainya itu melihat terlalu lama adegan menyakitkan di dalam sana. Di sela-sela menenangkan Cassandra, ekor mata Antonio melihat kedua insan di dalam ruangan itu masih asyik saling memagut. Bahkan, tangan keduanya tak hanya saling memeluk, tetapi menggerayang ke beberapa bagian tubuh sensitif masing-masing. Sangat memuakkan!"Lepaskan aku, Antonio!" Cassandra justru memberontak dan melepaskan diri dari pelukan Antonio.Seketika, Andrian dan Marta menghentikan aktivitas terlarang mereka. Keduanya saling pandang sejenak, kemudian kompak menatap ke arah pintu yang telah terbuka lebar. Ternyata, mereka sama-sama tidak meny
Bugh! "Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan."Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri."Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih."Tuhan, tolong aku!"Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini. Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindu
"Aah!" Cassandra memekik kaget.Dia mendongak perlahan menatap sang pemilik sepatu mengkilat itu. Seorang laki-laki tampan berambut kepirangan berdiri menatapnya tanpa ekspresi.Cassandra semakin gemetar dan mempertanyakan dalam hati tentang laki-laki di depannya itu. Mungkinkah dia mafia yang hendak membelinya? Kembali rasa takut menggelayuti Cassandra."Masuklah!" titah laki-laki itu dengan suara dingin.Dengan ragu, Cassandra bangkit dan menoleh ke arah dua orang preman tadi yang sudah kabur entah ke mana. Cassandra masih berdiri kaku di tempatnya, menatap punggung tegap di balik jas mahal itu memasuki mobil.Laki-laki paruh baya yang menjadi sopir itu membukakan pintu tengah untuk Cassandra. "Masuklah, Nona. Sudah malam!" ujarnya.Cassandra justru mematung di tempat. Hatinya berkecamuk antara butuh bantuan dan ketakutan. Sampai pada akhirnya, terdengar decakan kesal dari laki-laki muda tampan yang sudah kembali duduk di jok belakang."Kamu mau berdiri terus di situ, lalu dijual or
Menjelang pesta, beberapa ART sibuk menyiapkan hidangan. Malam ini memang akan diadakan pesta meriah di villa Piazza del Duomo. Tidak heran karena yang menjadi tamu undangan adalah para pebisnis sukses dan orang-orang dari kalangan atas. Di sudut lain, seorang gadis cantik mengenakan apron sibuk menata makanan bersama beberapa pelayan. Dari tempatnya berdiri, Andrian menatap Cassandra dengan tatapan tak terbaca. Laki-laki yang mengenakan jas mahal itu menoleh ketika Gennaro, sang kakek mendekat."Kenapa kekasihmu itu memakai apron?" tanya Gennaro heran.Kening Andrian mengernyit. "Kekasihku? Maksud Kakek gadis itu?" tanyanya meremehkan.Gennaro terkekeh, lalu mengangguk-angguk. Laki-laki tua itu sedikit mengangkat gelas wine di tangannya. "Ayolah, Andrian. Jangan bikin malu Kakek. Tidak seharusnya kamu membuat kejutan seperti ini. Suruh ganti bajunya sebelum tamu pada datang!" perintahnya tak ingin dibantah.Andrian menatap protes sang kakek yang justru mengangguk. "Kakek, dia bukan
"Menikah?" ulang Cassandra tidak percaya. Andrian langsung mengangguk tegas. "Iya, kita menikah minggu depan!" jawabnya lagi.Cassandra memalingkan pandangan dari lelaki itu. Menikah? Dia terus mengulang kata itu di hatinya. Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria sombong itu? Lagi pula, mereka tidak mengenal satu sama lain.Belum lagi perbedaan status yang sangat jauh membuat Cassandra insecure. Meskipun pernikahan ini hanya pernikahan kontrak, akan tetapi, dia akan berada di sisi Andrian dan berperan sebagai istri laki-laki itu.Tanpa sadar, Cassandra menggeleng pelan. Hal itu tidak lepas dari perhatian Andrian yang sejak tadi menatapnya."Kamu menolaknya?" tebak Andrian. "Hh, kamu tidak bisa menolak begitu saja, Cassandra. Kamu sudah telanjur masuk ke dalam keluarga saya. Maka dari itu, kamu harus mau menuruti apa kata saya. Bukankah itu lebih baik daripada kamu menjadi budak nafsu mafia itu, hm?" lanjutnya terus mengejek.Cassandra tersenyum kecut. Memang benar, dia sekarang te