Suara pintu utama terdengar, pasti Mas Hanan sudah pulang dari masjid. Aku langsung ke luar dan menghambur dalam pelukannya.
"Senang amat, ada apa, ya?" tanya Mas Hanan dengan nada menggoda.
"Syahdu bersedia, Mas!" pekikku bahagia.
Tiba-tiba saja senyum di wajah Mas Hanan sirna. Rembulan di wajahnya seakan tertutup awan tebal. Aku sudah mengenal Mas Hanan cukup lama dan tahu kalau hati kecilnya terukir luka.
"Benarkah? Benarkah kamu bahagia dengan kabar itu?"
"Aku bahagia, Mas. Sekarang masuk kamar karena aku sudah tidak sabar untuk meminta restu ibu."
"Tapi aku belum menjawab, Dek. Kamu bahkan belum tahu aku mau apa tidak."
"Mas, aku bahagia jika kamu menikahi Syahdu. Rasa cemburu itu hanya ada sebentar, nanti akan sirna jika aku sudah lebih ikhlas. Perempuan yang dipoligami bukan cuma aku dan kita punya alasan kuat. Pokoknya Mas harus menuruti keinginanku ini. Oke?"
"Terserah kamu lah!" ketus Mas Hanan.
Aku meloncat kegirangan. Sekalipun nada bicaranya terdengar ketus, tetap saja tahu kalau Mas Hanan akhirnya setuju dan memberiku kesempatan untuk membahagiakan keluarga kami yang belum lengkap.
Saat Mas Hanan sudah terlelap, aku merogoh ponsel mencari nomor W******p Amel. Biasanya jam sepuluh dia belum tidur karena anak bungsunya suka rewel.
Amel sudah punya dua anak dan semuanya perempuan. Dia hidup bahagia bersama Kevin yang kini kerja di Kalimantan. Benar saja, sahabatku itu sedang online bahkan baru saja memasang story W******p.
Dengan gerak cepat jariku menari indah di papan keyboard putih; memberitahu Amel atas segala masalah hidup yang menimpa. Mulai dari gunjingan tetangga hingga keinginan melamar Syahdu untuk Mas Hanan.
[Kamu yakin dengan keputusan itu, Yum? Kamu gak lagi bercanda, kan?] balas Amel setelahnya.
Tidak ingin mengusik tidur Mas Hanan, aku beranjak dari kasur menuju dapur dan berakhir duduk di meja makan. "Tentu saja aku yakin, Mel. Aku serius ingin menjadikan Syahdu sebagai adik madu!" balasku antusias via pesan suara.
"Kamu tahu resiko berbagi hati? Kamu paham bagaimana rasanya seatap dengan madu? Apa kamu sudah memikirkan bagaimana kedepannya apalagi jika Gus Hanan lebih mencintai Syahdu?" cecar Amel yang juga ikut mengirim pesan suara.
Aku menelan saliva. Pertanyaan Amel begitu menohok hati. Resikonya tentu saja berat apalagi jika seatap dengan madu karena setiap detik hati akan dirundung rasa cemburu.
Tentang kelak Mas Hanan lebih mencintai Syahdu, aku tidak tahu harus menjawab apa karena hati pasti terluka, tetapi bagaimana pun kalau dia sudah menjadi istri tetap saja berhak menerimanya.
"Doakan saja aku, Mel. Mas Hanan itu mau punya anak."
"Tapi kan bukan salah kamu. Kata dokter kalian baik-baik saja, kan? Cuma belum waktunya saja. Kamu kenapa gak bersabar lebih sedikit lagi?" balas Amel terdengar emosi.
Setelah itu dia mengirim pesan aksara kalau anak bungsunya rewel sehingga tidak bisa melanjutkan mengobrol. Dengan berat hati kembali kulangkahkan kaki ke kamar dan meletakkan ponsel di nakas.
Mata Mas Hanan terbuka. "Semoga Allah memberimu petunjuk."
***
Hujan jatuh membasahi bumi begitu deras seakan memberi kabar pada semesta kalau ada hati yang sedang dirundung duka. Cinta tak ubahnya hujan yang sama-sama meninggalkan kenangan.
Aku dan Mas Hanan berdiri dalam satu payung besar. Kami melangkah panjang berniat menemui ibu, sedangkan pengajian diliburkan saja karena cuaca tidak mendukung.
"Masuk, masuk!" perintah ibu begitu melihat kami.
"Bu, aku sudah memutuskan kalau Mas Hanan harus menikahi Syahdu," ujarku begitu kami duduk di kursi.
"Kenapa, Yum? Kenapa kamu harus merelakan suamimu menikah dengan perempuan lain kalau dia saja tidak mempermasalahkan anak?" timpal ayah tiba-tiba.
"Benar, Ayah. Padahal aku sama sekali tidak pernah punya niat untuk menikahi perempuan lain sekalipun itu Syahdu. Namun, Yumna selalu mendesakku," sambung Mas Hanan.
Aku tahu dia merasa tidak enak sekarang karena kami datang meminta restu. Kedua orangtuanya sudah meninggal sehingga aku memutuskan biar Syahdu dilamar oleh ayah saja sebagai mertua Mas Hanan.
Ibu mengatup bibir, dia pasti merasa berat untuk memberi restu karena aku ini putri tercintanya. Belum lagi dengan Mas Dika, entah bagaimana marahnya dia kalau sudah tahu perihal ini.
"Bu, aku menginginkan Syahdu menikah dengan Mas Hanan. Aku ikhlas, Bu. Jangan berpikir mereka yang berbagi suami itu tidak pernah bahagia. Poligami bukan sesuatu yang baru, sudah banyak ustaz juga yang melakukannya," kataku lagi berusaha meyakinkan mereka bertiga.
"Aku tidak sanggup berlaku adil, Yum!" tegas Mas Hanan.
"Maka aku akan membantumu untuk bisa adil, Mas. Aku akan selalu rida bagaimana pun kehidupan kita setelah kehadiran Syahdu."
Mas Hanan diam, dia hanya menatapku penuh tanda tanya. Pasti dalam pikirannya bertanya-tanya kenapa aku terus mendesak untuk dipoligami.
Tentu saja alasan ini sudah aku utarakan berkali-kali, yakni untuk memberikan kebahagiaan. Syahdu itu lebih muda dariku, mungkin dia sepantaran dengan Mas Hanan, aku tidak begitu ingat.
Perempuan muda tentu saja memiliki rahim subur sementara aku tahun depan sudah masuk kepala tiga. Jika Syahdu tidak hadir di antara kami, maka selamanya rumah akan sepi dari gelak tawa anak-anak.
Aku bahkan sering kesal pada mereka yang dengan mudah membuang anaknya ke tempat sampah atau mengaborsi karena rahimku sangat membutuhkan janin. Andai saja Allah memberiku kepercayaan itu.
"Besok ayah harus melamar Syahdu untuk Mas Hanan!" pintaku dengan tatapan mengiba.
"Ayah tidak mungkin mau melukai hatimu, Yumna. Kamu jangan pernah berharap ayah akan melamar Syahdu untuk suamimu!" tolak ayah tegas.
"Aku bahagia, Ayah. Tolong bantu aku menjadi istri salihah untuk Mas Hanan," balasku seraya memegang bahu suami yang meluruh.
"Kamu sudah menjadi istri salihah, Yum," gumam Mas Hanan menundukkan kepala.
Aku menghela napas berat. Kenapa susah sekali meyakinkan ibu, ayah serta Mas Hanan kalau aku benar-benar ikhlas dipoligami?
Apa karena diri yang mudah menangis? Memang benar aku selalu manyun jika ada perempuan yang menyapa Mas Hanan sekalipun tidak punya perasaan apa-apa, tetapi untuk Syahdu aku ikhlas.
Rasa cemburu bisa padam terutama jika anak itu sudah lahir di tengah-tengah kami. Aku juga ingin menjadi ibu dan dipanggil umi oleh anak Mas Hanan sekalipun tidak lahir dari rahimku.
Alasan ini sudah pernah diketahui Mas Hanan beberapa bulan terakhir, tetapi dia bersikukuh untuk mengadopsi anak dari panti saja. Aku tidak setuju karena khawatir jika dia besar nanti bisa menjadi petaka jika iman tidak kuat.
Bukannya mengharamkan adopsi atau enggan merawat anak yatim hanya saja aku lebih memilih mengirimkan uang untuk panti saja. Apakah ini salah?
"Sekali lagi aku mohon sama kamu, Mas, nikahi Syahdu. Dia mencintaimu." Air mata sudah tumpah tanpa permisi.
"Baiklah." Mas Hanan membuang napas kasar. "Ayah, tolong lamar Syahdu untukku!" pintanya dengan suara parau.
EXTRA PART!!!____Cinta mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam.Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu! Dan karena itulah, qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya.Air berkata kepada yang kotor, "Kemarilah." Maka yang kotor akan berkata, "Aku sungguh malu." Air berkata, "Bagaimana malumu akan dapat dibersihkan tanpa aku?Singa terlihat paling tampan ketika sedang mencari mangsa. Jualah kepandaianmu dan belilah kebingunganmu. Jika Anda jengkel terhadap setiap gesekan, bagaimana cermin Anda akan dipoles.Anda dilahirkan memiliki sayap, mengapa lebih memilih hidup merangkak. Cinta dan kelembutan adalah sifat manusia, amarah dan gairah nafsu adalah sifat binatang. Kau harus hidup di dalam cinta, sebab manusia yang mati tidak dapat melak
Bu Wenda terus berjoget ria sambil berteriak kalau dia adalah fans Yumna. Tidak ada yang mau menghentikan Bu Wenda yang semakin kehilangan kendali itu bahkan anaknya saja sudah menjauh ketika Nurul memberi isyarat."Kalian tahu? Aku sudah memfitnah Yumna mengatakan dia hamil, makanya Ilham memutus lamaran itu. Aku bilang dia mandul sampai stres dan keguguran. Kira-kira Yumna mau maafin aku nggak, ya? Ada yang tahu jawabannya?"Lagi, dia tertawa keras."Di sini ada yang bernama Yumna? Ah, aku rindu setengah mati kepada Yumna. Sebenarnya aku mengakui semua kesalahan itu dan mau meminta maaf, tetapi sudah keburu gengsi duluan. Andai tidak ada yang berdiri di sisi Yumna, aku pasti bisa meminta maaf sama dia. Aku malu karena ada Nurul, Amel dan suaminya.Kalian tahu kalau suami Yumna itu putra Kyai Sholeh? Makanya aku tidak suka kalau Yumna bahagia. Sekarang saja aku mau mencekik lehernya biar dia mati atau kita bawa bermain-main di taman. Aduh, Syahdu kasihan sekali karena dia harus menin
Hari selasa yang cerah ketika Gus Hanan baru pulang mengajar di masjid, Yumna langsung menariknya masuk kamar dengan wajah berseri-seri."Mas, hari ini ingat hari apa?""Hari selasa?"Yumna menggeleng. Gus Hanan mencoba menebak bahkan hampir sepuluh kali tebakan, tetapi belum juga berhasil. Dengan sedikit kesal, Yumna memberi tahu kalau hari ini Gus Hanan genap berusia 27 tahun."Ah iya, mas udah 27 tahun hari ini. Aduh, kok sampai lupa ya?""Daaaan ... aku punya hadiah ulang tahun buat Mas Hanan.""Hadiah? Qur'an? Kitab? Atau kecupan lagi kayak tahun kemarin?"Sekali lagi Yumna menggeleng. Gus Hanan menyerah tidak mampu menebak. Dia akhirnya memeluk sang istri, berusaha membujuk untuk langsung menunjukkan hadiah itu saja.Yumna mengurai pelukan suaminya, dia merogoh saku gamis dan menunjukkan sebuah benda berwarna putih dan biru. "Aku hamil, Mas. Selamat, kamu akan menjadi ayah!""Alhamdulillah, kamu serius, Dek?"Yumna mengangguk, sesuatu yang sejuk mengalir membasahi pipinya. "Dan
Mereka sudah tiba, tetapi Amel tidak bisa singgah karena Ozil sudah mencarinya sejak tadi. Begitu mobil hitam itu sudah melaju pergi, seseorang kemudian menghampiri mereka berempat."Aku turut bahagia karena melihat Nurul kembali. Ternyata dia yang menyebar berita itu, tetapi aku yang harus diusir." Bu Wenda datang bersama anak gadisnya.Nurul melihat ponsel gadis itu menyalah, dia pun tersenyum tipis dan memberitahu Yumna lewat isyarat sementara Mas Dika dan Gus Hanan diminta masuk saja karena bisa menangani mereka berdua.Begitu tinggal mereka berempat saja di pinggir jalan, Nurul langsung mendekat ke gadis itu agar suaranya lebih jelas dalam rekaman. "Ya, aku yang menyebarkan berita itu. Gimana rasanya harus disalahkan padahal bukan kita yang melakukannya?""Kurang ajar!""Tidak, aku tidak kurang ajar Bu Wenda. Semua orang sudah tahu kalau dalang di balik semua masalah yang ada adalah Bu Wenda sendiri karena sangat iri pada Yumna. Kesalahan Bu Wenda kan bukan hanya gosip, tetapi su
Pada hari pernikahan Mas Ilham tepat hari sabtu, mereka semua berkumpul di rumah Yumna dengan baju seragam meskipun Amel dan Kevin beda motif asalkan warnanya sama. Mereka telat pesan atau mungkin sebut saja Nurul terlalu cepat memesan karena tidak mau ayahnya ingkar janji.Untuk ketiga perempuan itu semuanya membawa kado, sementara laki-laki mengantongi amplop saja. Mereka semua memakai baju yang hampir sama. Hari ini Nurul terlihat sangat cantik.Sebelum berangkat, dia meminum segelas air dulu untuk menenangkan diri. Luka dalam hatinya dibalut sedemikian rupa. Mereka berpasang-pasangan kecuali Mas Dika yang harus kembali memerankan perannya.Jika dulu dia pura-pura berpasangan dengan Yumna, sekarang bersama Nurul. Mas Dika tersenyum pada adiknya yang selama ini dia benci, tetapi kini mulai membuka hati untuk menerimanya."Nanti sama Mas Dika aja biar mereka mengira kamu juga punya pasangan. Pokoknya nanti jangan pernah masang muka sedih, harus mengalihkan pikiranmu dari Mas Ilham. J
Sesampainya di rumah, mereka berdua terkejut oleh kedatangan Amel. Sepertinya hari akan semakin panjang karena kedatangan Amel yang membawa banyak makanan. Sekalipun mereka sudah dewasa, tetapi yang namanya perempuan kadang bertingkah seperti anak-anak."Ozil mana, Mel?""Sama neneknya, dia gak mau ikut tadi karena keasyikan main sama sepupunya."Yumna mengangguk, dia senang sekali melihat banyak gorengan termasuk ayam geprek di depannya. Mereka kumpul di ruang tengah karena tidak mau diganggu oleh tamu. Hari yang menyenangkan setelah bertemu Mas Ilham.Masalah itu Yumna ceritakan pada Amel bukan untuk memancing amarahnya, tetapi seorang perempuan sangat sulit untuk menyimpan masalahnya sendiri apalagi jika sudah lama dan terbiasa saling berbagi cerita dengan sahabat."Mas Ilham kok bego banget, ya? Masa dia mau jatuh ke jurang yang sama?""Gak tahu tuh. Udah aku bilangin juga karena aku sebagai orang ketiga di masa lalu itu serius, nyeselnya sampe sekarang, nyeseknya sampe ke hati. A